MAKNA
“ CINTA “ YANG SESUNGGUHNYA
Salah satu cerita yang cukup menarik bagi
manusia dalam hidup ini adalah tentang cinta. Kata “ Cinta “ telah menjadi
bagian dan aspek integral kehidupan manusia. Masalah percintaan ini selalu
menjadi topik yang dominan dalam setiap budaya manusia di segala zaman.
Cinta memberikan perasaan yang
bermacam-macam. Ada rasa senang, gembira, bahagia. Namun tidak jarang, Cinta
juga bisa membuat kita sedih, kecewa, bahkan ada yang frustasi (sampai-sampai
bunuh diri). Di dalam Dhamma, cinta kasih adalah termasuk dalam salah satu
sifat mulia. Akan tetapi, seperti yang telah dikatakan di atas, cinta juga bisa
membuat derita.
Konsep Cinta menurut Agama Buddha Cinta
diartikan sebagai perasaan suka atau ebnar-benar saying kepada seseorang yaitu
baik kepada pasnagan hidup, pacar, sahabat, orangtua, dan lain sebagainya.
Merujuk dari arti kata tersebut “Cinta” hanya kepada orang-orang tertentu saja
, bukan perasaan cinta kepada semua mahluk. Dalam pandangan umum, Cinta adalah
sebuah kata yang sangat dipuja-puja. Terutama oleh pasangan muda-mudi yang
sedang kasmaran. Dalam agama Buddha cinta diartikan bukan terbatas hanya pada
orang-orang tertentu saja tetapi cinta yang benar-benar “Cinta”, Cinta yang
universal. Cinta kasih yang tidak terbatas kepada semua mahluk.
Pembahasan konsep cinta yang ideal dalam
Buddha Sasana berhubungan dengan pencapaian tujuan akhir dari umat Buddha,
yaitu Pembebasan dari Dukkha (ketidakpuasan). Metta merupakan bagian pertama
dari Kediaman Luhur atau Brahma Vihara, juga merupakan yang pertama dari Lima
Sifat Mulia / Panca Dhamma, serta Metta juga merupakan salah satu dari Arakkha Kammatthana (Meditasi
Pelindung). Metta / cinta kasih yang bersifat universal , tidak terbatas serta
tanpa pamrih. Metta sebagai landasan untuk mencapai pembebasan selalu ditenakan
oleh Sang Tathagata. Di dalam berbagai kesempatan Sang Bhagava mengajarkan pada
para siswanya agar selalu mengembangkan metta dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti apa yang dijelaskan oleh Sang Tathagata dalam Metta Bhavanasutta;
Ittivutaka. Sang Bhagava mengatakan pada para bhikkhu sebagai berikut : “Para
bhikkhu, apapun jenis, apapun alasan untuk berbuat tindakan berjasa, semuanya
tidak dapat menyamai seperenambelas bagian dari pembebasan pikiran lewat metta.
Pembebasan batin lewat metta melebihi mereka, lebih cemerlang, gemerlap serta
bercahaya … (diibaratkan rembulan purnama yang bercahaya lebih terang jika
dibandingkan dengan cahaya bintang yang redup)”. Begitulah kekuatan dari metta
yang melebihi mereka dari perbuatan berjasa , yang tidak hanya lebih dari
seperenambelas dari nilai akan metta.
Cara
Mengembangkan Cinta Tanpa Syarat (Metta)
Di dalam Dhamma, apa
yang telah dibabarkan oleh Sang Tathagata. Terdapat cara-cara ataupun metode
untuk pengembangan Metta, yaitu :
1. Tevijja Sutta; Digha Nikaya.
Menjelaskan
bagiaman cara mengembangkan Metta ke sepuluh penjuru / arah, yaitu : Barat,
Barat Laut, Utara , Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Atas, dan
Bawah.
Contohnya
: Dengan bantuan kata-kata perenungan yang diucapkan secara terus – menerus
serta diresapi “ Semoga semua mahluk yang berada di arah Barat dapat
Berbahagia, bebas dari penderitaan jasmani dan batin, bebas dari permusuhan,
bebas dari kebencian, bebas dari kesulitan apapun, semoga smeua mahluk yang
berada di arah Barat dapat mempertahankan kebahagiaan yang telah mereka
peroleh”. Selanjutnya Metta dipancarkan kepada semua mahluk yang berada di
arah-arah lain. Metode / cara pengembangan seperti ini (kesepuluh penjuru)
disebut Disapharana.
2. Patisambhidamagga ; Khuddaka
Nikaya.
Menjelaskan
bagaimana cara mengembangkan Metta, yaitu
Odisapharana,
Metta dipancarkan dengan spesifikasi tertentu, seperti semua wanita (sabba
itthiyo), semua pria (sabbe purisa), semua orang suci (sabbe ariya), semua
orang yang belum suci (sabbe anariya), semua dewa (sabbe deva), semua manusia
(sabbe manussa), semua yang tidak berbahagia (sabbe vinipatika), dll. Contohnya
: “Semoga semua wanita dapat berbahagia, bebas dari penderitaan jasmani dan
batin, bebas dari permusuhan, bebas dari kebencian, bebas dari kesulitan
apapun, semoga semua wanita dapat mempertahankan kebahagiaan yang telah mereka
peroleh.”
Anodisapharana,
Metta yang dipancarkan tanpa suatu batasan (tanpa spesifikasi tertentu),
seperti semua mahluk (sabbe satta) mahluk yang berada di 31 alam kehidupan,
semua mahluk hidup yang bernapas (sabbe pana), semua mahluk halus (Sabbe
bhuta), semua orang (sabbe puggala), semua mahluk yang menjadi orang (sabbe
attabhava pariya-panna), dll. Contohnya : “Semoga semua mahluk dapat
berbahagia, bebas adri penderitaan jasmani, bebsa dari permusuhan, bebas dari
kebencian, bebas dari kesulitan apapun, semoga semua mahluk dapat mepertahankan
kebahagiaan yang telah mereka peroleh.”
3. Metta Sutta, Khuddaka Nikaya;
Khuddakapatha.
Perenungan
cinta kasih, seperti di dalam Metta Sutta yang sering dikenal dengan
Karaniyametta Sutta. Kalimat-kalimat di dalam Sutta tersebut dibaca / dihafal
baik tata bahasa Pali maupun bahasa Indonesia, dijadikan objek meditasi
(direnungkan serta diresapi dalam hati secara perlahan-lahan).
4. Khandha Paritta, Khuddaka Nikaya;
Jataka, Timsanipata.
Pengembangan
cinta kasih, yang khususnya ditujukan untuk kepada hewan. Hewannya bisa berkaki
dua, hean berkaki empat, hewan berkaki banyak, maupu hewan yang tanpa kaki
(seperti ular, belut, dan hewan air yang tak mempunyai kaki).
Penutup
Begitu
luar biasanya Cinta sehingga Jeane Moureau pernah berkata “Usia tidak pernah
melindungi Anda dari Cinta – Tetapi Cinta melindungi Anda dari usia”. Karena
itu, siapapun yang memiliki cinta, maka ia yang memiliki kebahagiaan. Cinta
selalu menjadi “tamu” yang datangnya membawa kebahagiaan , tetapi kepergiannya
tidak pernah diharapkan. Cinta bisa mengubah duri menjadi mawar dan cuka
menjadi anggur ! Karena cinta, kebencian hilang dan permusuhan menjadi
persaudaraan bahkan siapapun yang ada di hadapan kita tampak menjadi sangat
istimewa! George Sand juga pernah berkata, “Hanya ada satu kebahagiaan dalam
hidup yaitu mencinta dan dicinta”. Cinta bukanlah dinamakan Cinta jika disertai
dengan adanya tuntutan, cinta juga bukanlah dinamakan cinta jika dipenuhi
hasrat untuk memiliki. Cinta yang sejati tidak lain adlaah hasrat untuk selalu
memberi dan berbagi serta cinta juga senantiasa membebaskan. Carl G Jung
mempertegaskan hal ini dengan mengatakan, “Di mana cinta bertahta, maka tidak
ada kehendak untuk berkuasa, tetapi bila kehendak untuk menguasai yang bertahta
maka cinta akan berkurang.” Cinta Abadai, cinta uang tiak terbatas dan akan
selalu bertahan. Sekalipun rambut di kepala kita memutih, kulit-kulit kita
menjadi keriput bahkan kita tidakmampu berdiri lagi, namun Cinta tetaplah Cinta
! Bahkan William Shakespeare melukiskan nya demikian “Aku mengasihimu dengan
penuh cinta yang tidak akan mati. Sampai matahari menjadi dingin dan
bintang-bintang menjadi tua”. Pengembangan Metta ini hendaknya tidak hanya
terpancar lewat pikiran atau ucapan semata akan tetapi harus teraktualisasi
dalam tindakan yang nyata. Begitu banyak akan manfaat dari pengembangan cinta
yang sesungguhnya (Metta). Marilah kita bersama-sama berusaha untuk mencintai
orang ataupun mahluk lain dengan cinta tanpa syarat, cinta tanpa melukai dan
terlukai, yang ada hanya kedamaian dan ketenangan batin. Yang tidak boleh kita
lupakan ialah “What the world needs now is love, sweet love”. Yang dibutuhkan
oleh dunia saat ini adalah cinta, karena hanya dengan cara itulah dunia menjadi
indah dan terus menjadi semakin indah. Dengan memahami sifat dan karakteristik
dari cinta, seseorang dapat mentransformasikan cinta dalam pengertian rendah
[eros] (bersifat memenuhi nafsu semata) menuju ke pengertian yang lebih tinggi
yaitu [agape] (mengandung unsur spiritual) untuk tujuan kemajuan dan
perkembangan batin / mental. Selain itu, pemahaman konsep cinta yang
sesungguhnya tidak hanya mengangkat harkat derajat seseorang tetapi juga
membawa kesejahteraan masyarakat luas. Bahkan salah satu penyair Kahlil Gibran
pernah berucap “Hidup tanpa cinta adalah bagaikan sebatang pohon tanpa bunga
dan buah”.
Ceramah oleh Bhikkhu Phaladhammo tanggal 3 Agustus
2014.
Sumber : Berita Dhammacakka No. 1048 tanggal 3
Agustus 2014.
No comments:
Post a Comment