PENGERTIAN
BENAR SUMBER KEBAHAGIAAN
Dhammapiti
sukham seti, Vippasannena cetasa
Ariyappavedite
dhamme, Sada ramati pandito.
Ia
yang mengenal Dhamma akan hidup berbahagia dengan pikiran yang tenang. Orang
bijaksana selalu bergembira dalam ajaran yang dibabarkan oleh para Ariya.
(Dhammapada, Pandita Vagga : 4)
Beberapa saat setelah PangeranSiddhattha
dilahirkan , datanglah Petapa Asita (Kaladevala) mengunjungi kerajaan
Kapilavasthu untuk melihat bayi yang dikabarkan oleh para dewa dari alam
Tavatimsa kepadanya. Di mana pada saat itu para dewa sangat besuka cita, dan
memberi tahu kepada Petapa Asita mengapa para dewa sangat bersuka cita. Kepada
Petapa ASita para dewa memberi tahu bahwa seorang bayi telah lahir yang kelak
akan menjadi Buddha. Pada hari itu juga Petapa Asita berkunjung ke kerajaan
Suddhodana untuk melihat bayi tersebut.
Setelah melihat sang bayi dan 32 tanda
dari seorang Mahapurisa (orang besar), Petapa Asita memberi hormat kepada sang
bayi yang juga diikuti oleh Raja Sudhodana . Setelah memberi hormat, Petapa
Asita tertawa gembira tetapi kemudian menangis.
Menjawab pertanyaan Raja Suddhodana ,
Petapa Asita menerangkan bahwa sang bayi kelak akan menjadi Buddha, namun
karena usianya sudah lanjut maka ia sendiri tidak lagi dapat menunggu sampai
bayi itu kelak memulai memberikan Ajaran-Nya.
Pertanyaannya sekarang, apakah Pangeran
Siddhattha (Bodhisatta) mencapai penerangan sempurna menjadi Sammasambuddha
karena ramalan tersebut ? Jawabannya adalah tidak. Karena sesungguhnya Beliau
mencapai penerangan sempurna adalah karena usaha Beliau sendiri untuk berjuang
mencari obat agar manusia dan semua mahluk bisa terbebas dari dukkha /
penderitaan yaitu usia tua, sakit, dan mati (samsara).
Ramalan, hari baik dan sebagainya tidak
bisa dijadikan inspirasi atau tuntunan dalam menjalani hidup dan kehidupan.
Karena segala sesuatu selalu berubah, maka sesungguhnya Dhamma yang diajarkan
oleh Sang Buddha itulah inspirasi bagi kita. Dhamma itulah penunjuk jalan bagi
kita, seperti yang telah Sang Buddha nyatakan dalam Dhammapada syair 276,
“Engkau sendirilah yang harus berusaha, Tathagata hanyalah menunjukkan jalan.
Mereka yang tekun bersamadhi dan memasuki jalan ini akan terbebas dari belenggu
Mara”.
Sang Buddha lebih menekankan kepada kita
bahwa dalam hidup ini kita harus mempunyai pengertian yang benar
(kebijaksanaan). Sebab apabila ktia menempatkan pengertian ramal-meramal ini
secara keliru, maka kita akan jadi orang yang takhayul.
Seseorang yang kuat dalam keyakinan
tetapi lemah dalam kebijaksanaan akan memiliki keyakinan yang fanatik dan tanpa
dasar. Seseorang yang kuat dalam kebijaksanaan tetapi lemah dalam keyakinan
akan (mengetahui bahwa ia) bersalah jika berbuat kejahatan, tetapi sulit untuk
menyembuhkannya bagiakn seseorang yang penyakitnya disebabkan oleh si obat
sendiri. Bila keduanya seimbang, seseorang akan memiliki keyakinan bila ada
dasarnya (Visudhimagga, 129).
Jadi, kita tidak boleh hanya terpaku pada
ramalan saja, artinya kita harus mau berusaha membuat sebab bagaimana supaya
bisa menjadi lebih baik untuk mencapai cita-cita yang kita harapkan, dan
mengubah pola piker sesuai dengan Dhamma. Dengan demikian kita sudah
mempraktikkan Dhamma sedikit demi sedikit sesuai pemahaman kita dalam kehidupan
sehari-hari. Kita harus ingat pada hukum sebab akibat (hukum kamma) sehingga
kita tidak akan menyalahkan diri kita, orang ataupun mahluk lain atas apa yang
kita alami dalam hidup dan kehidupan ini.
Karena
menurut sifat bekerjanya dapat dibagi menjadi empat, yaitu : 1. Janaka-kamma adalah hukum yang
menyebabkan timbulnya syarat untuk terlahirnya kembali suatu mahluk. 2. Upatthambaka-kamma adalah hukum,
kekuatan yang mendorong terpeliharanya satu akibat dari pada sebab (kamma) yang
telah timbul. 3. Upapilaka – kamma
adalah satu hukum, kekuatan yang menekan, pula mengolah, menyelaraskan satu
akibat daripada satu sebab. 4. Upaghataka-kamma
adalah kamma yang meniadakan kekuatan dan akibat dari satu sebab (kamma) yang
telah terjadi dan sebaliknya menyuburkan berkembangnya kamma yang baru.
“Diri sendiri sesungguhnya adalah
pelindung bagi diri sendiri, karena siapa pula yang dapat menjadi pelindung
bagi dirinya ? Setelah dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, ia akan
memperoleh perlindungan yang sungguh sukar dicari”. (Dhammapada 160).
Sabbe
Satta Bhavantu Sukhitatta
Ceramah oleh Bhikkhu
Medhaviro tanggal 30 Juni 2013.
Sumber : Berita
Dhammacakka No. 988 tanggal 30 Juni 2013.
No comments:
Post a Comment