Pasang Iklan Di Sini

Thursday, March 12, 2015

Ceramah Dhamma (10) : KEWAJARAN HIDUP

KEWAJARAN HIDUP

Appassutayam puriso, balivaddo va jirati.
Mansani tassa vaddhanti, panna tassa na vaddhati.

Ia yang sedikit belajar akan menua layaknya lembu (sapi jantan),
Dagingnya bertambah , tetapi tidak dengan kebijaksanaannya.
(Dhammapada 152)

      “Hidup memang ada masalah, bila tidak ada masalah namanya bukan hidup.” Demikianlah ungkapan lazim yang ada di masyarakat. Dan, memang wajar seperti itulah yang dialami dalam kehidupan. Meskipun zaman semakin modern, teknologi yang makin canggih, dan intelektual manusia makin pintar, namun semuanya itu tidak akan dapat terhindar oleh “kewajaran”. Apa yang dimaksud dengan “kewajaran “ itu ? Dalam Abinhapaccavekkhana Patha (Kalimat perenungan kerap kali) ada tiga macam kewajaran dalam suatu kehidupan, yaitu wajar akan kelapukan (usia tua), wajar akan penyakit, dan wajar akan kematian. Jikalau ada suatu mahluk atau suatu bentukan tidak mengalami minimal salah satu dari tiga kewajaran tersebut, maka hal itu akan menjadi tidak wajar. Jangankan tubuh manusia yang rapuh, mesin canggih nan mutakhir pun suatu saat akan mengalami kerusakan.

      Oleh karena usia tua, sakit, dan kematian adalah wajar, maka tidak perlu dicari, ditunggu, dinanti, apalagi dibuat-buat. Biarkanlah mereka datang dengan alamiah sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada, sehingga akan menjadi keliru apabila ada seseorang yang perilakunya buruk,melanggar moralitas (sila), hukum , dan peraturan. Karena perbuatan buruk itu akan mengkondisikan kewajaran tersebut muncul lebih cepat yang disertai dengan penderitaan. Akan berbeda halnya jika kewajaran datang dengan alamiah, kemudian disikapi dengan pengertian benar, maka walaupun mengalami kelapukan, penyakit ataupun kematian, akan dapat menerima dan menghadapinya dengan pemahaman yang benar, tidak terpuruk oleh penderitaan.

      Khusus masalah  penyakit dan dalam hubungan dengan jenis-jenis manusia, dalam Anguttara Nikaya, Kelompok III, Buddha dengan sangat piawai menjelaskan dan menguraikan permasalahan tersebut. “Para bhikkhu, ada tiga jenis pasien yang terdapat di dunia ini. Apakah yang tiga itu ? “

1.      Ada satu pasien tidak peduli apakah ia memperoleh gizi yang sesuai, obat yang sesuai, dan perawatan yang memadai, atau tidak, “ia tidak akan sembuh” dari penyakitnya.

2.      Ada pasien lain, tidak peduli apakah ia memperoleh itu semua atau tidak, “ia akan sembuh” dari penyakitnya.

3.      Ada pasien lain “yang akan sembuh” dari penyakitnya hanya jika ia mendapat gizi yang cocok, obat yang cocok, dan perawatan yang memadai, tetapi tidak akan sembuh jika ia tidak memperolehnya. Baginya, para bhikkhu, diet khusus, obat penyembuh, dan perawatan yang baik harus diberikan.

      Tetapi selain ia, dua jenis pasien yang lain pun harus dilayani atau dirawat juga. Itulah tiga jenis pasien yang terdapat di dunia ini.”

      “Begitu pula, para bhikkhu, ada tiga jenis manusia lain yang dapat dibandingkan dengan tiga pasien itu.

1.      Ada satu jenis manusia, tidak peduli apakah ia memiliki kesempatan melihat tathagata dan mendengarkan Dhamma serta Vinaya yang dibabarkan oleh Beliau atau tidak, “ia tidak akan masuk” ke jalan kepastian dan tidak akan mencapai kesempurnaan di dalam keadaan-keadaan yang baik.

2.      Ada manusia lain, tidak peduli apakah ia memiliki kesempatan melihat Tathagata dan mendengarkan Dhamma dan Vinaya yang dibabarkan oleh Beliau atau tidak, “ia akan masuk” ke jalan kepastian dan akan mencapai kesempurnaan di dalam keadaan-keadaan yang baik.

3.      Demikian juga ada manusia “yang akan masuk” ke jalan kepastian dan akan mencapai kesempurnaan di dalam keadaan-keadaan yang baik hanya jika ia memiliki kesempatan melihat Tathagata dan menedngarkan Dhamma serta Vinaya yang dibabarkan oleh Beliau. Namun, ia tidak akan mencapai hal itu jika ia tidak mendapat kesempatan ini. Bagi manusia ini, O para bhikkhu, diberikan instruksi Dhamma.

      Tetapi selain ia, kepada dua yang lainnya pun Dhamma harus diajarkan juga . Inilah tiga jenis manusia yang terdapat di dunia ini, yang dapat dibandingkan dengan tiga pasien itu.”

      Penggolongan manusia juga dapat ditemukan dalam kitab Puggalapannatti, yang merupakan kitab bagian dari Abhidhamma Pitaka. Empat jenis manusia (Puggala) disimbolkan sebagai bunga teratai, dari urutan yang paling rendah ke urutan yang paling tinggi, yaitu :

1.      Padaparama-Puggala adalah orang yang paling-paling hanya bisa mencapai kata-kata (Ajaran itu) saja, ia tidak akan mencapai tahap-tahap kesucian di dalam kehidupan sekarang ini, digambarkan sebagai kuncup bunga teratai di dalam air yang baru keluar dari lumpur.

2.      Neyya – Puggala adalah orang yang dapat menembus kebenaran setelah suatu periode latihan, digambarkan sebagai kuncup bunga teratai yang berada di tengah-tengah air.

3.      Vipacitannu-Puggala adalah  orang yang dapat menembus kebenaran setelah menerima instruksi yang mendetail dan berulang-ulang , digambarkan sebagai kuncup bunga teratai yang berada di atas permukaan air tapi belum mekar.

4.      Ugghatitannu – Puggala adalah orang yang langsung menembus kebenaran ketika instruksi pendek atau singkat diberikan, digambarkan sebagai bunga teratai yang telah mekar.

Semoga dengan Dhamma yang sudah dipelajari dan dipraktikan akan menjadi kondisi untuk terwujudnya kedamaian. Saat “kewajaran” muncul, dapat memahami dan menerima dengan pengertian yang benar, sehingga walaupun fisik atau jasmani ini sakit, namun pikiran tidak ikut menjadi sakit. Semoga semakin maju dalam Dhamma. Semoga semua mahluk hidup berbahagia.

Ceramah oleh Bhikkhu Jayaratano tanggal 18 September 2011.

Sumber : Berita Dhammacakka No. 895 tanggal 18 September 2011.



No comments:

Post a Comment