LATIHAN BERTAHAP UNTUK KEMAJUAN BATIN
Attasammapanidhi ca
Etammangalamuttamam
Membimbing diri
dengan benar itulah berkah utama
Siddhattha Gotama adalah mahluk agung
yang semua kehidupannya terberkahi hal-hal baik, mempunyai sifat-sifat luhur,
yang selalu berhasil dalam setiap usaha merealisasi cita-cita, mampu
mengentaskan mahluk hidup dari penderitaan. Beliau sebagai seorang pemimpin
komunitas bhikkhu, sebagai tokoh dunia, bahkan sebagai guru para dewa dan
manusia mempunyai banyak siswa dan pengikut, dan dipuja hampir di setiap negara
di muka bumi ini. Semua bentuk keberhasilan itu sebagai buah usaha serta
kebajikan dari sebuah proses yang amat panjang, di mana dalam setiap kehidupan-Nya
sang bakal (calon) Buddha ini memenuhi parami yang nantinya parami-parami
tersebutlah yang bisa mendukung keberhasilanmerealisasi keBuddhaan.
Melalui penglihatan-Nya yang sempurna,
Buddha melihat kebajikan apa sajakah yang bisa mendorong diri-Nya sendiri
memperoleh keberhasilan. Melalui kesempurnaan pengetahuan-Nya itu pula Buddha
menyampaikan kepada umat manusia agar senantiasa berbuat kebenaran, menjaga
perilaku dan sikap, bertutur kata santun yang mengandung kebenaran, serta
berusaha memurnikan piikiran dari buah-buah pikir yang buruk, yang jahat, yang
tidak berfaedah, sebaliknya berupaya mengembangkan kesadaran, eling dan
waspada.
Buddha dengan sangat gamblang
menyampaikan bahwa untuk mencapai kemajuan batin tidak bisa didapatkan dengan
instan, namun melalui tahap demi tahap, tidak secara tiba-tiba. Keberhasilan
itu bermula dari yang dasar, sedang, sampai dengan tingkat tinggi. Kesemuanya
melalui tahapan dan proses yang berkelanjutan.
Untuk mencapai keberhasilan tersebut,
Buddha memberikan instruksi untuk terus meningkatkan latihan demi kemajuan
batin. Ajaran bertahap ini umumnya ditujukan kepada para perumah tangga yang
ingin terus meningkatkan latihannya.
KERELAAN (DANA)
Di saat banyak kepercayaan mengajarkan
tentang bagaimana mendapatkan berkah-berkah kebaikan dengan cara berdoa atau
dengan tujuan memohon, berharap dan meminta, namun Buddha menganjurkan untuk
mempraktikkan kemurahan hati, memberi dan berbagi. Inilah keistimewaan dalam
ajaran Buddha. Setelah kebutuhan dasar berupa pakaian, makanan, tempat tinggal tercukupi,
maka hendaknya seseorang berbagi kepada orang lain. Memberikan sebagian
miliknya untuk kebahagiaan mahluk lain. Inilah latihan pertama yang perlu
dikembangkan, melepaskan kepemilikan, mengikis keserakahan sebagai awal latihan
demi kemajuan batin.
KEMORALAN (SILA)
Untuk
menyempurnakan latihan, seorang umat Buddha patut untuk membersihkan dirinya
dari noda-noda keburukan. Noda yang dimaksud adalah perbuatan brutal, jahat
yang dapat menimbulkan celaan dan kerugian bagi pihak lain. Berupaya menjaga
moralitas dalam berperilaku dan berucap dalam keseharian.
Bukan harapan akan pahala atau rasa takut
akan siksaan-siksaan yang mendorong seseorang untuk melakukan kebaikan atau
menahan diri dari perbuatan jahat, namun lebih pada kesadaran akan akibat-akibat
yang nantinya diterimanya. Kesadaran itu muncul dari melihat aibat-akibat yang
akan terjadi dan ia terima. Ia menahan diri dari keburukan karena keburukan itu
akan menghambat laju perkembangan batin demi pencapaian Bodhi.
KEBAHAGIAAN DI DALAM ALAM SURGAWI (SAGGA)
Merupakan keuntungan yang tak ternilai
jika perumah tangga hidup dalam hubungan yang dekat dengan para pabbajita.
Pabbajita yang dianggap sebagai ladang yang subur untuk tindakan berjasa
(punna) di dunia ini, menerima dana yang diberikan dengan hormat dan dengan
pikiran yang penuh keyakinan. Sebagai akibat, si pendonor sekalipun masih jauh
dari Nibbana, namun bisa terlahir di alam yang amat berlawanan dari keadaan
manusia di bumi. Di alam kedewaan (sagga) ini tidak terdapat lagi kemiskinan,
kesulitan, perjuangan, kewajiban dan tugas-tugas seperti di bumi. Kehidupan di
alam ini bersifat terang, nyaman dan menyenangkan, serta bebas dari tanggung
jawab. Semua keadaan yang pnuh dengan kenikmatan surgawi diperoleh dari dari
perbuatan baik dengan mengembangkan kerelaan dan menjaga moralitas.
BAHAYA-BAHAYA DALAM KENIKMATAN KESENANGAN-KESENANGAN INDRIYA
(KAMADINAYA)
Setelah seseorang lebih jauh
diberitahukan mengenai kesenangan-kesenangan yng akan diperoleh sebagai buah
kamma baiknya, sampai pada tahap ini Buddha menjelaskan bahwa menikmati
kesenangan indria merupakan penghambat bagi latihan untuk kemajuan batin. Oleh
karenanya Buddha menyampaikan bahaya-bahayanya, jika tidak hati-hati seseorang
akan terikat dan sulit terlepas dari jeratan siklus tumimbal lahir yang tidak
pernah berakhir.
Oleh karenanya, di dalam kitab Itivuttaka
diceritakan ada dewa yang akhirnya menangis karena melihat usianya akan segera
berakhir. Tanda-tanda kelapukan muncul seperti rangkaian bunga miliknya layu,
pakaiannya menjadi kotor, keringat keluar dari ketiaknya, sinar tubuhnya
meredup, karena itu ia gelisah dan tidak ,mengalami kebahagiaan.
Seseorang
mungkin merasa dikecewakan karena keadaannya begitu terbalik, tetapi justru
inilah yang menjadi awal untuk terbukanya batin. Seseorang akan menjadi jengah
dan muak terhadap kenikmatan indrawi, berusaha melepaskan dan meninggalkannya.
MENGETAHUI FAEDAH MENINGGALKAN KESENANGAN INDRIA (Nekkhammanisamsa)
Ada sebagian orang yang berpikir, jika
seseorang meninggalkan kesenangan indrawi maka ia akan kehilangan kebahagiaan.
Dalam Dhamma tidaklah demikian, justru dengan melepaskan keterikatan pada
nafsu-nafsu kesenangan tersebut, seseorang akan merasa bebas, terlepas dari
beban yang membelenggu, sebagai dampaknya justru akan merasa lebih nyaman,
damai, dan semakin bahagia.
Sebagai perumah tangga tentu latihan ini
menjadi tidak mudah karena banyaknya tanggung jawab yang harus diselesaikan.
Tidak sedikit yang sehari-harinya selalu sibuk berjibaku dengan pekerjaan,
merawat anak, dan lain-lain. Namun bukan berarti tidak bisa sama sekali, karena
latihan ini bisa dilaksanakan secara bertahap. Oleh karena itu perumah tangga
harus menyediakan waktu untuk berlatih, misalnya dengan mengikuti pabbajja.
Berlatih dengan sungguh-sungguh untuk kemajuan batin, tahap demi tahap
meninggalkan kotoran batin berupa keserakahan, kebencian, serta kegelapan
batin.
Dengan cara ini, dalam latihan bertahap
seorang siswa berupaya mengembangka keermawanan sebagai awal dalam berlatih,
berusaha melawan sikap kikir yang menghalangi kemurahan hati, selanjutnya
melatih diri dalam praktik pnengendalian diri, menjaga moralitas supaya segala
tindakan jasmani, tutur kata, serta pikirannya jernih, bebas dari segala noda
kejahatan, dengan suatu harapan untuk memperoleh kesenangan indria, terlahir di
alam kedewaan menikmati kesenangan surgawi. Namun kemudia menjadi ‘kecewa’
karena kesenangan indriawi itu bersifat mengikat dan menghalangi kemajuan
latihannya dan sebaliknya berusaha untuk meninggalkannya. Berupaya mencari
kebahagiaan yang lebih tinggi, Nibbana (NIBBANAM PARAMAM SUKKHAM).
Dengan memiliki sikap batin ini,
seseorang yang mepunyai niat untuk berlatih tidak mempunyai kesukaran dalam
upayanya mengerti ajaran-ajaran yang mendalam. Pada tahap ini seseorang akan
merasa siap untuk melatih dirinya dalam mengerti ajaran yang lebih dalam yaitu
memahami empat kebenaran mulia sebagai cara untuk membuka mata batin,
merealisasi Nibbana seperti Buddha dan para siswa ariya.
Renungan:
Sewaktu rumahku terbakar, aku
akan menyelamatkan benda-benda yang berharga, bukan barnag-barnag yang tidak
berharga. Sama seperti ketika usiaku semakin lama semakin melaju pada batas
akhir, aku berpaya menyelamatkan benda-benda berhargaku, harta berupa
kebajikan, sehingga ketika rumahku (jasmani) ini terbakar dan hancur, aku bisa
membawa harta kebajikan sebagai bekal dalam kehidupan selanjutnya hingga
tercapainya kebahagiaan tertinggi Nibbana.
Ceramah oleh : Bhikkhu Virasilo
Sumber : Berita Dhammacakka No.
1054 tanggal 21 September 2014.
No comments:
Post a Comment