Pasang Iklan Di Sini

Friday, March 13, 2015

Ceramah Dhamma (20) : PASANGAN YANG IDEAL

PASANGAN YANG IDEAL

Kalena Dhammassavanam Etammangalamuttaman’ti

Mendengarkan Dhamma pada waktu yang sesuai,
Itulah berkah utama.
(Mangala Sutta, Khuddaka Nikaya, Khuddhakapatha)

      Saat ini adalah saat yang tepat untuk mendengarkan Dhamma, sangat penting sekali bagi kita untuk belajar Dhamma. Karena dengan belajar Dhamma kita dapat mengerti hal-hal yang baik dan berguna serta hal-hal yang tidak baik dan tidak berguna, sehingga hidup kita akan semakin bijaksana. Manfaat dari mendengarkan Dhamma antara lain ; dapat menambah pengetahuan tentang hal-hal yang bellum pernah didengar, hal-hal yang pernah didengar sebelumnya akan semakin jelas, menghilangkan keragu-raguan , memberikan pengertian benar, serta membuat pikiran menjadi tenang dan bahagia.

      Masyarakat Buddhis ada dua kelompok yaitu : kelompok masyarakat Buddhis yang menjalani kehidupan duniawi sebagai upasaka dan upasika dan kelompok masyarakat Buddhis yang meninggalkan kehidupan duniawi menjadi Bhikkhu atau samanera.

      Uraian ini diberikan khusus bagi para perumah tangga yang ingin menjalani kehidupan berumah tangga, menjadi suami istri yang bahagia dalam kehidupan ini dan kehidupan berikutnya. Dalam petikan Anguttara Nikaya kelompok empat dijelaskan :

      Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berada di jalan antara Madhura dan Veranja. Pada saat itu sejumlah perumah tangga dan istri mereka berjalan di jalan yang sama. Kemudian, Sang Buddha meninggalkan jalan itu dan duduk di kaki sebuah pohon. Melihat Sang Buddha sedang duduk, para perumah tangga dan istri mereka mendatangi Beliau. Setelah memberikan hormat, mereka duduk di satu sisi dan Sang Buddha berkata kepada mereka :

Perumah tangga, ada empat jenis pernikahan.

1.      Raksasa hidup bersama raksasi
Dalam pasangan ini, sang suami adalah orang yang membunuh mahluk lain, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan perilaku seksual yang tidak benar, berbicara bohong, dan bermanja-manja dalam minuman anggur, minuman keras dan zat yang bersifat racun, yang merupakan landasan kelalaian; dia tidak bermoral, berwatak buruk; dia berdiam di rumah dengan hati yang terobsesi noda kekikiran; dia melecehkan dan menghina petapa dan brahmana. Dan sang istri persis sama dalam semua hal.

2.      Raksasa hidup bersama dengan dewi
Dalam pasangan ini, sang suami adalah orang yang membunuh mahluk lain, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan perilaku seksual yang tidak benar, berbicara bohong , dan bermanja-manja dalam minuman anggur, minuman keras dan zat yang bersifat racun, yang merupakan landasan kelalaian ; dia tidak bermoral, berwatak buruk; dia berdiam di rumah dengan hati yang terobsesi noda kekikiran; dia melecehkan dan menghina petapa dan brahmana. Tetapi sang istri adalah orang yang menjauhkan diri dari membunuh mahluk lain, tidak mengambil apa yang tidak diberikan, tidak melakukan perilaku seksual yang tidak benar, tidak berbicara bohong, dan tidak bermanja-manja dalam minuman anggur, minuman keras dan zat yang bersifat racun, yang merupakan landasan kelalaian; dia luhur, berwatak baik; dia berdiam di rumah dengan hati yang bebass dari noda kekikiran; dia tidak melecehkan atau menghina petapa dan brahmana.

3.      Dewa hidup bersama raksasi
Dalam pasangan ini , sang suami adalah orang yang menjauhkan diri dari membunuh mahluk lain, tidak mengambil apa yang tidak diberikan, tidak melakukan perilaku seksual yang tidak benar, tidak berbicara bohong, dan tidak bermanja-manja dalam minuman anggur, minuman keras dan zat yang bersifat racun, yang merupakan landasan kelalaian; dia luhur, berwatak baik; dia berdiam di rumah dengan hati yang bebass dari noda kekikiran; dia tidak melecehkan atau menghina petapa dan brahmana. Tetapi sang istri adalah orang yang berperilaku sebaliknya.

4.      Dewa hidup dengan dewi
Dalam pasangan ini , sang suami adalah orang yang menjauhkan diri dari membunuh mahluk lain, tidak mengambil apa yang tidak diberikan, tidak melakukan perilaku seksual yang tidak benar, tidak berbicara bohong, dan tidak bermanja-manja dalam minuman anggur, minuman keras dan zat yang bersifat racun, yang merupakan landasan kelalaian; dia luhur, berwatak baik; dia berdiam di rumah dengan hati yang bebass dari noda kekikiran; dia tidak melecehkan atau menghina petapa dan brahmana. Dan sang istri persis sama dalam semua hal.

Pasangan Yang Ideal
      Setelah menyimak uraian empat jenis pernikahan di atas, maka yang paling ideal adalah pernikahan yang nomor empat, yaitu dewa hidup dengan dewi. Ketika sepasang suami istri menjalani kehidupan berkeluarga yang harmonis, rukun, sejahtera, dan bahagia, tak jarang mereka mengharapkan untuk dapat bertemu kembali dalam kelahiran berikutnya. Untuk menciptakan keluarga yang ideal, lebih lengkapnya dijelaskan oleh Sang Buddha dalam petikan Anguttara Nikaya kelompok empat :

      “Perumah tangga, jika suami dan istri ingin tidak berpisah selama kehidupan ini masih berlangsung dan di dalam kehidupan yang akan datang juga, mereka harus memiliki keyakinan, yang sama, moralitas yang sama, kedermawanan yang sama, kebijaksanaan yang sama; dengan demikian mereka tidak akan berpisah selama kehidupan ini masih berlangsung dan di dalam kehidupan mendatang juga.”

      “Bila keduanya memiliki keyakinan dan kedermawanan, memiliki pengendalian diri, menjalani kehidupan yang benar, mereka datang bersama sebagai suami dan istri, penuh cinta kasih satu sama lain. Banyak berkah datang kepada mereka, mereka hidup bersama di dalam kebahagiaan, musuh-musuh mereka dibiarkan merana, bila keduanya setara moralitasnya. Setelah hidup sesuai Dhamma di dunia ini, setara dalam moralitas dan ketaatan, mereka bersuka cita di alam dewa setelah kematian, menikmati kebahagiaan yang melimpah.”

Ceramah oleh Bhikkhu Hemadhammo tanggal 23 November 2014.
Sumber : Berita Dhammacakka No. 1063 tanggal 23 November 2014.






No comments:

Post a Comment