MENELADANI
KEHIDUPAN SUCI SANG BUDDHA & PARA SISWA-NYA DENGAN PRAKTIK “ATTHASILA”
Vinayo
ca susikkhito, Etammangalamuttamam
Terlatih
baik dalam tata susila, itulah berkah utama.
(Maha
Mangala Sutta)
Masih dalam suasana Waisak, karena puja
bakti pada pagi hari ini adalah hari kedelapan setelah kita bersama-sama
merayakan Tri Suci Waiska pada tanggal 25 Mei 2013 kemarin. Maka tidak
ketinggalan, saya mengucapkan selamat merayakan Tri Suci Waisak 2557 BE / 2013.
Semoga semua mahluk hidup berbahagia.
Hari Tri Suci Waiska merupakan salah satu
hari raya umat Buddha yang selalu ditunggu-tunggu selain hari raya Asalha,
Magha Puja dan Kathina. Hari Tri Suci Waisak mengingatkan tiga peristiwa suci
yang terjadi dalam kehidupan Guru Agung Buddha Gotama, yaitu saat kelahiran,
pencerahan sempurna, dan kemangkatan Beliau. Selama satu bulan sebelum Waisak,
kita telah bersama-sama melaksanakan acara Sebulan Pendalaman Dhamma (SPD).
Kini Waisak telah lewat dan berarti acara SPD sudah selesai, namun saya
mengharapkan supaya kita semua tetap melaksanakan (SPD) yaitu Semangat Praktik
Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Dalam semangat Waisak ini, marilah kita
bersama-sama berusaha untuk meninggalkan kejahatan dan meningkatkan kebajikan
dengan Semangat Praktik Dhamma (SPD).
SPD
melaksanakan Atthasila
Mendengar istilah Atthasila, mungkin
sudah tidak asing lagi bagi kita semua umat Buddha, apalagi bagi anda yang
rajin melaksanakannya setiap hari Uposatha. Atthasila berarti delapan kemoralan
yang biasanya dilaksanakan oleh para umat Buddha perumah tangga (Upasaka /
Upasika ) dan sering juga pelaksanaan Atthasila ini disebut dengan istilah
puasa dalam Agama Buddha. Pelaksanaan puasa cara Buddhis (Atthasila) ini
biasanya dilakukan pada hari Uposatha bulan terang (purnama) dan bulan gelap. Namun
dalam perkembangan selanjutnya, perkembangan selanjutnya, pelaksanaan puasa
cara Agama Buddha ini sering dilakukan pada tanggal 1, 8, 15, dan 23 menurut
perhitungan hari berdasarkan peredaran bulan (candrasangkala / imlek ). Tanggal 1, 8, 15, dan 23 inilah yang
dalam istilah Buddhis sekarang ini dimaksudkan dengan “Hari Uposatha”. Istilah
Uposatha dapat diartikan sebagai berdiam dalam keluhuran (di vihara), dalam
arti kata pada saat hari Uposatha tiba para umat Buddha diharapkan melakukan
ebberapa kebajikan, seperti misalnya : mengunjungi, membantu, dan menghormati
orangtua, menghormati para petapa dan brahmana, mengikuti puja bakti di vihara,
membaca paritta, bermeditasi, mendengarkan dan mendiskusikan Dhamma , dan
melaksanakan delapan sila (Uposatha – Atthasila / Uposathasila ).
Perlu kita ketahui bersama bahwa praktik
delapan sila atau Atthasila ini juga terdapat dalam diri seorang samana,
delapan sila yang juga dilaksanakan oleh Sang Buddha dan para siswa-Nya (para
Arahat / orang-orang suci) sepanjnag sisa hidup mereka sebagai orang suci yang
bebas dari kekotoran batin. Sehingga merupakan hal yang sangat baik bagi kita
untuk meneladani dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari, sebagai wujud
bakti dan penghormatan yang tertinggi kepada Sang Buddha yaitu dengan praktik
Dhamma ajaran Beliau (patipatti puja).
Delapan sila (Atthasila) yang juga
dilaksanakan oleh Sang Buddha dan para siswa-Nya (para Arahat / orang-orang
suci) sepanjang sisa hidup mereka sebagai orang suci yang patut kita teladani
adalah sebagai berikut ;
1.
Selama hidup, para Arahat meninggalkan
pembunuhan dan tidak melakukannya; dengan kail dan senjata yang disingkirkan,
mereka penuh kesadaran, baik hati dan hidup mereka dalam kasih saying terhadap
semua mahluk.
2.
Selama hidup, Arahat meninggalkan
perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan dan tidak melakukannya; mereka
menerima hanya apa yang diberikan, mengharapkan hanya yang diberikan, dan
berdiam dengan hati yang jujur, bebas dari keinginan mencuri.
3.
Selama hidup, para Arahat meninggalkan
kehidupan seksual dan hidup selibat, jauh dari seksualitas, menahan diri dari
praktik hubungan seksual yang kasar.
4.
Selama hidup, para Arahat meninggalkan
perbuatan berbicara yang tidak benar dan tidak melakukannya, mereka adalah
pembicara kebenaran, pengikut kebenaran, dapat dipercaya, dan dapat diandalkan,
bukan penipu dunia.
5.
Selama hidup, para Arahat meninggalkan
anggur, minuman keras dan apa pun yang bersifat meracuni, yang menjadi landasan
bagi kelalaian dan tidak melakukannya.
6.
Selama hidup, para Arahat makan hanya
sekali sehari dan menahan diri untuk tidak makan pada malam hari atau pada saat
yang tidak tepat.
7.
Selama hidup, para Arahat tidak menari,
menyanyi, melihat pertunjukan music instrument dan pertunjukan yang tidak
pantas, dan mereka tidak menghias diri dengan mengenakan kalung bunga dan
menggunakan wangi-wangian dan minyak-minyakan.
8.
Selama hidup, para Arahat meninggalkan
penggunaan tempat tidur dan alas duduk yang mewah dan tidak melakukannya,
mereka menggunakan tempat beristirahat yang rendah – bisa tempat tidur yang
kecil atau alas jerami.
Inilah delapan sila / moralitas yang
patut kita teladani dari kehidupan suci Sang Buddha dan para siswa-Nya setiap
hari Uposatha bulan terang purnama maupun Uposatha bulan gelap tiba.
Kedelapan sila / moralitas ini
dilaksanakan sebenarnya adalah sebagai latihan untuk disiplin, menjauhkan diri
dari sifat serakah, kebencian dan kebodohan batin, mengendalikan diri dalam
perilaku , ucapan dan pikiran, mampu menahan diri sehingga menjadi suatu
kebiasaan , menghindari dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik, dan
mengembangkan / meningkatkan kebajikan.
Walaupun memang tidak mudah untuk
melaksanakannya, namun dengan adanya kemauan dan keyakinan yang kuatkepada
Buddha, Dhamma, dan Sangha (Tiratana), penuh semangat dan kesabaran, kita pasti
bisa melakukannya. Janganlah menganggap remeh pelaksanaan Atthasila yang
dilakukan pada hari Uposatha, karena meskipun hanya satu hari melaksanakan
Atthasila akan tetapi jika dilakukan dengan kesungguhan hati, penuh tekad,
semangat, keyakinan, kesabaran dan pengertian yang benar, maka dalam satu hari
itu kita sudah berusaha untuk menjalani praktik orang-orang suci dan hal ini
sudah pasti akan menghasilkan buah dan manfaat yang begitu besar.
Dalam Anguttara Nikaya diterangkan dengan
jelas tentang pahala dari pelaksanaan kebajikan ini, yaitu ; “Apabila hari
Uposatha dipatuhi dengan pelaksanaan delapan sila, maka pahalanya menggetarkan
kalbu, kelak sekalipun belum berhasil mencapai Nibbana, orang-orang yang
memiliki kebajikan Uposathasila akan terlahir kembali di alam surge.”
(A.IV,252).
Tentunya bukan hanya pelaksanaan delapan
sila (Atthasila ) ini saja yang patut kita teladani dari kehidupan suci Guru
Agung Buddha Gautama, karena masih banyak lagi sifat-sifat baik Beliau yang
patut kita teladani dan praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti
misalnya sifat Beliau yang penuh dengan cinta kasih, kasih saying, selalu
sabar, jujur, semangat, rajin bersamadhi, dermawan, bijaksana, dll.
Marilah kita bersama-sama meningkatkan SPD
“ Semangat Praktik Dhamma” dan berusaha dengan sepenuh hati untuk meneladani
Guru Agung kita Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari dan berusaha untuk
menjadi teladan yang baik bagi orang-orang yang ada di sekitar kita. “Ing
ngarso sung tulodo”, apabila berada di depan, jadilah suri teladan. Janganlah
berbuat jahat, perbanyaklah perbuatan baik, sucikan hati dan pikiran, ini
adalah ajaran para Buddha. Semoga semua mahluk hidup berbahagia.
Ceramah oleh Bhikkhu
Khemadhiro tanggal 2 Juni 2013.
Sumber : Berita
Dhammacakka No. 984 tanggal 2 Juni 2013.
No comments:
Post a Comment