PASANGAN YANG IDEAL
Kalena Dhammassvanam,
Etammangalamuttaman’ti
Mendengarkan Dhamma
pada waktu yang sesuai, itulah berkah utama.
(Mangala Sutta, Khuddaka Nikaya, Khuddhakapatha)
Saat ini adalah saat yang tepat
untuk mendengarkan Dhamma, sangat penting sekali bagi kita untuk belajar
Dhamma. Karena dengan belajar Dhamma kita dapat mengerti hal-hal yang baik dan
berguna serta hal-hal yang tidak baik dan tidak berguna, sehingga hidup kita
akan semakin bijaksana. Manfaat dari mendengarkan Dhamma antara lain; dapat
menambah pengetahuan tentang hal-hal yang belum pernah didengar, hal-hal yang
pernah didengar sebelumnya akan semakin jelas, menghilangkan keragu-raguan,
memberikan pengertian benar, serta membuat pikiran menjadi tenang dan bahagia.
Masyarakat Buddhist ada dua
kelompok yaitu: Kelompok masyarakat Buddhist yang menjalani kehidupan duniawi
sebagai upasaka dan upasika, dan kelompok masyarakat Buddhist yang meninggalkan
kehidupan duniawi menjadi bhikkhu atau samanera.
Uraian ini diberikan khusus bagi
perumah tangga yang ingin menjalani kehidupan berumah tangga, menjadi suami
istri yang bahagia dalam kehidupan ini dan kehidupan berikutnya. Dalam petikan Angutara Nikaya kelompok empat dijelaskan:
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang
berada di jalan antara Madhura dan Veranja. Pada saat itu sejumlah perumah
tangga dan istri mereka berjalan di jalan yang sama. Kemudian, Sang Buddha
meninggalkan jalan itu dan duduk di kaki sebuah pohon. Melihat Sang Buddha
sedang duduk, para perumah tangga dan istri mereka mendatangi Beliau. Setelah
memberikan hormat, mereka duduk di satu sisi dan Sang Buddha berkata kepada
mereka:
Perumah tangga, ada empat jenis
pernikahan.
1.
Raksasa
hidup bersama raksasi
Dalam pasangan
ini, sang suami adalah orang yang membunuh mahluk lain, mengambil apa yang
tidak diberikan, melakukan perilaku seksual yang tidak benar, berbicara bohong,
dan bermanja-manja dalam minuman anggur, minuman keras dan zat yang bersifat
racun, yang merupakan ladasan kelalaian ; dia tidak bermoral , berwatak buruk;
dia berdiam di rumah dengan hati yang terobsesi noda kekikiran; dia melecehkan
dan menghina petapa dan brahmana. Dan sang istri persis sama dalam semua hal.
2.
Raksasa
hidup bersama dewi
Dalam pasnagan
ini, sang suami adalah orang yang membunuh mahluk lain, mengambil apa yang
tidak diberikan, melakukan perilaku seksual yang tidak benar, berbicara bohong,
dan bermanja-manja dalam minuman anggur, minuman keras dan zat yang bersifat
racun, yang merupakan ladasan kelalaian ; dia tidak bermoral , berwatak buruk;
dia berdiam di rumah dengan hati yang terobsesi noda kekikiran; dia melecehkan
dan menghina petapa dan brahmana. Tetapi sang istri adalah orang yang
menjauhkan diri dari membunuh mahluk lain, tidak mengambil apa yang tidak
diberikan, tidak melakukan perilaku seksual yang tidak benar, tidak berbicara
bohong, dan tidak bermanja-manja dalam minuman anggur, minuman keras dan zat
yang bersifat racun, yang meruapakan landassan kelalaian; dia luhur , berwatak
baik; dia berdiam di rumah dengan hati yang bebas dari noda kekikiran; di tidak
melecehkan atau menghina petapa dan brahmana.
3.
Dewa
hidup bersama raksasi
Dalam pasangan
ini, sang suami adalah orang yang menjauhkan diri dari membunuh mahluk lain,
tidak mengambil apa yang tidak diberikan, tidak melakukan perilaku seksual yang
tidak benar, tidak berbicara bohong dan
tidak bermanja-manja dalam minuman anggur, minuman keras dan zat yang
bersifat racun, yang merupakan landasan kelalaian; dia luhur, berwatak baik;
dia berdiam di rumah dengan hati yang bebas ari noda kekikiran; dia tidak
melecehkan atau menghina petapa dan brahmana. Tetapi sang istri adalah orang
yang berperilaku sebaliknya.
4.
Dewa
hidup dengan dewi
Dalam pasangan
ini, sang suami adalah orang yang menjauhkan diri dari membunuh mahluk lain,
tidak mengambil apa yang tidak diberikan, tidak melakukan perilaku seksual yang
tidak benar, tidak berbicara bohong, dan tidak bermanja-manja dalam minuman
anggur, minuman keras, dan zat yang bersifat racun, yang merupakan landasan
kelalaian; dia luhur , berwatak aik; dia berdiam di rumah dengan hati yang
bebas dari noda kekikiran; dia tidak melecehkan atau mengina petapa dan
brahmana. Dan sang istri persis sama dalam semua hal.
Pasangan Yang Ideal
Setelah menyimak
uraian empat jenis pernikahan di atas, maka yang paling ideal, adalah
pernikahan yang nomor empat, yaitu dewa hidup dengan dewi. Ketika sepasang
suami istri menjalani kehidupan berkeluarga yang harmonis, rukun, sejahtera,
dan bahagia, tak jarang mereka mengharapkan untuk dapat bertemu kembali dalam
kelahiran berikutnya. Untuk menciptakan keluarga yang ideal, lebih lengkapnya
dijelaskan oleh Sang Buddha dalam petikan Anguttara
Nikaya kelompok empat:
“Perumah tangga, jika suami dan istri ingin
tidak berpisah selama kehidupan ini masih berlangsung dan di dalam kehidupan
yang akan dating juga, mereka harus memiliki keyakinan yang sama, moralitas
yang sama, kedermawanan yang sama; dengan deimikian mereka tidak akan berpisah
selama kehidupan ini masih berlangsung dan di dalam kehidupan mendatang juga.”
“Bila keduaya memiliki keyakinan dan
kedermawanan, memiliki pengendalian diri, menjalani kehidupan yang benar,
mereka datang bersama sebagai suami dan istri, penuh cinta kasih satu sama
lain. Banyak berkah datang kepada mereka, mereka hidup bersama di daam
kebahagiaan, musuh-musuh mereka dibiarkan merana, bila keduanya setara
moralitasnya. Setelah hidup sesuai Dhamma di dunia ini , setara dalam moralitas
dan ketaatan, mereka bersuka-cita di alam dewa setelah kematian, menikmati
kebahagiaan yang melimpah.”
Ceramah oleh:
Bhikkhu Hemadhammo.
Sumber: Berita
Dhammacakka No. 1063 tanggal 23 November 2014.
No comments:
Post a Comment