Pasang Iklan Di Sini

Friday, March 13, 2015

Ceramah Dhamma (25) : Berpikir Bijak Menghadapi Kehidupan

Berpikir Bijak Menghadapi Kehidupan
Benda yang kosong menimbulkan suara (bising), sedangkan yang penuh selalu tenang. Orang dungu bagaikan tabung yang terisi setengah, orang bijak bagaikan kolam dalam yang tenang. (Sutta Nipata 721)

      Kehidupan adalah sebuah proses yang terus bergerak secara dinamis. Kadang kita dihadapkan satu dilemma ketika harus berhadapan dengan proses kehidupan dan bertanya dalam hati, “sebenarnya tujuan hidup itu apa sih ?”

      Mari kita merenung sejenak tentang kehidupan ini. Sesungguhnya apa yang terjadi dengan kehidupan ii dan apa yang harus kita lakukan ketika harus berhadapan dengan proses kehidupan ini? Akan muncul banyak pandangan mengenai kehidupan ini. Ada yang memiliki pandangan hidup adalah sekedar menjalani saja tergantung pada keagungan Yang Maha Esa. Ada juga pandangan bahwa hidup ini harus diisi dengan kebaikan karena dengan kebajikan kita akan mendapatkan banyak pahala yang besar. Banyak lagi jawaban yang muncul ketikakita bertanya pada banyak orang tentang hal tersebut.

      Bagaimana dengan ajaran Sang Buddha ? Sebelum menguraikanapa yang diajarkan Buddha tentang kehidupan, alangkah baiknya kita bertanya kembali tentang tujuan hidup. Saya sering bertanya tentang tujuan hidup kepada umat dan jawaban mereka adalah berharap kehidupannya bahagia. Mereka mengharapkan kebahagiaan dalam kehidupan ini. Mereka berharap hidupnya sehat, usianya panjang dan berlimpah dalam keberuntungan dan materi. Mereka menganggap dengan memiliki semua itu hidup mereka bahagia.

      Pertanyaan berlanjut tentang apa yang dirasakan setelah apa yang didapatkan itu hilang ? Misalnya sehat berubah menjadi sakit, keberuntungan berubah menjadi kerugian, kekayaan hilang dan berubah menjadi kemiskinan. Jawaban mereka adalah : sedih, kecewa, marah dan reaksi negative yang lainnya. Mereka menyadari bahwa kebahagiaan yang mereka rasakan ternyata tidak bertahan lama.

      Kembali pada pertanyaan tentang apa yang diajarkan Buddha dalam menghadapi kehidupan ini. Buddha mengajarkan untuk bisa realistis menghadapi kehidupan ini. Kehidupan ini bukan hanya satu sisi saja, tetapi ada dua sisi yang harus kita hadapi. Dua sisi itu adalah hal hal yang kita anggap manis dan hal hal yang kita anggap pahit.

      Guru Buddha tidak menampik bahwa ketika seseorang sehat, dipuji dan beruntung, memiliki materi adalah kebahagiaan, tetapi Beliau pun mengatakan bahwa kebahagiaan tersebut tidak bertahan lama. Perubahan akan terjadi sewaktu-waktu dan kita tidak bisa menghindari perubahan itu. Umumnya orang berharap bisa menggenggam erat apa yang sudah dimiliki yang utamanya adalah hal-hal yang menyenangkan, dan juga menolak dengan keras ketika harus berhadapan dengan hal yang tidak menyenangkan.. Saat itulah manusia jauh dari kebahagiaan karena manusia batinnya menjadi kacau.

      Realita hidup tidak bisadihindari, oleh karena itu sesuai apa yang Sang Buddha Sabdakan, kita harus bisa berpikir bijak menghadapi proses kehidupan ini. Apa yang harus kita lakukan ? Berikut adalah langkah-langkah menghadapi kehidupan ini:
1.      Belajarlah dari pengalaman hidup sekalipun dianggap pahit
2.      Jangan cemas menghadapi proses kehidupan
3.      Jangan sia-siakan hidup yang singkat ini
4.      Berpikirlah secara dhamma
5.      Jadikanlah Tiratana sebagai tempat untuk berlindung

      Langkah-langkah tersebut jika dikembangkan akan menguatkan keyakinan kita ketika harus berhadapan dengan proses kehidupan ini. Tidak ada lagi suasana ketakutan dalam diri kita menghadapi kehidupan ini. Untuk mengembangkan dhamma tersebut tidaklah mudah karena membutuhkan upaya dan juga terus mengebaluasidiri apa yang sudah kita upayakan. Dhamma yang kita praktikkan akan mengubah cara pandang kitamelihat kehidupan ini. Cara berpikir kita akan menjadi bijak melihat kehidupan ini dan kita akan semakin dekat dengan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Sumber : Berita Dhammacakka No. 1056 tgl 05 Oktober 2014
Oleh Bhikkhu Abhayanando Thera

Dhammapada XVI. 11-12
Kisah Nandiya
Nandiya adalah seorang kaya berasal dari Baranasi. Setelah mendengarkan khotbah Sang Buddha tentang manfaat membangun vihara-vihara untuk para bhikkhu, Nandiya membangun Vihara Mahavihara di Isipatana. Bangunan tersebut dipersembahkan kepada Sang Buddha, sebuah rumah besar muncul untuk Nandiya di alam surge Tavatimsa.
Suatu hari, ketika Maha Moggallana Thera mengunjungi alam surge Tavatimsa, dia melihat sebuha rumah besar diperuntukkan bagi pendana Vihara Mahavihara di Isipatana.

Setelah kembali dari alam surge Tavatimsa, Maha Moggallana Thera bertanya kepada Sang Buddha :”Bhante, untuk mereka yang melakukan perbuatan baik, apakah mereka akan mempunyai rumah besar dan kekayaan lain tersedia di alam surge meskipun mereka masih hidup di dunia ini ?
KEpadanya Sang Buddha berkata : “”Anak-Ku, mengapa kamu bertanya hal itu ? Apakah kamu tidak melihat rumah besar dan kekayaan menunggu untuk Nandiya di alam surge Tavatimsa ? Para dewa menunggu kedatangan dari orang yang berbuat baik dan dermawan, seperti sebuah keluarga menunggu kembalinya seseorang yang telah lama berpergian. Ketiak orang baik meninggal dunia, mereka disambut dengan gembira untuk tinggal di alam surge.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair Dhammapada 219 dan 220 berikut :

“Setelah lama seseorang pergi jauh dan kemudian pulang ke rumahdengan selamat, maka keluarga, kerabat, dan sahabat akan menyambutnya dengan senang hati.
Begitu juga perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan akan menyambut pelakunya yang telah pergidari dunia ini ke dunia selanjutnya, seperti keluarga yang menyambut pulangnya orang tercinta.“

Sumber : Dhammapada Atthakatha – Kisah-kisah Dhammapada.





No comments:

Post a Comment