Pasang Iklan Di Sini

Thursday, March 12, 2015

Ceramah Dhamma (6) : MENELADANI KEHIDUPAN SUCI SANG BUDDHA & PARA SISWA-NYA DENGAN PRAKTIK “ATTHASILA”

MENELADANI KEHIDUPAN SUCI SANG BUDDHA & PARA SISWA-NYA DENGAN PRAKTIK “ATTHASILA”

Vinayo ca susikkhito, Etammangalamuttamam
Terlatih baik dalam tata susila, itulah berkah utama.
(Maha Mangala Sutta)

      Masih dalam suasana Waisak, karena puja bakti pada pagi hari ini adalah hari kedelapan setelah kita bersama-sama merayakan Tri Suci Waiska pada tanggal 25 Mei 2013 kemarin. Maka tidak ketinggalan, saya mengucapkan selamat merayakan Tri Suci Waisak 2557 BE / 2013. Semoga semua mahluk hidup berbahagia.

      Hari Tri Suci Waiska merupakan salah satu hari raya umat Buddha yang selalu ditunggu-tunggu selain hari raya Asalha, Magha Puja dan Kathina. Hari Tri Suci Waisak mengingatkan tiga peristiwa suci yang terjadi dalam kehidupan Guru Agung Buddha Gotama, yaitu saat kelahiran, pencerahan sempurna, dan kemangkatan Beliau. Selama satu bulan sebelum Waisak, kita telah bersama-sama melaksanakan acara Sebulan Pendalaman Dhamma (SPD). Kini Waisak telah lewat dan berarti acara SPD sudah selesai, namun saya mengharapkan supaya kita semua tetap melaksanakan (SPD) yaitu Semangat Praktik Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Dalam semangat Waisak ini, marilah kita bersama-sama berusaha untuk meninggalkan kejahatan dan meningkatkan kebajikan dengan Semangat Praktik Dhamma (SPD).

SPD melaksanakan Atthasila

      Mendengar istilah Atthasila, mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita semua umat Buddha, apalagi bagi anda yang rajin melaksanakannya setiap hari Uposatha. Atthasila berarti delapan kemoralan yang biasanya dilaksanakan oleh para umat Buddha perumah tangga (Upasaka / Upasika ) dan sering juga pelaksanaan Atthasila ini disebut dengan istilah puasa dalam Agama Buddha. Pelaksanaan puasa cara Buddhis (Atthasila) ini biasanya dilakukan pada hari Uposatha bulan terang (purnama) dan bulan gelap. Namun dalam perkembangan selanjutnya, perkembangan selanjutnya, pelaksanaan puasa cara Agama Buddha ini sering dilakukan pada tanggal 1, 8, 15, dan 23 menurut perhitungan hari berdasarkan peredaran bulan (candrasangkala /  imlek ). Tanggal 1, 8, 15, dan 23 inilah yang dalam istilah Buddhis sekarang ini dimaksudkan dengan “Hari Uposatha”. Istilah Uposatha dapat diartikan sebagai berdiam dalam keluhuran (di vihara), dalam arti kata pada saat hari Uposatha tiba para umat Buddha diharapkan melakukan ebberapa kebajikan, seperti misalnya : mengunjungi, membantu, dan menghormati orangtua, menghormati para petapa dan brahmana, mengikuti puja bakti di vihara, membaca paritta, bermeditasi, mendengarkan dan mendiskusikan Dhamma , dan melaksanakan delapan sila (Uposatha – Atthasila / Uposathasila ).

      Perlu kita ketahui bersama bahwa praktik delapan sila atau Atthasila ini juga terdapat dalam diri seorang samana, delapan sila yang juga dilaksanakan oleh Sang Buddha dan para siswa-Nya (para Arahat / orang-orang suci) sepanjnag sisa hidup mereka sebagai orang suci yang bebas dari kekotoran batin. Sehingga merupakan hal yang sangat baik bagi kita untuk meneladani dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari, sebagai wujud bakti dan penghormatan yang tertinggi kepada Sang Buddha yaitu dengan praktik Dhamma ajaran Beliau (patipatti puja).

      Delapan sila (Atthasila) yang juga dilaksanakan oleh Sang Buddha dan para siswa-Nya (para Arahat / orang-orang suci) sepanjang sisa hidup mereka sebagai orang suci yang patut kita teladani adalah sebagai berikut ;

1.      Selama hidup, para Arahat meninggalkan pembunuhan dan tidak melakukannya; dengan kail dan senjata yang disingkirkan, mereka penuh kesadaran, baik hati dan hidup mereka dalam kasih saying terhadap semua mahluk.

2.      Selama hidup, Arahat meninggalkan perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan dan tidak melakukannya; mereka menerima hanya apa yang diberikan, mengharapkan hanya yang diberikan, dan berdiam dengan hati yang jujur, bebas dari keinginan mencuri.

3.      Selama hidup, para Arahat meninggalkan kehidupan seksual dan hidup selibat, jauh dari seksualitas, menahan diri dari praktik hubungan seksual yang kasar.

4.      Selama hidup, para Arahat meninggalkan perbuatan berbicara yang tidak benar dan tidak melakukannya, mereka adalah pembicara kebenaran, pengikut kebenaran, dapat dipercaya, dan dapat diandalkan, bukan penipu dunia.

5.      Selama hidup, para Arahat meninggalkan anggur, minuman keras dan apa pun yang bersifat meracuni, yang menjadi landasan bagi kelalaian dan tidak melakukannya.

6.      Selama hidup, para Arahat makan hanya sekali sehari dan menahan diri untuk tidak makan pada malam hari atau pada saat yang tidak tepat.

7.      Selama hidup, para Arahat tidak menari, menyanyi, melihat pertunjukan music instrument dan pertunjukan yang tidak pantas, dan mereka tidak menghias diri dengan mengenakan kalung bunga dan menggunakan wangi-wangian dan minyak-minyakan.

8.      Selama hidup, para Arahat meninggalkan penggunaan tempat tidur dan alas duduk yang mewah dan tidak melakukannya, mereka menggunakan tempat beristirahat yang rendah – bisa tempat tidur yang kecil atau alas jerami.

      Inilah delapan sila / moralitas yang patut kita teladani dari kehidupan suci Sang Buddha dan para siswa-Nya setiap hari Uposatha bulan terang purnama maupun Uposatha bulan gelap tiba.

      Kedelapan sila / moralitas ini dilaksanakan sebenarnya adalah sebagai latihan untuk disiplin, menjauhkan diri dari sifat serakah, kebencian dan kebodohan batin, mengendalikan diri dalam perilaku , ucapan dan pikiran, mampu menahan diri sehingga menjadi suatu kebiasaan , menghindari dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik, dan mengembangkan / meningkatkan kebajikan.

      Walaupun memang tidak mudah untuk melaksanakannya, namun dengan adanya kemauan dan keyakinan yang kuatkepada Buddha, Dhamma, dan Sangha (Tiratana), penuh semangat dan kesabaran, kita pasti bisa melakukannya. Janganlah menganggap remeh pelaksanaan Atthasila yang dilakukan pada hari Uposatha, karena meskipun hanya satu hari melaksanakan Atthasila akan tetapi jika dilakukan dengan kesungguhan hati, penuh tekad, semangat, keyakinan, kesabaran dan pengertian yang benar, maka dalam satu hari itu kita sudah berusaha untuk menjalani praktik orang-orang suci dan hal ini sudah pasti akan menghasilkan buah dan manfaat yang begitu besar.

      Dalam Anguttara Nikaya diterangkan dengan jelas tentang pahala dari pelaksanaan kebajikan ini, yaitu ; “Apabila hari Uposatha dipatuhi dengan pelaksanaan delapan sila, maka pahalanya menggetarkan kalbu, kelak sekalipun belum berhasil mencapai Nibbana, orang-orang yang memiliki kebajikan Uposathasila akan terlahir kembali di alam surge.” (A.IV,252).

      Tentunya bukan hanya pelaksanaan delapan sila (Atthasila ) ini saja yang patut kita teladani dari kehidupan suci Guru Agung Buddha Gautama, karena masih banyak lagi sifat-sifat baik Beliau yang patut kita teladani dan praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti misalnya sifat Beliau yang penuh dengan cinta kasih, kasih saying, selalu sabar, jujur, semangat, rajin bersamadhi, dermawan, bijaksana, dll.

      Marilah kita bersama-sama meningkatkan SPD “ Semangat Praktik Dhamma” dan berusaha dengan sepenuh hati untuk meneladani Guru Agung kita Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari dan berusaha untuk menjadi teladan yang baik bagi orang-orang yang ada di sekitar kita. “Ing ngarso sung tulodo”, apabila berada di depan, jadilah suri teladan. Janganlah berbuat jahat, perbanyaklah perbuatan baik, sucikan hati dan pikiran, ini adalah ajaran para Buddha. Semoga semua mahluk hidup berbahagia.

Ceramah oleh Bhikkhu Khemadhiro tanggal 2 Juni 2013.
Sumber : Berita Dhammacakka No. 984 tanggal 2 Juni 2013.




No comments:

Post a Comment