Pasang Iklan Di Sini

Thursday, November 6, 2014

Vatthūpama Sutta

MN 7   PTS: M i 36
Vatthūpama Sutta
Perumpamaan Kain
Diterjemahkan dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh
Bhikkhu Ñāṇamoli dan Bhikkhu Bodhi
©2013
Dengan sebuah perumpamaan sederhana Sang Buddha mengilustrasikan perbedaan antara pikiran yang kotor dan pikiran yang murni.

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.[1] Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu: “Para bhikkhu.” – “Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
2. “Para bhikkhu, misalkan sehelai kain yang kotor dan bernoda, dan seorang pencelup mencelupnya ke dalam pewarna, apakah biru atau kuning atau merah atau merah muda; kain itu akan terlihat dicelup dengan tidak baik dan warnanya tidak murni. Mengapakah? Karena ketidak-murnian kain tersebut. Demikian pula, ketika pikiran kotor, maka alam tujuan yang tidak bahagialah yang dapat diharapkan.[2] Para bhikkhu, misalkan sehelai kain yang bersih dan cemerlang, dan seorang pencelup mencelupnya ke dalam pewarna, apakah biru atau kuning atau merah atau merah muda; kain itu akan terlihat dicelup dengan baik dan warnanya murni. Mengapakah? Karena kemurnian kain tersebut. Demikian pula, ketika pikiran bersih, maka alam tujuan yang bahagialah yang dapat diharapkan.
3. “Apakah, para bhikkhu, ketidak-sempurnaan yang mengotori pikiran?[3] Ketamakan dan keserakahan yang tidak benar adalah ketidak-sempurnaan yang mengotori pikiran.[4] Permusuhan … kemarahan … kekesalan … sikap meremehkan … kecongkakan … iri hati … kekikiran … kecurangan …penipuan … sifat keras kepala … persaingan … keangkuhan … kesombongan … kepongahan … [37] … kelalaian adalah ketidak-sempurnaan yang mengotori pikiran.
4. “Mengetahui bahwa ketamakan dan keserakahan yang tidak baik adalah ketidak-sempurnaan yang mengotori pikiran, maka seorang bhikkhu meninggalkannya.[5] Mengetahui bahwa permusuhan … kelalaian adalah ketidak-sempurnaan yang mengotori pikiran, maka seorang bhikkhu meninggalkannya.
5. “Ketika seorang bhikkhu telah mengetahui bahwa ketamakan dan keserakahan yang tidak baik adalah ketidak-sempurnaan yang mengotori pikiran dan telah meninggalkannya; Ketika seorang bhikkhu telah mengetahui bahwa permusuhan … kelalaian adalah ketidak-sempurnaan yang mengotori pikiran dan telah meninggalkannya, ia memperoleh keyakinan sempurna dalam Sang Buddha sebagai berikut:[6] ‘Sang Buddha adalah sempurna, telah mencapai penerangan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, maha mulia, pengenal seluruh alam, pemimpin yang tanpa bandingnya bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia, yang tercerahkan, yang suci.’
6. “Ia memperoleh keyakinan dalam Dhamma sebagai berikut: ‘Dhamma telah dinyatakan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā, terlihat di sini dan saat ini, efektif segera, mengundang untuk diselidiki, mengarah pada tujuan, untuk dialami oleh para bijaksana untuk diri mereka sendiri.’
7. “Ia memperoleh keyakinan dalam Sangha sebagai berikut: ‘Sangha para siswa Sang Bhagavā mempraktikkan jalan yang baik, mempraktikkan jalan yang lurus, mempraktikkan jalan sejati, mempraktikkan jalan yang benar, yaitu, empat pasang makhluk, delapan jenis individu; Sangha para siswa Sang Bhagavā ini layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, ladang jasa yang tiada bandingnya di dunia.’
8. “Ketika ia telah menghentikan, mengusir, membuang, meninggalkan, dan melepaskan [ketidak-sempurnaan pikiran] secara sebagian,[7] ia mempertimbangkan: ‘Aku memiliki keyakinan tak-tergoyahkan pada Sang Buddha,’ dan ia memperoleh inspirasi dalam makna, memperoleh inspirasi dalam Dhamma,[8] memperoleh kegembiraan yang berhubungan dengan Dhamma. Ketika ia gembira, sukacita muncul dalam dirinya; dalam diri seorang yang bersukacita, jasmaninya menjadi tenang; seorang yang jasmaninya tenang akan merasakan kenikmatan; dalam diri seorang yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi.[9]
9. “Ia mempertimbangkan: ‘Aku memiliki keyakinan tak-tergoyahkan dalam Dhamma,’ dan ia memperoleh inspirasi dalam makna, memperoleh inspirasi dalam Dhamma, memperoleh kegembiraan yang berhubungan dengan Dhamma. Ketika ia gembira … pikirannya menjadi terkonsentrasi. [38]
10. “Ia mempertimbangkan: ‘Aku memiliki keyakinan tak-tergoyahkan dalam Sangha,’ dan ia memperoleh inspirasi dalam makna, memperoleh inspirasi dalam Dhamma, memperoleh kegembiraan yang berhubungan dengan Dhamma. Ketika ia gembira … pikirannya menjadi terkonsentrasi.
11. “Ia mempertimbangkan: ‘[Ketidak-sempurnaan pikiran] telah sebagian dihentikan, diusir, dibuang, ditinggalkan dan dilepaskan olehku,’ dan ia memperoleh inspirasi dalam makna, memperoleh inspirasi dalam Dhamma, memperoleh kegembiraan yang berhubungan dengan Dhamma. Ketika ia gembira, sukacita muncul dalam dirinya; dalam diri seorang yang bersukacita, jasmaninya menjadi tenang; seorang yang jasmaninya tenang akan merasakan kenikmatan; dalam diri seorang yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi.
12. “Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu yang memiliki moralitas demikian, keadaan [konsentrasi] demikian, dan kebijaksanaan demikian[10] memakan makanan yang terdiri dari nasi pilihan bersama dengan berbagai saus dan kari, bahkan hal itu tidak akan menjadi rintangan baginya.[11] Bagaikan sehelai kain yang kotor dan ternoda menjadi bersih dan cemerlang dengan bantuan air bersih, atau bagaikan emas yang menjadi murni dan cemerlang dengan bantuan tungku pembakaran, demikian pula, jika seorang bhikkhu yang memiliki moralitas demikian … memakan makanan … hal itu tidak akan menjadi rintangan baginya.
13. “Ia berdiam dengan melingkupi satu arah dengan pikiran cinta kasih,[12] demikian pula arah ke dua, demikian pula arah ke tiga, demikian pula arah ke empat; demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala penjuru, dan kepada semua makhluk seperti kepada dirinya sendiri, ia berdiam dengan melingkupi seluruh dunia dengan pikiran cinta kasih, berlimpah, luhur, tanpa batas, tanpa pertentangan dan tanpa permusuhan.
14-16. “Ia berdiam dengan melingkupi satu arah dengan pikiran belas kasih … dengan pikiran kegembiraan altruistik … dengan pikiran seimbang, demikian pula arah ke dua, demikian pula arah ke tiga, demikian pula arah ke empat; demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala penjuru, dan kepada semua makhluk seperti kepada dirinya sendiri, ia berdiam dengan melingkupi seluruh dunia dengan pikiran seimbang, berlimpah, luhur, tanpa batas, tanpa pertentangan dan tanpa permusuhan.
17. “Ia memahami bahwa: ‘Ada ini, ada yang rendah, ada yang mulia, dan di luar ini ada jalan membebaskan diri dari keseluruhan bidang persepsi ini.’[13]
18. “Ketika ia mengetahui dan melihat demikian, pikirannya terbebaskan dari noda keinginan indria, dari noda penjelmaan, dan dari noda ketidak-tahuan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.’ [39] Para bhikkhu, bhikkhu ini disebut seorang yang mandi dengan basuhan internal.”[14]
19. Pada saat itu Brahmana Sundarika Bhāradvāja sedang duduk tidak jauh dari Sang Bhagavā. Kemudian ia berkata kepada Sang Bhagavā: “Tetapi apakah Guru Gotama pergi ke sungai Bāhukā untuk mandi?”
“Mengapa, brahmana, pergi ke sungai Bāhukā? Apa yang dapat dilakukan oleh sungai Bāhukā?”
“Guru Gotama, sungai Bāhukā dianggap oleh banyak orang dapat memberikan kebebasan, sungai itu dianggap oleh banyak orang dapat memberikan kebaikan, dan banyak orang yang mencuci perbuatan jahat mereka di sungai Bāhukā.”
20. Kemudian Sang Bhagavā menjawab Brahmana Sundarika Bhāradvāja dalam syair:
“Bāhukā dan Adhikakkā,
Gayā dan Sundarikā juga,
Payāga dan Sarassatī,
Dan arus Bahumatī -[15]
Si dungu boleh saja mandi selamanya di sana
Namun tidak akan menyucikan perbuatan gelap mereka.

Apakah yang dapat dibersihkan oleh Sundarikā?
Dan Payāga? Dan Bāhukā?
Sungai-sungai itu tidak dapat memurnikan pelaku-kejahatan
Seorang yang telah melakukan perbuatan-perbuatan kejam dan kasar.

Seseorang yang murni dalam pikiran selamanya memiliki
Pesta musim semi, Hari Suci,[16]
Seorang yang baik dalam tindakan, seorang yang murni dalam pikiran
Mengarahkan moralitasnya menuju kesempurnaan.

Adalah di sini, brahmana, engkau harus mandi,
Untuk menjadikan dirimu, sebuah perlindungan bagi semua makhluk.
Dan jika engkau tidak mengucapkan kebohongan
Juga tidak bekerja dengan mencelakai makhluk-makhluk hidup,
Juga tidak mengambil apa yang tidak diberikan,
Dengan keyakinan dan bebas dari kekikiran,
Mengapa engkau perlu pergi ke Gayā?
Karena sumur apapun akan menjadi Gayā bagimu.”
21. Ketika ini dikatakan, brahmana Sundarika Bhāradvāja berkata: “Mengagumkan, Guru Gotama! Mengagumkan, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam berbagai cara, bagaikan menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan pada mereka yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang memiliki penglihatan dapat melihat bentuk-bentuk. Aku berlindung pada Guru Gotama dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Aku ingin menerima pelepasan keduniawian di bawah Guru Gotama, aku memohon penahbisan penuh.”[17]
22. Dan Brahmana Sundarika Bhāradvāja menerima pelepasan keduniawian di bawah Sang Bhagavā, dan ia menerima penahbisan penuh. [40] Dan segera, tidak lama setelah ia menerima penahbisan penuh, dengan berdiam sendirian, mengasingkan diri, rajin, tekun, dan bersungguh-sungguh, Yang Mulia Bhāradvāja, dengan menembus bagi dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, di sini dan saat ini memasuki dan berdiam dalam tujuan tertinggi kehidupan suci yang dicari oleh para anggota keluarga yang meninggalkan kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Ia secara langsung mengetahui: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.” Dan Yang Mulia Bhāradvāja menjadi satu di antara para Arahant.


http://dhammacitta.org/dcpedia/MN_7:_Vatth%C5%ABpama_Sutta

No comments:

Post a Comment