KATA-KATA
YANG INDAH
Yo
ca gatha satam bhase, anatthapadassamhita
Ekam
dhammapadam seyyo, yam sutva upasammati
Daripada
seribu bait syair yang tak bermanfaat, adalah lebih baik satu kata Dhamma yang
dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya
(Dhammapada
102)
Dalam kehidupan kita, tentunya di sini
kita memerlukan komunikasi dengan yag lainnya karena kita hidup dalam
lingkungan masyarakat. Bermacam-macam komunikasi yang kita lakukan dengan
mereka, dan paling sering kiita gunakan adalah dengan menggunakan kata-kata
atau berbicara. Lewat pembicaraan inilah maka kita akan mengerti antara satu
dengan yang lainya.. Tetapi jika pembicaraan ini tidak dilakukan dengan baik
maka juga akan mendatangkan bencana pada diri kita sendiri. Maka dari itu jika
kita melakukan pembicaraan dengan orang lain juga harus hati-hati, bermanfaat
dan mempunyai tujuan, tentunya tujuan yang baik. Tetapi dalam masyarakat pada
umumnya yang dilakukan malah sebaliknya. Di sini kita tentu bisa membedakan
antara Tonggeret dan Ayam Jago. Hewan Tonggeret ini setiap saat dia berbunyi
dan bunyinyapun memekakkan telinga, tetapi kita tidak tau apa makna dari bunyi
Tonggeret tersebut atau bisa juga memang tidak ada artinya. Hal ini berbeda
dengan yang Ayam Jago lakukan, tentunya kita tau ketika malam sudah sangat
larut dan jika ada Ayam Jago ini berkokok maka ini menandakan pagi akan segera
tiba, dan Ayam Jago ini juga tidak setiap saat berkokok, tetapi jika Ayam Jago
ini berkokok pasti ada makna tertentu. Oleh karena itu disini kita sepatutnya
menghindari pembicaraan yang tidak ada manfaatnya. Jika kita banyak bicara dan
tidak ada tujuan tertentu yang baik, maka dapat menyebabkan :
1.
Musavada : berbohong.
2.
Pisunavaca : Memfitnah, membicarakan
hal-hal yang jelek dari orang lain.
3.
Pharusavaca : Ucapan dan kata-kata
kasar.
4.
Samphapalapa : Omong kosong dan
pembicaraan yang tidak berguna.
Keempat hal inilah yang akan dihasilkan
oleh mereka yang suka berbicara tanpa tujuan yang jelas dan tidak bermanfaat
atau seringkali juga orang-orang tersebut bukannya mengajarkan yang baik pada
lingkungan setempat malah sebaliknya. Keempat hal ini juga yang harus kita
kikis atau tidak kita lakukan dalam kehidupan kita, karena keempat hal ini akan
membawa kemerosotan dalam kehidupan kita. Tetapi dengan mengikis empat hal itu
kita juga mengembangkan ucapan yang baik. Dalam Anguttara Nikaya, Sang Buddha
mengatakan “Jika ucapan memiliki lima tanda, para bhikkhu, berarti ucapan itu
disampaikan dengan baik, tidak disampaikan dengan buruk, tak ternoda dan tak
tercela oleh para bijaksana. Apakah lima tanda ini .. ? Itulah ucapan yang
tepat waktu, benar, lembut, bertujuan dan diucapkan dengan pikiran yang
dipenuhi cinta kasih”.
1.
Tepat Waktu
Artinya
bahwa sebuah ucapan yang baik adalah sesuai dengan kondisi. Terkadang kita
dalam berucap tidak sesuai dengan kondisi walaupun ucapan tersebut tidak
bermaksud buruk, mungkin saja menyinggung seseorang. Contohnya adalah seseorang
yang sedang dalam keadaan dipengaruhi emosi negative (marah) terkadang kita
malah menyiram minyak pada api, walaupun kita bermaksud untuk menenangkan orang
tersebut. Biasanya hal tersebut terjadi karena mungkin masalah tersebut
berhubungan dengan kita. Jadi Sang Buddha mengajarkan bahwa kita perlu waspada
dalam ucapan agar sesuai dengan kondisi dan tepat waktu.
2.
Benar (sesuai dengan kenyataan)
Ucapan
inilah yang paling sulit kita lakukan. Kecenderungan kita adalah berucap sesuai
dengan apa yang kita inginkan. Kita cenderug akan mengucapkan sesuatu dengan
membelokkannya sadar ataupun tidak sadar. Ada sebuah berita cerita dimana
seorang penganut Buddha ingin meyakinkan temannya dalam belajar ajaran Buddha
dengan mengatakan bahwa vihara yang ia kunjungi begitu ramai, berjumlah
ratusan. Padahal kenyataannya hanya sekitar 80. Ia tanpa sadar telah membuat
ucapan tidak benar , walaupun halus. Secara psikis hal tersebut akan bertumpuk
menjadi sesuatu yang biasa dan dianggap “benar”. Buddha mengajarkan bahwa tidak
ada kebenaran di balik ucapan yang tidak jujur, melebih-lebihkan ,
mengurang-ngurangkan. Ucapan harus apa adanya. Jika memang 80 orang, katakan 80
orang. Jangan 30 atau 100 orang.
3.
Lembut
Artinya
di sini adalah ucapan yang tanpa bersifat keras atau beremosi negative.
Seringkali kita tanpa sadar terbawa oleh kata-kata kasar. Lembut juga
mengandung makna halus. Artinya biasakan diri kita dengan berucap lembut dan
tenang. Pikirkan dahulu akibat dari ucapan yang akan kita keluarkan.
Bahasa-bahasa kasar maupun tidak senonoh sebaiknya tidak kita ucapkan.
4.
Bertujuan
Jelas
sebuah ucapan menjadi bermakna ketika mempunyai tujuan atau alasan di balik
ucapan yang kita lakukan. Bertujuan juga mengindikasikan ada manfaat dari
ucapan yang kita lakukan. Ketika melihat teman sedang lesu, dengan ucapan kita
dapat menyemangatinya. Atinya ucapan tersebut memang bertujuan untuk membantu.
Sesuatu yang positif dan sangat dianjurkan oleh Buddha dalam melatih diri
mencapai kedamaian. Seringkali kita menjadi korban ucapan tidak bermakna yang
kita dengar dari televise. Kita menjadi perantara ucapan tidak bermakna. Gosip
tentang artis kita lakukan padahal tidak bermanfaat. Malah bisa jadi kita
menyebarkan sesuatu yang tidak benar dengan gossip. Sehingga bukan lagi ucapan
kosong, namun telah menjadi ucapan yang memfitnah dan telah melanggar sila ke-4
Pancasila Buddhis.
5.
Berdasarkan Cinta Kasih
Ucapan
ini lebih merupakan wujud pikiran yang dipenuhi cinta kasih. Jadi dengan
landasan bagi kebahagiaan seseorang , kita melakukan sebuah ucapan. Bukan
dengan kebencian sebuah ucapan kita lakukan. Sang Buddha menyadari betapa
pentingnya cinta kasih bagi setiap orang sehingga dalam wujud ucapan pun, cinta
kasih dapat dipancarkan. Kata-kata yang menyejukkan seseorang, menenangkan
seseorang, membahagiakan seseorang, membangkitkan seseorang adalah wujud ucapan
yang berdasarkan cinta kasih.
Ucapan benar mengandung
ke-5 aspek tersebut. Ketika kita ingin melatih diri untuk mendapatkan
kebahagiaan sejati dan kedamaian, ucapan benar merupakan sebuah aspek yang
sangat penting. Ucapan benar harus kita sempurnakan karena merupakan salah satu
dari Jalan Mulia Berunsur Delapan yang menuntun kita menuju kebahagiaan sejati
atau Nibbana.
Ceramah oleh Bhikkhu
Silanando tanggal 21 Oktober 2012.
Sumber : Berita
Dhammacakka No. 952 tanggal 21 Oktober 2012.
No comments:
Post a Comment