Berpikir
Bijak Menghadapi Kehidupan
Benda
yang kosong menimbulkan suara (bising), sedangkan yang penuh selalu tenang.
Orang dungu bagaikan tabung yang terisi setengah, orang bijak bagaikan kolam
dalam yang tenang. (Sutta Nipata 721)
Kehidupan adalah sebuah proses yang terus
bergerak secara dinamis. Kadang kita dihadapkan satu dilemma ketika harus
berhadapan dengan proses kehidupan dan bertanya dalam hati, “sebenarnya tujuan
hidup itu apa sih ?”
Mari kita merenung sejenak tentang
kehidupan ini. Sesungguhnya apa yang terjadi dengan kehidupan ii dan apa yang
harus kita lakukan ketika harus berhadapan dengan proses kehidupan ini? Akan
muncul banyak pandangan mengenai kehidupan ini. Ada yang memiliki pandangan
hidup adalah sekedar menjalani saja tergantung pada keagungan Yang Maha Esa.
Ada juga pandangan bahwa hidup ini harus diisi dengan kebaikan karena dengan
kebajikan kita akan mendapatkan banyak pahala yang besar. Banyak lagi jawaban
yang muncul ketikakita bertanya pada banyak orang tentang hal tersebut.
Bagaimana dengan ajaran Sang Buddha ?
Sebelum menguraikanapa yang diajarkan Buddha tentang kehidupan, alangkah
baiknya kita bertanya kembali tentang tujuan hidup. Saya sering bertanya
tentang tujuan hidup kepada umat dan jawaban mereka adalah berharap kehidupannya
bahagia. Mereka mengharapkan kebahagiaan dalam kehidupan ini. Mereka berharap
hidupnya sehat, usianya panjang dan berlimpah dalam keberuntungan dan materi.
Mereka menganggap dengan memiliki semua itu hidup mereka bahagia.
Pertanyaan berlanjut tentang apa yang
dirasakan setelah apa yang didapatkan itu hilang ? Misalnya sehat berubah
menjadi sakit, keberuntungan berubah menjadi kerugian, kekayaan hilang dan
berubah menjadi kemiskinan. Jawaban mereka adalah : sedih, kecewa, marah dan
reaksi negative yang lainnya. Mereka menyadari bahwa kebahagiaan yang mereka
rasakan ternyata tidak bertahan lama.
Kembali pada pertanyaan tentang apa yang
diajarkan Buddha dalam menghadapi kehidupan ini. Buddha mengajarkan untuk bisa
realistis menghadapi kehidupan ini. Kehidupan ini bukan hanya satu sisi saja,
tetapi ada dua sisi yang harus kita hadapi. Dua sisi itu adalah hal hal yang
kita anggap manis dan hal hal yang kita anggap pahit.
Guru Buddha tidak menampik bahwa ketika
seseorang sehat, dipuji dan beruntung, memiliki materi adalah kebahagiaan,
tetapi Beliau pun mengatakan bahwa kebahagiaan tersebut tidak bertahan lama.
Perubahan akan terjadi sewaktu-waktu dan kita tidak bisa menghindari perubahan
itu. Umumnya orang berharap bisa menggenggam erat apa yang sudah dimiliki yang
utamanya adalah hal-hal yang menyenangkan, dan juga menolak dengan keras ketika
harus berhadapan dengan hal yang tidak menyenangkan.. Saat itulah manusia jauh
dari kebahagiaan karena manusia batinnya menjadi kacau.
Realita hidup tidak bisadihindari, oleh
karena itu sesuai apa yang Sang Buddha Sabdakan, kita harus bisa berpikir bijak
menghadapi proses kehidupan ini. Apa yang harus kita lakukan ? Berikut adalah
langkah-langkah menghadapi kehidupan ini:
1.
Belajarlah dari pengalaman hidup
sekalipun dianggap pahit
2.
Jangan cemas menghadapi proses kehidupan
3.
Jangan sia-siakan hidup yang singkat ini
4.
Berpikirlah secara dhamma
5.
Jadikanlah Tiratana sebagai tempat untuk
berlindung
Langkah-langkah
tersebut jika dikembangkan akan menguatkan keyakinan kita ketika harus
berhadapan dengan proses kehidupan ini. Tidak ada lagi suasana ketakutan dalam
diri kita menghadapi kehidupan ini. Untuk mengembangkan dhamma tersebut
tidaklah mudah karena membutuhkan upaya dan juga terus mengebaluasidiri apa
yang sudah kita upayakan. Dhamma yang kita praktikkan akan mengubah cara
pandang kitamelihat kehidupan ini. Cara berpikir kita akan menjadi bijak
melihat kehidupan ini dan kita akan semakin dekat dengan kebahagiaan yang
sesungguhnya.
Sumber
: Berita Dhammacakka No. 1056 tgl 05 Oktober 2014
Oleh
Bhikkhu Abhayanando Thera
Dhammapada
XVI. 11-12
Kisah
Nandiya
Nandiya adalah seorang
kaya berasal dari Baranasi. Setelah mendengarkan khotbah Sang Buddha tentang
manfaat membangun vihara-vihara untuk para bhikkhu, Nandiya membangun Vihara Mahavihara
di Isipatana. Bangunan tersebut dipersembahkan kepada Sang Buddha, sebuah rumah
besar muncul untuk Nandiya di alam surga Tavatimsa.
Suatu hari, ketika Maha
Moggallana Thera mengunjungi alam surga Tavatimsa, dia melihat sebuha rumah
besar diperuntukkan bagi pendana Vihara Mahavihara di Isipatana.
Setelah kembali dari
alam surge Tavatimsa, Maha Moggallana Thera bertanya kepada Sang Buddha
:”Bhante, untuk mereka yang melakukan perbuatan baik, apakah mereka akan
mempunyai rumah besar dan kekayaan lain tersedia di alam surga meskipun mereka
masih hidup di dunia ini ?
KEpadanya Sang Buddha
berkata : “”Anak-Ku, mengapa kamu bertanya hal itu ? Apakah kamu tidak melihat
rumah besar dan kekayaan menunggu untuk Nandiya di alam surge Tavatimsa ? Para
dewa menunggu kedatangan dari orang yang berbuat baik dan dermawan, seperti
sebuah keluarga menunggu kembalinya seseorang yang telah lama berpergian.
Ketiak orang baik meninggal dunia, mereka disambut dengan gembira untuk tinggal
di alam surge.”
Kemudian Sang Buddha
membabarkan syair Dhammapada 219 dan 220 berikut :
“Setelah lama seseorang
pergi jauh dan kemudian pulang ke rumahdengan selamat, maka keluarga, kerabat,
dan sahabat akan menyambutnya dengan senang hati.
Begitu juga
perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan akan menyambut pelakunya yang
telah pergidari dunia ini ke dunia selanjutnya, seperti keluarga yang menyambut
pulangnya orang tercinta.“
Sumber : Dhammapada
Atthakatha – Kisah-kisah Dhammapada.
No comments:
Post a Comment