VIVAnews - Jejak kuburan massal tragedi penumpasan G-30 S PKI tahun 1965/1966 silam kini mulai terkuak. Di Semarang, Jawa Tengah, Perkumpulan Masyarakat Semarang untuk Hak Asasi Manusia (PMS-HAM) menemukan dua liang kuburan massal yang merupakan sejarah kelam tragedi tersebut.
Lokasi penemuan makam tersebut, terletak di Kelurahan Wonosari, Mangkang, Kota Semarang. Menurut beberapa sumber yang dihimpun para aktivis, di salah satu pekarangan warga itu dahulunya dikuburkan sebanyak 24 korban. Mereka dikuburkan di dua lobang secara tidak layak.
"Kami beberapa kali ke lokasi situs kuburan massal tersebut. Setelah melakukan wawancara-wawancara dengan warga, tercatat jumlah korban," kata Koordinator PMS-HAM, Yunantyo Adi di Semarang, Senin 17 November 2014.
Tak hanya itu, lanjut Yunanto, dia bersama dengan dua mahasiswa S2 Program Magister Ilmu Hukum Undip Semarang, yakni Rian Adhivira dan Unu P Herlambang, juga telah mendapatkan saksi sejarah saat itu. Yakni sejumlah warga yang saat tragedi penguburan itu menguruk langsung dua lubang selepas eksekusi pada 1966.
"Dari penemuan itu, kita harapkan ada penguburan layak bagi warga yang dikubur di lokasi, " imbuh dia.
Lapor Komnas HAM
Lebih lanjut, Yunanto menyampaikan, pihaknya kini telah melaporkan situs kuburan itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM). Tujuannya, adalah dalam rangka konsultasi perihal penguburan kembali secara layak.
"Kami sudah berkirim surat ke Komnas HAM untuk berkonsultasi apakah benar terhadap jenazah-jenazah yang menurut warga berjumlah 24 korban," beber Yunanto.
Menurut dia, sejumlah jenazah yang telah puluhan tahun dikuburkan di lokasi tesebut, layak mendapatkan perhatian. Itu dalam rangka kemanusiaan dan merupakan simbol saling memaafkan terhadap luka-luka bangsa di masa lalu.
Salah satu cara adalah dikuburkan kembali secara layak. Kemudian didoakan, disalati oleh semua pemuka-pemuka agama, baik Islam, Kristen, dan agama lainnya.
"Mereka dulu kan juga ada yang Islam, dan mungkin beragama lain, saat dieksekusi barangkali belum disalati," ujar dia.
Aktivis lainnya, Rian Adhivira mengaku, saat ini timnya telah mengumpulkan sejumlah mahasiswa pegiat sejarah di Kota Semarang untuk mememperhatikan situs penemuan kuburan tersebut.
Lokasi penemuan makam tersebut, terletak di Kelurahan Wonosari, Mangkang, Kota Semarang. Menurut beberapa sumber yang dihimpun para aktivis, di salah satu pekarangan warga itu dahulunya dikuburkan sebanyak 24 korban. Mereka dikuburkan di dua lobang secara tidak layak.
"Kami beberapa kali ke lokasi situs kuburan massal tersebut. Setelah melakukan wawancara-wawancara dengan warga, tercatat jumlah korban," kata Koordinator PMS-HAM, Yunantyo Adi di Semarang, Senin 17 November 2014.
Tak hanya itu, lanjut Yunanto, dia bersama dengan dua mahasiswa S2 Program Magister Ilmu Hukum Undip Semarang, yakni Rian Adhivira dan Unu P Herlambang, juga telah mendapatkan saksi sejarah saat itu. Yakni sejumlah warga yang saat tragedi penguburan itu menguruk langsung dua lubang selepas eksekusi pada 1966.
"Dari penemuan itu, kita harapkan ada penguburan layak bagi warga yang dikubur di lokasi, " imbuh dia.
Lapor Komnas HAM
Lebih lanjut, Yunanto menyampaikan, pihaknya kini telah melaporkan situs kuburan itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM). Tujuannya, adalah dalam rangka konsultasi perihal penguburan kembali secara layak.
"Kami sudah berkirim surat ke Komnas HAM untuk berkonsultasi apakah benar terhadap jenazah-jenazah yang menurut warga berjumlah 24 korban," beber Yunanto.
Menurut dia, sejumlah jenazah yang telah puluhan tahun dikuburkan di lokasi tesebut, layak mendapatkan perhatian. Itu dalam rangka kemanusiaan dan merupakan simbol saling memaafkan terhadap luka-luka bangsa di masa lalu.
Salah satu cara adalah dikuburkan kembali secara layak. Kemudian didoakan, disalati oleh semua pemuka-pemuka agama, baik Islam, Kristen, dan agama lainnya.
"Mereka dulu kan juga ada yang Islam, dan mungkin beragama lain, saat dieksekusi barangkali belum disalati," ujar dia.
Aktivis lainnya, Rian Adhivira mengaku, saat ini timnya telah mengumpulkan sejumlah mahasiswa pegiat sejarah di Kota Semarang untuk mememperhatikan situs penemuan kuburan tersebut.
Kini ada sebanyak 20 mahasiswa Undip, Unnes, Unika, dan universitas lain telah bersama-sama ikut melaporkan ke Komnas HAM untuk penguburan kembali.
"Penguburan itu bukan dalam rangka politik dan bukan dalam rangka ideologi, namun murni kemanusiaan dan memaafkan luka-luka bangsa di masa lalu," kata Rian.
Sementara itu, Koordinator Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Rukardi Achmadi sangat mengapresiasi langkah penguburan kembali korban Tragedi 1965/1966 di Semarang itu. Menurutnya, para korban yang dikuburkan dalam satu liang tersebut, belum tentu tahu menahu masalah Gestapu 1965 saat itu.
"Hanya karena eforia politik, dan Partai Komunis Indonesia menjadi tertuduhnya, mereka yang dituduh PKI tersebut dibunuh, dihilangkan, ditawan, diperkosa, diperbudak, dan sebagainya," beber dia.
Menurut Rukardi, untuk melihat benar salah situasi waktu itu memang sangat rumit. Sebab, saat itu situasi memang chaos dan sulit terkendali. Sebab itu, sebagai masyarakat, saat ini wajib hukumnya untuk saling memaafkan dan menghormati sejarah bangsa.
"Itulah sejarah kita, namanya sejarah bukan untuk dilupakan, namun supaya menjadi pelajaran generasi selanjutnya," ujarnya. (asp)
"Penguburan itu bukan dalam rangka politik dan bukan dalam rangka ideologi, namun murni kemanusiaan dan memaafkan luka-luka bangsa di masa lalu," kata Rian.
Sementara itu, Koordinator Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Rukardi Achmadi sangat mengapresiasi langkah penguburan kembali korban Tragedi 1965/1966 di Semarang itu. Menurutnya, para korban yang dikuburkan dalam satu liang tersebut, belum tentu tahu menahu masalah Gestapu 1965 saat itu.
"Hanya karena eforia politik, dan Partai Komunis Indonesia menjadi tertuduhnya, mereka yang dituduh PKI tersebut dibunuh, dihilangkan, ditawan, diperkosa, diperbudak, dan sebagainya," beber dia.
Menurut Rukardi, untuk melihat benar salah situasi waktu itu memang sangat rumit. Sebab, saat itu situasi memang chaos dan sulit terkendali. Sebab itu, sebagai masyarakat, saat ini wajib hukumnya untuk saling memaafkan dan menghormati sejarah bangsa.
"Itulah sejarah kita, namanya sejarah bukan untuk dilupakan, namun supaya menjadi pelajaran generasi selanjutnya," ujarnya. (asp)
https://id.berita.yahoo.com/kuburan-massal-tragedi-1965-ditemukan-072618277.html
No comments:
Post a Comment