MENJADI
MANUSIA YANG BERKUALITAS DDENGAN MENGEMBANGKAN RASA MALU DAN TAKUT
Dveme,
Bhikkhave, Dhamma Sukka Lokam Palenti.
Katame
dve ? Hiri ca ottappanca
Para
bhikkhu, dua hal ini baik secara moral melindungi dunia.
Apakah
yang dua itu ? Malu dan takut. (Cariya Sutta – Anguttara Nikaya)
Dalam beberapa kasus terutama berhubungan
dengan hal yang baik, rasa malu dan takut merupakan suatu rintangan yang mesti
dihilangkan. Misalnya, seseorang yang belum terbiasa tampil di depan banyak
orang, lalu diminta untuk memimpin puja bakti atau diminta berbicara di depan
umum. Tentunya rasa kurang percaya diri seperti malu dan takut akan muncul di
benaknya. Hal ini karena merasakhawatir apabila melakukan kesalahan terhadap
apa yang akan dilakukan. Pada kondisi seperti ini adalah hal yang wajar apabila
rasa malu dan takut akan mempengaruhi pikirannya. Sehingga Ia harus berusaha
untuk meredam bahkan melenyapkan perasaan malu dan takut tersebut.
Namun demikian, bukan berarti kita tidak
memerlukan perassaan malu dan takut. Justru rasa malu dan takut sangat penting
untukk dikembangkan terutama di zaman yang serba canggih seperti sekarang ini.
Yang arus perubahan modern telah membawa manusia pada tingkat kemajuan
material, yang semuanya serba canggih dan praktis. Sehingga rasa malu dan takut
sangat perlu untuk dikembangkan terutama saat seseorang berniat melakuakn hal yang kurang baik.
Perasaan malu dalam bahasa Pali disebut Hiri,
sikap batin yang merasa malu bila melakuakn kesalahan atau kejahatan. Sedangkan
takut atau perasaan takut disebut Ottappa
yang artinya enggan berbuat salah atau jahat, sikap batin yang enggan atau
takut akan akibat perbuatan salah atau jahat , baik melalui pikiran, ucapan,
maupun perbuatan jasmani.
Lawan dari Hiri dan Ottappa adalah Ahirika yaitu tidak malu bertindak
keliru atau jahat di mana memiliki karakteristik tidak adanya perasaan malu
pada perilaku yang tak terpuji baik secara fisik maupun mental dan anottappa
yaitu tidak takut bertindak keliru atau kesembronoan moral dimana tiak adanya
rasa takut terhadap konsekuensi dari perilaku tak terpuji tersebut; keduanya
bermanifestasi berupa tidak menghindari kejahatan serta kurangnya penghargaan
terhadap diri sendiri dan orang lain.
Jika dalam masyarakat seseorang hidup
tanpa rasa malu bertindak keliru (ahirika)
serta tidak takut bertindak keliru (anottappa),
maka ia akan menjalani hidup ini dengan seenaknya sendiri, sembrono, sulit
diatur / egois. Ia sudah tidak mempedulikan hal dilakukan baik / buruk, membawa
manfaat atau tidak, yang penting dia senang, tidak peduli dengan orang lain
suka atau tidak. Mengapa demikian ? Karena orang seperti ini tidak memiliki
rasa malu; malu akan pebuatannya dan tidak memikirkan konsekuensi yang akan
diterima. Dan ini akan merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Tidak sulit kita temukan contoh-contoh
yang terjadi di masyarakat, yang diberitakan di media masa baik elektronik
maupun media cetak. Dimana seseorang yang karena tidak memiliki rasa malu dan
takut akan akibat perbuatannya, melakukan tindakan criminal yang merugikan
orang lain seperti ayah memperkosa anak sendiri, anak membunuh orang tua, kakek
memperkosa cucu, pencurian sepeda motor, narkoba, dan kasus-kasus yang lainnya.
Tentu seseorang yang sudah tidak memiliki
Hiri dan Ottappa tidak akan memperhatikan norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Tidak merasa malu akan perbuatannya yang tercela dan tidak takut
akan akibat dari perbuatannya. Yang pada akhirnya orang-orang seperti ini hanya
akan menjadi sampah masyarakat. Hal ini sesuai dengan apa yang disabdakan Sang
Buddha dalam Vasala Sutta, Sutta Nipata “Na
jacca vasalo hoti, na jacca hoti brahmano. Kammuna vasalo hoti, kammuna hoti
brahmano. Seseorang tidak rendah karena kelahiran , kelahiran tidak membuat
seseorang mulia. Perbuatan sajalah yang membuat seseorang rendah, perbuatan
sajalah yang membuat seseorang mulia.”
Bisa kita bayangkan , jika setiap orang
tidak memiliki rasa malu dan takut, dunia ini akan menjadi kacau, kejahatan
akan semakin merajarela, kriminalitas akan semakin banyak. Rasa hormat kepada
orang yang lebih tua akan terabaikan. Hal ini sesuai dengan sabda Sang Buddha
dalam Ittivutaka maupun Cariya
Sutta-Anguttara Nikaya “ Ada dua hal yang jelas, oh para Bhikkhu,untuk
melindungi dunia. Hiri dan Ottappa (malu dan takut), bia kedua hal
ini tidak menjadi pelindung dunia, maka seseorang tidak menghargai ibunya,
tidak menghargai bibinya, tidak menghargai kakak iparnya, tidak menghargai
istri gurunya … “
Hiri dan Ottappa disebut juga Dhamma pelindung
dunia (Lokapala). Jik asetipa orang
di dunia ini selalu mengembangkan rasa Hiri dan Ottappa maka tidak akan ada
tindakan yang membuat kerugian bagi orang lain seperti pembunuhan, pencurian,
pemerkosaan, berbohong, dan tindakan-tindakan buruk lainnya. Karena merasa malu
untuk berbuat hal yang tidak baik dan takut akan akibat dari perbuatannya.
Dengan menyadari hal ini, hendaknya
seseorang menanamkan perasaan malu untuk melakukan perbuatan jahat dan takut
akan akibat dari perbuatan jahat itu sendiri, yang diawali dari hal sederhana
dan kecil namun benar-benar dilakukan dalam praktik. Contoh : “Berbohong”
berbohong adalah perbuatan buruk melalui ucapan yang mengakibatkan orang lain
menjadi tertipu atas kata-kata yang kita sampaikan. Perbuatan buruk ini
kelihatannya memang kecil dan sepele, namun kalau hal it uterus menerus
dilakukan akan menjadi suatu kebiasaan yang tidak baik dan merugikan banyak
pihak. Suatu perbuatan buruk apabila dilakukan dengan penuh kesadaran, dan
kesengajaan dengan niat menipu atau mengelabui orang lain, maka hal ini akan
menimbulkan akibat buruk pula bagi pelaku itu sendiri. Tetapi apabila perbuatan
baik yang dilakukan, berusaha untuk selalu berkata jujur dan benar dengan tidak
ada niat yang jahat maka sebagai akibat dari perbuatan itu dia akan mendapatkan
kemajuan dan kebahagiaan.
Hiri dan Ottappa selain sebagai pelindung dunia (Lokapala).
Juga dapat menunjang dalam pelaksanaan sila atau moralitas.
Memiliki perasaan malu berbuat jahat (Hiri) :
1. Karena merasa malu bila kelak disebut
sebagai seorang yang kejam, akan berusaha menghindari pembunuhan dan
penganiayaan;
2. Karena malu kelak dijauhi oleh
teman-teman dalam pergaulan, akan berusaha menghindari pencurian;
3. Karena malu bila kelak diperguncingkan
orang-orang, kita menghindari perbuatan asusila;
4. Karena malu bila kelak kata-kata kita
tidak didengar orang lagi, kita menghindari kata-kata dusta;
5. Karena malu bila kelak kita
dikategorikan pemabuk, kita menghindari alkohol dan minuman atau makanan yang
memabukkan.
Memiliki perasaan takut akibat perbuatan
jahat (Ottappa) :
1.
Karena takut kelaj akan lahir di neraka,
sakit-sakitan atau berusia pendek, kita menghindari pembunuhan dan
penganiayaan;
2.
Karena takut masuk penjara, kita
menghindari pencurian.
3.
Karena takut mendapat banyak musuh, kita
menghindari perbuatan asusila;
4.
Karena takut dicontoh anak-anak, kita
menghindari kata-kata dusta;
5. Karena takut wataknya dicela orang, kita
menghindari alkohol dan minuman atau makanan yang memabukkan.
Dengan berupaya memahami serta
mempraktikan Dhamma seperti yang telah diuraikan di atas, maka perasaan malu
untuk berbuat buruk (Hiri) dan takut
akan akibat perbuatan buruk (Ottappa)
tersebut, akan muncul dan berkembang dalam diri kita.
Ceramah oleh Bhikkhu
Indadharo Tanggal 19 Mei 2013.
Sumber : Berita
Dhammacakka No. 982 Tanggal 19 Mei 2013.
No comments:
Post a Comment