KEWAJARAN
HIDUP
Appassutayam
puriso, balivaddo va jirati.
Mansani
tassa vaddhanti, panna tassa na vaddhati.
Ia
yang sedikit belajar akan menua layaknya lembu (sapi jantan),
Dagingnya
bertambah , tetapi tidak dengan kebijaksanaannya.
(Dhammapada
152)
“Hidup memang ada masalah, bila tidak ada
masalah namanya bukan hidup.” Demikianlah ungkapan lazim yang ada di
masyarakat. Dan, memang wajar seperti itulah yang dialami dalam kehidupan.
Meskipun zaman semakin modern, teknologi yang makin canggih, dan intelektual
manusia makin pintar, namun semuanya itu tidak akan dapat terhindar oleh
“kewajaran”. Apa yang dimaksud dengan “kewajaran “ itu ? Dalam
Abinhapaccavekkhana Patha (Kalimat perenungan kerap kali) ada tiga macam
kewajaran dalam suatu kehidupan, yaitu wajar akan kelapukan (usia tua), wajar
akan penyakit, dan wajar akan kematian. Jikalau ada suatu mahluk atau suatu
bentukan tidak mengalami minimal salah satu dari tiga kewajaran tersebut, maka
hal itu akan menjadi tidak wajar. Jangankan tubuh manusia yang rapuh, mesin
canggih nan mutakhir pun suatu saat akan mengalami kerusakan.
Oleh karena usia tua, sakit, dan kematian
adalah wajar, maka tidak perlu dicari, ditunggu, dinanti, apalagi dibuat-buat.
Biarkanlah mereka datang dengan alamiah sesuai dengan waktu dan kondisi yang
ada, sehingga akan menjadi keliru apabila ada seseorang yang perilakunya
buruk,melanggar moralitas (sila), hukum , dan peraturan. Karena perbuatan buruk
itu akan mengkondisikan kewajaran tersebut muncul lebih cepat yang disertai
dengan penderitaan. Akan berbeda halnya jika kewajaran datang dengan alamiah,
kemudian disikapi dengan pengertian benar, maka walaupun mengalami kelapukan,
penyakit ataupun kematian, akan dapat menerima dan menghadapinya dengan
pemahaman yang benar, tidak terpuruk oleh penderitaan.
Khusus masalah penyakit dan dalam hubungan dengan jenis-jenis
manusia, dalam Anguttara Nikaya, Kelompok III, Buddha dengan sangat piawai
menjelaskan dan menguraikan permasalahan tersebut. “Para bhikkhu, ada tiga
jenis pasien yang terdapat di dunia ini. Apakah yang tiga itu ? “
1.
Ada satu pasien tidak peduli apakah ia
memperoleh gizi yang sesuai, obat yang sesuai, dan perawatan yang memadai, atau
tidak, “ia tidak akan sembuh” dari penyakitnya.
2.
Ada pasien lain, tidak peduli apakah ia
memperoleh itu semua atau tidak, “ia akan sembuh” dari penyakitnya.
3.
Ada pasien lain “yang akan sembuh” dari
penyakitnya hanya jika ia mendapat gizi yang cocok, obat yang cocok, dan
perawatan yang memadai, tetapi tidak akan sembuh jika ia tidak memperolehnya.
Baginya, para bhikkhu, diet khusus, obat penyembuh, dan perawatan yang baik
harus diberikan.
Tetapi selain ia, dua jenis pasien yang
lain pun harus dilayani atau dirawat juga. Itulah tiga jenis pasien yang
terdapat di dunia ini.”
“Begitu pula, para bhikkhu, ada tiga
jenis manusia lain yang dapat dibandingkan dengan tiga pasien itu.
1.
Ada satu jenis manusia, tidak peduli
apakah ia memiliki kesempatan melihat tathagata dan mendengarkan Dhamma serta
Vinaya yang dibabarkan oleh Beliau atau tidak, “ia tidak akan masuk” ke jalan
kepastian dan tidak akan mencapai kesempurnaan di dalam keadaan-keadaan yang
baik.
2.
Ada manusia lain, tidak peduli apakah ia
memiliki kesempatan melihat Tathagata dan mendengarkan Dhamma dan Vinaya yang
dibabarkan oleh Beliau atau tidak, “ia akan masuk” ke jalan kepastian dan akan
mencapai kesempurnaan di dalam keadaan-keadaan yang baik.
3.
Demikian juga ada manusia “yang akan
masuk” ke jalan kepastian dan akan mencapai kesempurnaan di dalam
keadaan-keadaan yang baik hanya jika ia memiliki kesempatan melihat Tathagata
dan menedngarkan Dhamma serta Vinaya yang dibabarkan oleh Beliau. Namun, ia
tidak akan mencapai hal itu jika ia tidak mendapat kesempatan ini. Bagi manusia
ini, O para bhikkhu, diberikan instruksi Dhamma.
Tetapi selain ia, kepada dua yang lainnya
pun Dhamma harus diajarkan juga . Inilah tiga jenis manusia yang terdapat di
dunia ini, yang dapat dibandingkan dengan tiga pasien itu.”
Penggolongan manusia juga dapat ditemukan
dalam kitab Puggalapannatti, yang merupakan kitab bagian dari Abhidhamma
Pitaka. Empat jenis manusia (Puggala)
disimbolkan sebagai bunga teratai, dari urutan yang paling rendah ke urutan
yang paling tinggi, yaitu :
1.
Padaparama-Puggala
adalah orang yang paling-paling hanya bisa mencapai kata-kata (Ajaran itu)
saja, ia tidak akan mencapai tahap-tahap kesucian di dalam kehidupan sekarang
ini, digambarkan sebagai kuncup bunga teratai di dalam air yang baru keluar
dari lumpur.
2.
Neyya
– Puggala adalah orang yang dapat menembus kebenaran setelah
suatu periode latihan, digambarkan sebagai kuncup bunga teratai yang berada di
tengah-tengah air.
3.
Vipacitannu-Puggala
adalah orang yang dapat menembus
kebenaran setelah menerima instruksi yang mendetail dan berulang-ulang ,
digambarkan sebagai kuncup bunga teratai yang berada di atas permukaan air tapi
belum mekar.
4.
Ugghatitannu
– Puggala adalah orang yang langsung menembus kebenaran
ketika instruksi pendek atau singkat diberikan, digambarkan sebagai bunga
teratai yang telah mekar.
Semoga dengan Dhamma
yang sudah dipelajari dan dipraktikan akan menjadi kondisi untuk terwujudnya
kedamaian. Saat “kewajaran” muncul, dapat memahami dan menerima dengan
pengertian yang benar, sehingga walaupun fisik atau jasmani ini sakit, namun
pikiran tidak ikut menjadi sakit. Semoga semakin maju dalam Dhamma. Semoga
semua mahluk hidup berbahagia.
Ceramah oleh Bhikkhu
Jayaratano tanggal 18 September 2011.
Sumber : Berita
Dhammacakka No. 895 tanggal 18 September 2011.
No comments:
Post a Comment