DN 6
Mahāli
Sutta
Tentang Mahāli
Pemandangan Surgawi, Jiwa dan Badan
Diterjemahkan dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh
Maurice O’Connell Walshe
[150] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Suatu
ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī, di Aula Segitiga di dalam Hutan
Besar. Dan pada saat itu, sejumlah besar Brahmana, utusan dari Kosala dan
Magadha sedang berada di Vesālī untuk suatu urusan. Dan mereka mendengar:
‘Petapa Gotama, putra Sakya, yang telah meninggalkan suku Sakya, sedang berdiam
di Vesālī, di Aula Segitiga di Hutan Besar. Dan sehubungan dengan Sang Bhagavā,
Yang Terberkahi, telah beredar berita: “Yang Terberkahi adalah seorang Arahat,
Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan
perilaku, telah menempuh Sang Jalan dengan sempurna, Pengenal seluruh alam,
Penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa
dan manusia, seorang Buddha, Bhagavā Yang Terberkahi.” Beliau menyatakan kepada
dunia ini dengan para dewa, māra dan Brahmā, para petapa dan Brahmana bersama
dengan para raja dan umat manusia, setelah mengetahui dengan pengetahuan-Nya
sendiri. Beliau mengajarkan Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan,
dan indah di akhir, dalam makna dan kata, dan Beliau memperlihatkan kehidupan
suci yang sempurna, murni sepenuhnya. Dan sesungguhnya adalah baik sekali
menemui Arahat demikian.’
2. Dan demikianlah para Brahmana ini, utusan
dari Kosala dan Magadha pergi ke Hutan Besar, menuju Aula Segitiga. Pada saat
itu, Yang Mulia Nāgita adalah pelayan pribadi Sang Bhagavā. Maka mereka menemui
Yang Mulia Nāgita dan berkata: ‘Yang Mulia Nāgita, di manakah Yang Mulia Gotama
berada? Kami ingin menemui Beliau.’ [151]
‘Teman-teman, ini bukanlah saat yang tepat
untuk menemui Sang Bhagavā. Beliau sedang bermeditasi.’ Namun para Brahmana
tetap duduk di satu sisi dan berkata: ‘Kami akan pergi setelah menemui Gotama,
Sang Bhagavā.’
3. Kemudian Oṭṭhaddha, seorang Licchavi masuk ke Aula Segitiga bersama banyak
pengikut, memberi hormat kepada Yang Mulia Nāgita dan berdiri di satu sisi,
berkata: ‘Di manakah Sang Bhagavā berada? Sang Arahat, Buddha
yang telah mencapai Penerangan Sempurna? Kami ingin menemui Beliau.’ ‘Mahāli,1sekarang bukan waktunya untuk menemui Sang Bhagavā, Beliau
sedang bermeditasi.’ Namun Oṭṭhaddha hanya
duduk di satu sisi, dan berkata: ‘Jika aku telah menemui Sang Bhagavā,
Sang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, aku akan pergi.’
4. Kemudian Samaṇerā Sīha2 datang
menemui Yang Mulia Nāgita, berdiri di satu sisi dan berkata: ‘Yang Mulia
Kassapa,3 para Brahmana ini utusan dari Kosala dan Magadha telah datang ke
sini untuk menemui Sang Bhagavā, dan Oṭṭhaddha, si Licchavi, juga, telah datang bersama banyak pengikut
untuk menemui Sang Bhagavā. Baik sekali, jika Yang Mulia Kassapa, mengizinkan
orang- orang ini menemui Beliau.’ ‘Baiklah, Sīha, engkau beritahukanlah
kedatangan mereka kepada Sang Bhagavā.’ ‘Baik, Yang Mulia,’ Sīha menjawab.
Kemudian ia mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat, berdiri di satu sisi dan
berkata: ‘Bhagavā, para Brahmana utusan dari Kosala dan Magadha telah datang ke
sini untuk menemui Bhagavā, dan demikian pula Oṭṭhaddha, si Licchavi bersama banyak [152] pengikut. Baik sekali
jika Bhagavā mengizinkan mereka menemui Bhagavā.’ ‘Baiklah, Sīha, siapkan
tempat duduk dalam keteduhan tempat ini.’ ‘Baik, Bhagavā,’ Sīha menjawab,
dan melakukan perintah itu. Kemudian Sang Bhagavā keluar dari tempat
tinggal-Nya dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan.
5. Para Brahmana mendekati Sang Bhagavā.
Setelah saling bertukar sapa dengan Beliau, mereka duduk di satu sisi. Oṭṭhaddha bersujud kepada Sang
Bhagavā, dan kemudian duduk di satu sisi, dan berkata: ‘Bhagavā, tidak lama
yang lalu, Sunakkhatta si Licchavi4 menemuiku
dan berkata: “Tidak lama lagi aku sudah menjadi pengikut Sang Bhagavā selama
tiga tahun. Aku telah melihat pemandangan surgawi, menyenangkan,
menggembirakan, memikat, namun aku belum pernah mendengar suara-suara surgawi
yang menyenangkan, menggembirakan, memikat.” Bhagavā, adakah suara-suara
surgawi yang demikian, yang tidak didengar oleh Sunakkhatta, ataukah tidak
ada?’ ‘Ada suara-suara demikian, Mahāli.’
6. ‘Kalau begitu, apakah alasannya, apakah
sebabnya mengapa Sunakkhatta tidak mendengarnya?’ [153] ‘Mahāli, dalam satu
kasus seorang bhikkhu, menghadap ke timur, masuk ke dalam samādhi satu sisi5 dan melihat pemandangan-pemandangan surgawi, menyenangkan,
menggembirakan, memikat … namun tidak mendengar suara-suara surgawi. Dengan
samādhi satu sisi ini, ia melihat pemandangan-pemandangan surgawi namun tidak
mendengar suara-suara surgawi. Mengapakah? Karena samādhi ini hanya membawa
kepada penglihatan atas pemandangan- pemandangan surgawi, dan tidak kepada
pendengaran atas suara- suara surgawi.’
7. ‘Dan lagi, seorang bhikkhu menghadap ke
selatan, barat, utara, masuk ke dalam samādhi satu sisi dan menghadap ke atas,
ke bawah, atau ke sekeliling melihat pemandangan-pemandangan surgawi [di arah
tersebut], namun tidak mendengar suara-suara surgawi. Mengapakah? Karena
samādhi ini hanya membawa kepada penglihatan atas pemandangan-pemandangan
surgawi, dan tidak kepada pendengaran atas suara-suara surgawi.’ [154]
8. ‘Dalam kasus yang lain, Mahāli, seorang
bhikkhu menghadap ke timur … mendengar suara-suara surgawi, namun tidak melihat
pemandangan-pemandangan surgawi ….’
9. ‘Dan lagi, seorang bhikkhu menghadap ke
selatan, barat, menghadap ke atas, ke bawah, atau ke sekeliling mendengar
suara- suara surgawi, namun tidak melihat pemandangan-pemandangan surgawi ….’
10. ‘Dalam kasus yang lain, Mahāli, seorang
bhikkhu menghadap ke timur, masuk ke dalam samādhi dua sisi dan melihat
pemandangan-pemandangan surgawi, menyenangkan, menggembirakan, memikat, [155]
dan juga mendengar suara-suara surgawi. Mengapakah? Karena samādhi dua sisi ini
mengarah kepada penglihatan atas pemandangan-pemandangan surgawi dan
pendengaran atas suara-suara surgawi.’
11. ‘Dan lagi, seorang bhikkhu menghadap ke
selatan, barat, menghadap ke atas, ke bawah, atau ke sekeliling dan melihat
pemandangan-pemandangan surgawi dan juga mendengar suara- suara surgawi …. Dan
itulah alasannya, mengapa Sunakkhatta dapat melihat pemandangan-pemandangan
surgawi namun tidak mendengar suara-suara surgawi.’6
12. ‘Jadi, Bhagavā, apakah untuk mencapai
samādhi demikian, seorang bhikkhu menjalankan kehidupan suci di bawah Bhagavā?’
‘Tidak, Mahāli, ada hal-hal lainnya, yang lebih tinggi dan lebih sempurna
daripada yang ini, yang oleh karenanya para bhikkhu menjalankan kehidupan suci
di bawah-Ku.’
[156] 13. ‘Apakah itu, Bhagavā?’ ‘Mahāli,
dalam satu kasus, seorang bhikkhu, setelah meninggalkan tiga belenggu, menjadi
seorang Pemenang-Arus, tidak akan jatuh ke dalam kondisi sengsara, kokoh berada
di jalan menuju Pencerahan. Kemudian, seorang bhikkhu yang telah meninggalkan
tiga belenggu, dan telah melemahkan keserakahan, kebencian, dan kebodohannya,
menjadi seorang Yang-Kembali-Sekali, yang setelah kembali ke alam ini satu kali
lagi, akan mengakhiri penderitaan. Kemudian, seorang bhikkhu yang telah
meninggalkan lima belenggu yang lebih rendah dan terlahir kembali secara
spontan7 [di
alam yang tinggi] dan, tanpa jatuh dari alam itu, mencapai pencerahan. Kemudian
lagi, seorang bhikkhu melalui padamnya kekotoran-kekotoran mencapai pembebasan
batin yang tanpa kekotoran dalam kehidupan ini juga, pembebasan melalui
kebijaksanaan, yang ia capai dengan pandangan terangnya sendiri. Itu adalah
hal-hal lain yang lebih tinggi dan lebih sempurna daripada yang ini, yang oleh
karenanya para bhikkhu menjalankan kehidupan suci di bawah-Ku.’
14. ‘Bhagavā, adakah jalan, adakah metode
untuk mencapai hal-hal ini?’ ‘Ada jalan, Mahāli, ada metode.’ [157] ‘Dan
Bhagavā, apakah jalan itu, apakah metode itu?’
‘Yaitu, Jalan Mulia Berfaktor Delapan, yaitu,
Pandangan Benar, Pikiran Benar; Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan
Benar; Usaha Benar, Perhatian Benar, dan Konsentrasi Benar. Ini adalah jalan,
ini adalah cara untuk mencapai hal-hal ini.’
15. ‘Suatu ketika, Mahāli, Aku sedang menetap
di Kosambī, di Taman Ghosita. Dan dua pengembara, Maṇḍisa dan Jāliya, murid dari petapa
bermangkuk kayu, mendatangi-Ku, bertukar sapa dengan-Ku, dan duduk di satu
sisi. Kemudian mereka berkata: “Bagaimana menurutmu, teman Gotama, apakah jiwa8sama dengan
badan, atau apakah jiwa adalah satu hal dan badan adalah hal lainnya?”
“Baiklah, Teman-teman, kalian dengarlah, perhatikan baik-baik, dan Aku akan
menjelaskan.” “Baik, Teman,” mereka menjawab, dan Aku melanjutkan.’
16. ‘Teman-teman, seorang Tathāgata telah
muncul di dunia ini, seorang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan
Sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang Sempurna, telah sempurna
menempuh Sang Jalan, Pengenal seluruh alam, penjinak manusia yang harus
dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan
Terberkahi. Beliau, setelah mencapainya dengan pengetahuan-Nya sendiri,
menyatakan kepada dunia bersama para dewa, māra dan Brahma, para raja dan umat
manusia. Beliau membabarkan Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan,
indah di akhir, dalam makna dan kata, dan menunjukkan kehidupan suci yang
sempurna dan murni sepenuhnya.’
‘“Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian
dan mempraktikkan moralitas (Sutta 2, paragraf 41-63). Karena moralitasnya, ia
tidak melihat bahaya di mana pun juga. Ia mengalami dalam dirinya kebahagiaan
tanpa noda yang muncul karena mempertahankan moralitas Ariya. Demikianlah ia
sempurna dalam moralitas. (Seperti Sutta 2, paragraf 64-74) … ini seperti ia
terbebas dari hutang, dari penyakit, dari belenggu, dari pembudakan, dari
bahaya gurun pasir … dengan tidak melekat pada kenikmatan- indria, tidak
melekat pada kondisi-kondisi jahat, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna pertama
… dan meliputi, basah seluruhnya, penuh dan memancarkan ke seluruh tubuhnya,
sehingga tidak ada bagian yang tidak tersentuh oleh kegembiraan dan kebahagiaan
yang muncul dari ketidakmelekatan. Sekarang, bagi seseorang yang mengetahui dan
melihat, apakah tepat mengatakan: ‘Jiwa adalah sama dengan badan’ atau ‘Jiwa
berbeda dengan badan’?” “Tidak, Teman.”9 “Tetapi
Aku mengetahui dan melihat demikian, dan Aku tidak mengatakan bahwa jiwa adalah
sama atau berbeda dengan badan.”
17. ‘“Dan hal yang sama dengan jhāna ke dua …,
ke tiga …, [158] jhāna ke empat (seperti Sutta 2, paragraf 77-82).”’
18. ‘“Pikiran cenderung mengarah kepada
pengetahuan dan penglihatan. Sekarang, bagi seseorang yang mengetahui dan
melihat, apakah tepat mengatakan: ‘Jiwa adalah sama dengan badan’ atau ‘Jiwa
berbeda dengan badan’?” “Tidak, Teman.”’
19. ‘“Ia mengetahui: ‘Tidak ada lagi yang
lebih jauh di sini.’ Sekarang, bagi seseorang yang mengetahui dan melihat,
apakah tepat mengatakan: ‘Jiwa adalah sama dengan badan’ atau ‘Jiwa berbeda
dengan badan’?” “Tidak, Teman.” “Tetapi Aku mengetahui dan melihat demikian,
dan Aku tidak mengatakan bahwa jiwa adalah sama atau berbeda dengan badan.”’
Demikianlah Sang Bhagavā berkata, dan Oṭṭhaddha si Licchavi gembira mendengar
kata-kata Beliau.
- 1. Ini adalah nama
keluarga (gotta), seperti Gotama adalah nama keluarga dari Sang Buddha. RD
dalam satu catatannya menjelaskan bahwa ini adalah cara yang sopan dalam
memanggil seseorang.
- 2. Seorang pemuda
yang berbakat, yang penilaiannya sangat dihargai oleh para seniornya.
- 3. Ini adalah nama
keluarga Nāgita.
- 4. Penjelasan lebih
lanjut mengenai Sunakkhatta, baca DN 24.
- 5. Jenis tertentu
dari konsentrasi.
- 6. Pengulangan yang
melelahkan sehubungan dengan permasalahan yang relatif kurang penting.
- 7. Opapātika: Di
sini dalam pengertian spesifik dari Yang- Tidak-Kembali (anāgāmī).
- 8. Jīvaṁ:
‘Prinsip-kehidupan’.
- 9. Cf. DN 1.3.10.
Beberapa MSS menuliskan ‘Ya, Teman’.
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/mahali-sutta/
No comments:
Post a Comment