Pasang Iklan Di Sini

Sunday, November 23, 2014

II. NANDANA

II. NANDANA
11 (1) Nandana
Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Di sana Yang Terberkahi berbicara kepada para bhikkhu demikian:”Para bhikkhu!”
“Yang Mulia Bhante,” jawab para bhikkhu. Yang Terberkahi berkata demikian:
“Pada suatu ketika di masa lalu, para bhikkhu, satu devata dari kelompok Tavatimsa sedang bersuka ria di Hutan Nandana,<11> memiliki dan melengkapi dengan lima tali kesenangan indera surgawi, ditemani oleh kelompok peri surgawi. Pada kesempatan itu, dia menyampaikan syair ini:
20 “Mereka tidak mengetahui kebahagiaan
Yang belum melihat Nandana,
Kediaman para dewa pria yang megah
Yang merupakan milik kelompok Tiga Puluh Dewa.’19
 [6]
“Ketika hal ini dikatakan, para bhikkhu, satu devata menjawab devata tersebut dengan syair:
21 “Tidakkah engkau mengetahui, hai si tolol,
Peribahasa para Arahat?
Tidaklah kekal semua bentukan;
Sifatnya adalah muncul dan berhenti:
Setelah muncul, mereka berhenti:
Redanya bentukan-bentukan itulah kebahagiaan.’”20
12 (2) Sukacita
Di Savatthi. Sambil berdiri di satu sisi, devata tersebut mengucapkan syair ini di hadapan Yang Terberkahi:<12>
22 “Orang yang mempunyai putra bersikacita dalam putra-putranya,
Orang dengan ternak bersukacita dalam ternaknya.
Perolehan sungguh merupakan sukacita manusia;
Tanpa perolehan orang tidak bersukacita.”21
[Yang Terberkahi:]
23 “Orang yang mempunyai putra bersedih atas putra-putranya
Orang dengan ternak bersukacita dalam ternaknya.
Perolehan sungguh merupakan kesedihan manusia;
Tanpa perolehan orang tidak bersedih.”
13 (3) Tak ada yang Setara dengan itu bagi Seorang Putra
Di Savatthi. Sambil berdiri di satu sisi, devata tersebut mengucapkan syair ini di hadapan Yang Terberkahi:
24 “Tak ada kasih sayang seperti kasih sayang bagi seorang putra,
tak ada kekayaan setara dengan ternak,
Tak ada cahaya yang seperti matahari,
Di antara air, samuderalah yang paling tinggi.22
[Yang Terberkahi:]
25. “Tak ada kasih sayang seperti kasih sayang bagi diri sendiri,
Tak ada kekayaan yang setara dengan biji-bijian,
Tak ada sinar yang seperti kebijaksanaan,
Di antara air, hujanlah yang paling tinggi.<13>
14 (4) Khattiya
26 “Khattiya adalah yang terbaik di antara maklhuk berkaki dua,
Lembu, yang terbaik di antara yang berkaki empat;
Perawan adalah yang terbaik dari para istri,
Yang dilahirkan pertama, yang terbaik dari para putra.”23
27 “Buddha adalah yang terbaik di antara maklhuk berkaki dua,
Kuda, yang terbaik di antara yang berkaki empat;
Perempuan yang taat adalah yang terbaik dari para istri,
Putra yang berbakti, yang terbaik dari para outra.”[7]
15 (5) Bergumam
28 “Ketika jam tengah hari tiba
Dan burung-burung telah hinggap,<14>
Hutan yang megah itu sendiri bergumam:
Betapa mengerikan hal itu tampak olehku!”24
29 “Ketika jam tengah hari tiba
Dan burung-burung telah hinggap, <14>
Hutan yang megah itu sendiri bergumam:
Betapa menyenangkan hal itu tampak olehku!”
16 (6) Kantuk dan Kemalasan
30 “Kantuk, kemalasan, peregangan yang malas, <15>
Tak puas hati, lamban setelah makan:
Karena ini, di antara para makhluk di sini,
Jalan mulia tidaklah muncul.”
31 “Kantuk, kemalasan, peregangan yang malas,
Tak puas hati, lamban setelah makan:
Ketika orang menghalau ini dengan semangat,
Jalan mulia pun terbuka.”25
17 (7) Sulit Dipraktekkan
32 “Kehidupan petapa sulit dipraktekkan
Dan sulit bagi yang tidak cocok untuk bertahan,
Ada bayak penghalang di sana
Di mana orang tolol gagal.”
33 “Berapa hari orang dapat mempraktekkan kehidupan petapa
Jika orang tidak mengendalikan pikirannya?
Orang akan gagal pada setiap langkah
Di bawah pengaruh niat seseorang.”26
34 “Dengan menarik buah pikiran
Seperti penyu menarik kaki tangannya ke dalam batoknya, <16>
Mandiri, tidak mengganggu yang lain, sepenuhnya padam,
Seorang bhikkhu tidak akan menyalahkan siapapun.”27
18 (8) Rasa Malu
35 “Adakah orang di suatu tempat di dunia
Yang terkendali oleh rasa malu,
Orang yang menarik diri dari kesalahan
Seperti kuda yang baik menarik diri dari cambuk?”28
36 “memang sedikit mereka yang terkendali oleh rasa malu
Yang menjalani kehidupan selalu waspada;
Sedikit, setelah mencapai akhir penderitaan,
Menjalani kehidupan dengan mantap di antara yang tidak mantap.”[8] <17>
19 (9) Gubuk Kecil
37 Tidaklah engkau memiliki gubuk kecil ?
Tidakkah engkau memiliki sarang kecil?
Tidakkah engkau memiliki garis-garis yang diperpanjang?
Apakah engkau bebas dari belenggu?”
38 “Sudah pasti aku tidak memiliki gubuk kecil,
Sudah pasti aku tidak memiliki sarang kecil,
Sudah pasti aku tidak memiliki garis-garis yang diperpanjang,
Sudah pasti aku bebas dari belenggu.”29
39 “Menurut pendapatmu, apakah yang saya sebut gubuk kecil?
Menurut pendapatmu, apakah yang saya sebut sarang kecil?
Menurut pendapatmu, apakah yang saya sebut garis-garis yang diperpanjang?
Menurut pendapatmu, apakah yang saya sebut belenggu?”30
40 “Ibulah yang kau sebut gubuk kecil,
Istri yang kau sebut sarang kecil, <18>
Putra-putralah yang kau sebut garis-garis yang diperpanjang,
Nafsu keinginanlah yang kau beritahukan sebagai belenggu.”
41 “memang baik pula engkau tidak memiliki gubuk kecil,
Baik bila engkau tidak memiliki sarang kecil,
Baik bila engkau tidak memiliki garis-garis yang diperpanjang,
Baik bila engkau bebas dari belenggu.”
20 (10) Samiddhi
Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha di Taman Sumber Air Panas. Pada saat itu, Y.M. Samiddhi,. Setelah bangun ketika cahaya kemerahan pertama muncul di fajar hari, pergi ke sumber air panas untuk mandi. Setelah mandi di sumber air panas dan telah keluar dari situ, dia berdiri dengan mengenakan selembar jubah sambil mengeringkan kaki dan tangannya.
Kemudian, ketika malam telah larut, satu devata dengan keelokan yang memukau, yang menerangi seluruh sumber air panas tersebut, mendatangi Y.M. Samiddhi. Setelah mendekat, devata perempuan itu berdiri di udara dan berbicara kepada Y.M. Samiddhi dengan syair.’31 <19>
42 “Tanpa menikmati engkau mengumpulkan dana makan, bhikkhu,
Engkau tidak mencari makanan setelah engkau menikmatinya.
Pertama-tama nikmatilah, bhikku, kemudian carilah dana makanan:
Jangan biarkan waktu melewatimu!”[9]
43 “Saya tidak tahu jam berapa ini;
Waktu bersembunyi dan tak dapat dilihat.
Jadi, tanpa menikmati, saya mengumpulkan dana makanan:
Jangan biarkan waktu melewatiku!”32
Kemudian devata itu turun ke bumi dan berkata kepada Y.M. Samiddhi: ‘Engkau telah meninggalkan keduniawian sementara masih muda, bhikkhu, pemuda dengan rambut hitam, yang memiliki berkah kemudaan, di masa puncak kehidupan, tanpa pernah bermain –main dengan kesenangan-indera. Nikmatilah kesenangan-indera manusia, wahai bhikkhu; jangan meninggalkan pa yang langsung terlihat untuk mengejar apa yang makan waktu.”
“Saya bukannya meninggalkan apa yang langsung terlihat, sahabat, untuk mengejar apa yang makan waktu. Saya justru telah meninggalkan apa yang makan waktu untuk mengejar apa yang langsung terlihat. <20> Karena Yang Terberkahi, sahabat, telah mengatakan bahwa kesenangan-kesenangan indera justru membuang-waktu, penuh dengan penderitaan, penuh dengan keputusasaan, dan bahaya di dalam tetap lebih besar. Namun Dhamma ini langsung terlihat, langsung dapat dipraktekkan, mengundang orang untuk datang dan melihat, dapat diterapkan, untuk dialami secara pribadi oleh para bijaksana.”33
“Bagaimana mungkin, bhikkhu, Yang Terberkahi telah mengatakan bahwa kesenangan-kesenangan indera justru membuang waktu, penuh dengan penderitaan, penuh dengan keputus-asaan, dan bahaya di dalamnya tetap lebih besar? Bagaimana mungkin Dhamma ini langsung terlihat, langsung dapat dopraktekkan, mengundang orang untuk datang dan melihat, dapat diterapkan, untuk dialami secara pribadi oleh para bijaksana?”
“Saya baru saja ditasbihkan, sahabat, belum lama meninggalkan keduniawian, baru saja bertemu Dhamma dan vinaya ini. Saya tidak dapat menjelaskannya secara mendetil. Tetapi Yang Terberkahi, Sang Arahat, Yang Tercerahkan Sempurna, sedang berdiam di Rajagaha di Taman Sumber Air Panas. Datanglah pada Yang Terberkahi itu dan bertanyalah kepada Beliau tentang hal ini. Sebagaimana Beliau menerangkannya kepadamu, demikianlah engkau harus mengingatnya.”
“Tidak mudahlah bagi kami untuk mendekati Yang Terberkahi, wahai bhikkhu, karena Beliau dikelilingi oleh devata-devata lain yang memiliki pengaruh besar.34 Seandainya engkau mau datang pada Beliau <21> dan bertanya hal ini, kami akan ikut juga untuk mendengarkan Dhamma.”
“Baiklah, sahabat, jawab Y.M. Samiddhi. Maka Y.M. Samiddhi mendatangi Yang Terberkahi, memberi hormat kepada beliau, duduk di satu sisi, [10] dan melaporkan seluruh diskusi dengan devata itu, [11] <22-23. (syair 44-45, yang tercakup di dalam laporan, mengulangi syair 42-43) dengan menambahkan: “Jika pernyataan devata itu benar, Yang Mulia Bhante, maka devata itu pasti berada di dekat sini.”
Ketika hal ini dikatakan, devata tersebut berkata kepada Y.M. Samiddhi: “Bertanyalah, Bhikkhu! Bertanyalah, Bhikkhu! Karena saya telah tiba.”
Kemudian Yang Terberkahi berbicara kepada devata itu dengan syair:
46 “Para makhluk yang memahami apa yang dapat diekspresikan
Menjadi mantap di dalam apa yang dapat diekspresikan. <24>
Karena tidak sepenuhnya memahami apa yang dapat diekspresikan,
Mereka jatuh di bawah kuk Kematian.35
47 “Tetapi setelah sepenuhnya memahami apa yang dapat diekspresikan,
Seseorang tidak memahami ‘dia yang mengekspresikan.’
Karena baginya hal seperti itu tidak ada
Yang dapat digunakan orang untuk menggambarkan dia.36
“Jika engkau memahami, wahai makhluk halus, berbicaralah.”
“Saya tidak memahami secara mendetil, Yang Mulia Bhante, arti dari apa yang secara ringkas telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi. Saya mohon, Yang Mulia Bhante, sudilah Yang Terberkahi menjelaskannya kepada saya dengan cara sedemikian sehingga saya bisa memahami secara mendetil arti dari apa yang secara ringkas telah Beliau nyatakan.”[12]
[Yang Terberkahi:]
48 “Dia yang memahami ‘Aku sama, lebih baik, atau lebih buruk,’
Karena hal itu mungkin terlibat dalam peselisihan.
Tetapi dia yang tidak tergoyah dalam tiga perbedaan
Tidak terpikir, ‘aku sama atau lebih baik.’37
 <25>
“jika engkau memahami, wahai makhluk halus, berbicaralah,”
“Dalam hal ini juga, Yang Mulia Bhante, Saya tidak memahami secara mendetil … sudilah Yang Terberkahi menjelaskannya kepada saya dengan cara sedemikian sehingga saya bisa memahami secara mendetil arti dari apa yang secara telah beliau nyatakan.”
[Yang Terberkahi:]
49 “Dia telah meninggalkan perkiraan, tidak memangku kesombongan;38
Dia telah memotong nafsu di sini untuk batin-dan-bentuk.
Walaupun para dewa dan manusia mencarinya
Di sini dan di luar sana, di surga dan di semua kediaman,
Mereka tidak menemukan dia yang simpul-simpulnya telah terpotong,
Dia yang tak terganggu, yang bebas dari kerinduan.
“Jika engkau memahami, wahai maklhuk halus, berbicaralah.”
“Saya memahami secara mendetil, Yang Mulia Bhante, artinya dari apa yang secara ringkas telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi demikian:<26>
50 “Orang seharusnya tidak melakukan kejahatan di semua dunia,
Tidak melalui ucapan, pikiran, atau tubuh.
Setelah meninggalkan kesenangan-kesenangan indera,
Waspada dan secara jernih memahami,
Orang seharusnya tidak mengejar suatu jalan
Yang menyakitkan dan merugikan.”39
Posting ini telah dilihat sebanyak :1390


http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/nandana/

No comments:

Post a Comment