Pasang Iklan Di Sini

Thursday, March 12, 2015

Ceramah Dhamam (9) : MAKNA “ CINTA “ YANG SESUNGGUHNYA

MAKNA “ CINTA “ YANG SESUNGGUHNYA

      Salah satu cerita yang cukup menarik bagi manusia dalam hidup ini adalah tentang cinta. Kata “ Cinta “ telah menjadi bagian dan aspek integral kehidupan manusia. Masalah percintaan ini selalu menjadi topik yang dominan dalam setiap budaya manusia di segala zaman.

      Cinta memberikan perasaan yang bermacam-macam. Ada rasa senang, gembira, bahagia. Namun tidak jarang, Cinta juga bisa membuat kita sedih, kecewa, bahkan ada yang frustasi (sampai-sampai bunuh diri). Di dalam Dhamma, cinta kasih adalah termasuk dalam salah satu sifat mulia. Akan tetapi, seperti yang telah dikatakan di atas, cinta juga bisa membuat derita.

      Konsep Cinta menurut Agama Buddha Cinta diartikan sebagai perasaan suka atau ebnar-benar saying kepada seseorang yaitu baik kepada pasnagan hidup, pacar, sahabat, orangtua, dan lain sebagainya. Merujuk dari arti kata tersebut “Cinta” hanya kepada orang-orang tertentu saja , bukan perasaan cinta kepada semua mahluk. Dalam pandangan umum, Cinta adalah sebuah kata yang sangat dipuja-puja. Terutama oleh pasangan muda-mudi yang sedang kasmaran. Dalam agama Buddha cinta diartikan bukan terbatas hanya pada orang-orang tertentu saja tetapi cinta yang benar-benar “Cinta”, Cinta yang universal. Cinta kasih yang tidak terbatas kepada semua mahluk.

      Pembahasan konsep cinta yang ideal dalam Buddha Sasana berhubungan dengan pencapaian tujuan akhir dari umat Buddha, yaitu Pembebasan dari Dukkha (ketidakpuasan). Metta merupakan bagian pertama dari Kediaman Luhur atau Brahma Vihara, juga merupakan yang pertama dari Lima Sifat Mulia / Panca Dhamma, serta Metta juga merupakan salah satu dari Arakkha Kammatthana (Meditasi Pelindung). Metta / cinta kasih yang bersifat universal , tidak terbatas serta tanpa pamrih. Metta sebagai landasan untuk mencapai pembebasan selalu ditenakan oleh Sang Tathagata. Di dalam berbagai kesempatan Sang Bhagava mengajarkan pada para siswanya agar selalu mengembangkan metta dalam kehidupan sehari-hari. Seperti apa yang dijelaskan oleh Sang Tathagata dalam Metta Bhavanasutta; Ittivutaka. Sang Bhagava mengatakan pada para bhikkhu sebagai berikut : “Para bhikkhu, apapun jenis, apapun alasan untuk berbuat tindakan berjasa, semuanya tidak dapat menyamai seperenambelas bagian dari pembebasan pikiran lewat metta. Pembebasan batin lewat metta melebihi mereka, lebih cemerlang, gemerlap serta bercahaya … (diibaratkan rembulan purnama yang bercahaya lebih terang jika dibandingkan dengan cahaya bintang yang redup)”. Begitulah kekuatan dari metta yang melebihi mereka dari perbuatan berjasa , yang tidak hanya lebih dari seperenambelas dari nilai akan metta.


Cara Mengembangkan Cinta Tanpa Syarat (Metta)
Di dalam Dhamma, apa yang telah dibabarkan oleh Sang Tathagata. Terdapat cara-cara ataupun metode untuk pengembangan Metta, yaitu :
1.      Tevijja Sutta; Digha Nikaya.
Menjelaskan bagiaman cara mengembangkan Metta ke sepuluh penjuru / arah, yaitu : Barat, Barat Laut, Utara , Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Atas, dan Bawah.
Contohnya : Dengan bantuan kata-kata perenungan yang diucapkan secara terus – menerus serta diresapi “ Semoga semua mahluk yang berada di arah Barat dapat Berbahagia, bebas dari penderitaan jasmani dan batin, bebas dari permusuhan, bebas dari kebencian, bebas dari kesulitan apapun, semoga smeua mahluk yang berada di arah Barat dapat mempertahankan kebahagiaan yang telah mereka peroleh”. Selanjutnya Metta dipancarkan kepada semua mahluk yang berada di arah-arah lain. Metode / cara pengembangan seperti ini (kesepuluh penjuru) disebut Disapharana.

2.      Patisambhidamagga ; Khuddaka Nikaya.
Menjelaskan bagaimana cara mengembangkan Metta, yaitu
Odisapharana, Metta dipancarkan dengan spesifikasi tertentu, seperti semua wanita (sabba itthiyo), semua pria (sabbe purisa), semua orang suci (sabbe ariya), semua orang yang belum suci (sabbe anariya), semua dewa (sabbe deva), semua manusia (sabbe manussa), semua yang tidak berbahagia (sabbe vinipatika), dll. Contohnya : “Semoga semua wanita dapat berbahagia, bebas dari penderitaan jasmani dan batin, bebas dari permusuhan, bebas dari kebencian, bebas dari kesulitan apapun, semoga semua wanita dapat mempertahankan kebahagiaan yang telah mereka peroleh.”
Anodisapharana, Metta yang dipancarkan tanpa suatu batasan (tanpa spesifikasi tertentu), seperti semua mahluk (sabbe satta) mahluk yang berada di 31 alam kehidupan, semua mahluk hidup yang bernapas (sabbe pana), semua mahluk halus (Sabbe bhuta), semua orang (sabbe puggala), semua mahluk yang menjadi orang (sabbe attabhava pariya-panna), dll. Contohnya : “Semoga semua mahluk dapat berbahagia, bebas adri penderitaan jasmani, bebsa dari permusuhan, bebas dari kebencian, bebas dari kesulitan apapun, semoga semua mahluk dapat mepertahankan kebahagiaan yang telah mereka peroleh.”

3.      Metta Sutta, Khuddaka Nikaya; Khuddakapatha.
Perenungan cinta kasih, seperti di dalam Metta Sutta yang sering dikenal dengan Karaniyametta Sutta. Kalimat-kalimat di dalam Sutta tersebut dibaca / dihafal baik tata bahasa Pali maupun bahasa Indonesia, dijadikan objek meditasi (direnungkan serta diresapi dalam hati secara perlahan-lahan).

4.      Khandha Paritta, Khuddaka Nikaya; Jataka, Timsanipata.
Pengembangan cinta kasih, yang khususnya ditujukan untuk kepada hewan. Hewannya bisa berkaki dua, hean berkaki empat, hewan berkaki banyak, maupu hewan yang tanpa kaki (seperti ular, belut, dan hewan air yang tak mempunyai kaki).

Penutup
      Begitu luar biasanya Cinta sehingga Jeane Moureau pernah berkata “Usia tidak pernah melindungi Anda dari Cinta – Tetapi Cinta melindungi Anda dari usia”. Karena itu, siapapun yang memiliki cinta, maka ia yang memiliki kebahagiaan. Cinta selalu menjadi “tamu” yang datangnya membawa kebahagiaan , tetapi kepergiannya tidak pernah diharapkan. Cinta bisa mengubah duri menjadi mawar dan cuka menjadi anggur ! Karena cinta, kebencian hilang dan permusuhan menjadi persaudaraan bahkan siapapun yang ada di hadapan kita tampak menjadi sangat istimewa! George Sand juga pernah berkata, “Hanya ada satu kebahagiaan dalam hidup yaitu mencinta dan dicinta”. Cinta bukanlah dinamakan Cinta jika disertai dengan adanya tuntutan, cinta juga bukanlah dinamakan cinta jika dipenuhi hasrat untuk memiliki. Cinta yang sejati tidak lain adlaah hasrat untuk selalu memberi dan berbagi serta cinta juga senantiasa membebaskan. Carl G Jung mempertegaskan hal ini dengan mengatakan, “Di mana cinta bertahta, maka tidak ada kehendak untuk berkuasa, tetapi bila kehendak untuk menguasai yang bertahta maka cinta akan berkurang.” Cinta Abadai, cinta uang tiak terbatas dan akan selalu bertahan. Sekalipun rambut di kepala kita memutih, kulit-kulit kita menjadi keriput bahkan kita tidakmampu berdiri lagi, namun Cinta tetaplah Cinta ! Bahkan William Shakespeare melukiskan nya demikian “Aku mengasihimu dengan penuh cinta yang tidak akan mati. Sampai matahari menjadi dingin dan bintang-bintang menjadi tua”. Pengembangan Metta ini hendaknya tidak hanya terpancar lewat pikiran atau ucapan semata akan tetapi harus teraktualisasi dalam tindakan yang nyata. Begitu banyak akan manfaat dari pengembangan cinta yang sesungguhnya (Metta). Marilah kita bersama-sama berusaha untuk mencintai orang ataupun mahluk lain dengan cinta tanpa syarat, cinta tanpa melukai dan terlukai, yang ada hanya kedamaian dan ketenangan batin. Yang tidak boleh kita lupakan ialah “What the world needs now is love, sweet love”. Yang dibutuhkan oleh dunia saat ini adalah cinta, karena hanya dengan cara itulah dunia menjadi indah dan terus menjadi semakin indah. Dengan memahami sifat dan karakteristik dari cinta, seseorang dapat mentransformasikan cinta dalam pengertian rendah [eros] (bersifat memenuhi nafsu semata) menuju ke pengertian yang lebih tinggi yaitu [agape] (mengandung unsur spiritual) untuk tujuan kemajuan dan perkembangan batin / mental. Selain itu, pemahaman konsep cinta yang sesungguhnya tidak hanya mengangkat harkat derajat seseorang tetapi juga membawa kesejahteraan masyarakat luas. Bahkan salah satu penyair Kahlil Gibran pernah berucap “Hidup tanpa cinta adalah bagaikan sebatang pohon tanpa bunga dan buah”.

Ceramah oleh Bhikkhu Phaladhammo tanggal 3 Agustus 2014.
Sumber : Berita Dhammacakka No. 1048 tanggal 3 Agustus 2014.
   






No comments:

Post a Comment