BERBAHAGIA
KARENA INDRA YANG TERKENDALI
Kasena
samvaro sadhu Sadhu vacaya samvaro
Manasa
samvaro sadhu Sadhu sabbattha samvaro
Sabbattha
samvuto bhikkhu Sabbadukkha pamuccati.
“Sungguh
baik mengendalikan tubuh; Sungguh baik mengendalikan ucapan;
Sungguh
baik mengendalikan pikiran; sungguh baik mengendalikan semuanya (indra-indra).
Seorang bhikkhu yang mengendalikan semuanya akan terbebas dari semua dukkha.”
(Dhammapada
361)
Pada umumnya orang tidka suka menghadapi
kenyataan hidup dan lebih suka membuai dirinya sendiri dalam sensasi-sensasi
palsu. Kebanyakan pula orang selalu mencari dan mengejar yangbelum pasti,
tetapi tidak mempersiapkan yang pasti, orang belum hidup dengan realitas hidup,
tetapi masih bersumber dari keinginan hidup. Ingin menjadi kaya, ingin mendapat
kedudukan maupun kemasyhuran , ingin selalu sehat maupun panjang umur, dan
setelah meninggal dunia ingin terlahir di alam surge. Inilah harapan atau
keinginan-keinginan yang wajar namun belum pasti terjadi.
Ada yang pasti, yang dapat membawa kemajuan
bagi kita, apakah itu ? Melakukan kebajikan dalam Dhamma. Dengan pelaksanaan
Dhamma, harapan atau keinginan yang wajar dapat diwujudkan. Namun, tidak
berhenti sampai di situ, karena hal-hal tersebut belum membebaskan kita
sepenuhnya dari noda-noda batin. Kondisi-kondisi baik itu harus kita jadikan
sarana untuk menunjang kebahagiaan yang tertinggi, yaitu bebas dari noda-noda
batin.
Pikiran yang selalu diarahkan keluar akan
menjadi salah satu penyebab ketidakpuasan. Tidak tercapai apa yang diharapkan
juga meruapakan rangkaian dari penderitaan. Semakin banyak keinginan, semakin
jauh pula dari kebahagiaan. Sangat tepat bahwa kebahagiaan dan penderitaan itu
ditentukan oleh pikiran. Karena kebahagiaan dan penderitaan serta banyak
hal-hal lainnya bersumber dari pikiran. Pikiran menjadi pusat atas kontak
antara indra dengan objeknya. Seperti kontak mata dengan wujud atau gambar,
telinga dengan suara, lidah dengan rasa, hidung dengan aroma, kulit dengan
sentuhan, dan pikiran dengan ide atau konsep. Semua inilah yang memunculkan
keinginan-keinginan hingga kita berbuat begini dan begitu.
Dari
masa ke masa, semua orang tentu ingin hidup bahagia, ingin mencapai kehidupan
yang lebih baik, dan sukses dalam segala hal. Sebaliknya, tidak ada satu orang
pun yang menginginkan penderitaan. Hidup ini selalu berproses atau mengalami
perubahan. Apa saja yang ada di alam semesta ini pasti akan berubah. Perubahan
dapat membawa kemunduran maupun kemajuan. Yang tidak mampu dapat berubah
menjadi hidup lebih baik, yang sukses dapat berubah menjadi gagal, yang jahat
dapat berubah menjadi baik, dan yang senang dapat berubah menjadi berduka.
Semua ini terus terjadi karena fenomena perubahan itu sendiri. Mengalami
kegagalan, kesusahan, dan jatuh dalam kesulitan merupakan hal yang wajar.Mengapa
demikian ?
Karena kehidupan ini tidak dapat terlepas
dari Delapan Kondisi Alam (atthalokadhamma), yaitu labha (mendapatkan), alabha
(tidak mendapatkan), yasa (berkedudukan), ayasa (tidak berkedudukan), ninda
(hujatan), pasamsa (sanjungan), sukha (kebahagiaan), dan dukkha (penderitaan).
Dan yang juga harus kita pahami bahwa kondisi-kondisi itu selalu berproses,
tidak tetap , dan berubah-ubah.
Bagi orang yang kurang bijaksana , dalam
kehidupan yang penuh makna ini memerlukan pandangan cerah untuk memahami
kebahagiaan itu sendiri. Kebahagiaan dan penderitaan itu merupakan dua hal yang
selalu berdampingan dengan kita, hanya saja kalau kebahagiaan menyenangkan
sedangkan penderitaan itu menyusahkan. Tergantung bagian mana yang timbul lebih
dominan. Sesungguhnya tidak perlu mencari yang sulit-sulit, yang aneh – aneh,
yang unik, atau pun yang mahal-mahal baru kita bisa merasa bahagia. Jika kita
ingin bahagia, mulailah sejak saat ini bersikap ramah dan lembut terhadap diri
sendiri juga terhadap lingkungan. Ketidaklekatan terhadap kesenangan-kesenangan
indra adalah salah satu faktor penting untuk memperoleh kebahagiaan karena
sebagian besar masalah hidup (penderitaan) disebabkan oleh kelekatan itu
sendiri. Melepas adalah penyebab kebahagiaan dan jalan menuju pencerahan. Tidak
melekat terhadap kesenangan-kesenangan yang bersifat duniawi adalah baik dan
patut dikembangkan. Namun, tidak melekat pada keduniawian di sini bukan berarti
harus pergi ke gua atau ke hutan menyepi dan mengasingkan diri. Tetapi hal itu
(ketidaklekatan) merupakan bentuk dari sebuah perjuangan atau usaha agar kita
memperoleh pembebasan.
Di jalan menuju kebahagiaan , kita melaju
melalu tingkatan yang berbeda-beda, mungkin sebagian orang menganggap
mempraktikkan sila belumlah sempurna sehingga tidak sedikit pula orang yang
menyepelekan praktik sila, padahal cukup ada kesempurnaan di sana.
Mengembangkan sila dan pengendalian diri yang lahir dari perilaku baik
merupakan titik awal kebahagiaan. Untuk memperoleh kebahagiaan orang harus
mencapai kesempurnaan sila dengan mengendalikan indra-indra. Minimal dengan
pelaksanaan lima latihan moral (pancasila) dalam keseharian. Saat indra-indra
menjadi lebih terkendali, kita mulai mengalami salah satu dari tingkatan
pertama kebahagiaan yang lahir dari pengendalian indra.
Jika kita melatih pengendalian indra,
kita akan mengalami sebuah hasil nyata yang sangat menyenangkan, murni, dan
indah. Sebuah kebahagiaan yang tenang, tentram, damai, dan hening. Ketika kita
mengembangkan pengendalian diri dan menjaga indra-indra dengan baik, maka
kesadaran akan mendapatkan ruang untuk tumbuh dan berkembang.
Waktu terus bergulir tanpa dapat
dihentikan, yakinlah bahwa semua kesulitan akan berlalu dengan seiringnya waktu
hingga akhir dari perjuangan dan mencapai hasil, yaitu kebahagiaan. Karena
kesuksesan dan kebahagiaan adalah milik orang yang mau berusaha dan tidak mudah
putus asa.
Ceramah oleh Bhikkhu
virasilo tanggal 30 September 2012.
Sumber : Berita
Dhammacakka No. 949 Tanggal 30 September 2012.
No comments:
Post a Comment