MERDEKA.COM. Di wilayah Kebumen, Jawa Tengah ada daerah yang cukup bikin orang mengeryitkan dahi jika mendengarnya. Nama daerah itu adalah Mirit, sebuah kecamatan yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Warga Kebumen, Banyumas, Banjarnegara dan sekitarnya sudah tidak asing dengan nama Mirit. Mirit dulunya dianggap sebagai kampung maling dan rampok. Sebutan ini hingga kini masih menjadi buah bibir. Jika tidak percaya, silakan tanya pada orang asli Kebumen, tentang nama Mirit, pasti yang diingat adalah kampung maling.
Dulu di Kecamatan ini memang banyak maling dan perampok. Bahkan konon katanya ada semacam sekolah informal khusus bagi para pencoleng.
"Dulu memang ada yang ngajarin. Yang ngajarin orang-orang tua yang sudah mantan penjahat," ujar Mas Untung, seorang penjual pecel lele di kawasan Tebet yang berasal dari Kebumen dalam perbincangan dengan merdeka.com, Kamis (4/12).
Mereka yang ingin belajar jadi pencuri atau perampok akan diajari ilmu-ilmu hingga trik berbuat jahat. Bahkan juga diajari meloloskan diri usai melakukan tindak kejahatan.
"Supaya lolos saat maling misalnya, harus menghitung hari baik yang didasarkan dari weton dan pasaran lahir si maling. Ada hari-hari tertentu di mana dilarang maling supaya tidak kena apes," ujarnya.
Warga Kebumen, Banyumas, Banjarnegara dan sekitarnya sudah tidak asing dengan nama Mirit. Mirit dulunya dianggap sebagai kampung maling dan rampok. Sebutan ini hingga kini masih menjadi buah bibir. Jika tidak percaya, silakan tanya pada orang asli Kebumen, tentang nama Mirit, pasti yang diingat adalah kampung maling.
Dulu di Kecamatan ini memang banyak maling dan perampok. Bahkan konon katanya ada semacam sekolah informal khusus bagi para pencoleng.
"Dulu memang ada yang ngajarin. Yang ngajarin orang-orang tua yang sudah mantan penjahat," ujar Mas Untung, seorang penjual pecel lele di kawasan Tebet yang berasal dari Kebumen dalam perbincangan dengan merdeka.com, Kamis (4/12).
Mereka yang ingin belajar jadi pencuri atau perampok akan diajari ilmu-ilmu hingga trik berbuat jahat. Bahkan juga diajari meloloskan diri usai melakukan tindak kejahatan.
"Supaya lolos saat maling misalnya, harus menghitung hari baik yang didasarkan dari weton dan pasaran lahir si maling. Ada hari-hari tertentu di mana dilarang maling supaya tidak kena apes," ujarnya.
{content-split}
Untung mengaku, sewaktu dirinya masih duduk di kelas SD (tahun 1980-an) banyak anak-anak muda yang belajar kepada beberapa orang tua di Mirit untuk menjadi pencoleng. Namun saat ini, hal itu sudah tidak lagi.
"Setahu saya itu dulu, banyak yang belajar maling di situ. Tapi sekarang kayaknya sudah tidak ada," terangnya.
Meski demikian, nama Mirit sudah kadung kesohor sebagai kampung maling dan rampok. Akibat hal ini jalur selatan yang melewati kecematan Mirit lebih sepi dari lalu lintas kendaraan.
"Kan ada jalur ke Yogya lewat Ambal terus Mirit, tetapi dulu jalur itu sepi. Banyak yang tidak berani lewat situ karena takut di rampok di Mirit. Orang kalau ke Yogya atau Solo lebih pilih lewat kota (Kebumen)," terangnya.
Jika ditilik dari sejarah, di wilayah kecamatan Ambal yang bersebelahan dengan Mirit memang pernah hidup seorang perampok sakti mandraguna. Dalam buku Babad Abmal, di era kerajaan Mataram pernah terjadi huru-hara di wilayah Urut Sewu (masuk Ambal). Huru-hara itu disebabkan oleh ulah seorang perampok yang terkenal sakti bernama Puja Gamawijaya.
Pasukan yang diutus Mataram untuk menumpas Gamawijaya pun selalu gagal hingga akhirnya dibuat sayembara. Barang siapa yang bisa mengalahkan Gamawijaya, akan diberi hadiah besar oleh keraton Mataram.
Untung mengaku, sewaktu dirinya masih duduk di kelas SD (tahun 1980-an) banyak anak-anak muda yang belajar kepada beberapa orang tua di Mirit untuk menjadi pencoleng. Namun saat ini, hal itu sudah tidak lagi.
"Setahu saya itu dulu, banyak yang belajar maling di situ. Tapi sekarang kayaknya sudah tidak ada," terangnya.
Meski demikian, nama Mirit sudah kadung kesohor sebagai kampung maling dan rampok. Akibat hal ini jalur selatan yang melewati kecematan Mirit lebih sepi dari lalu lintas kendaraan.
"Kan ada jalur ke Yogya lewat Ambal terus Mirit, tetapi dulu jalur itu sepi. Banyak yang tidak berani lewat situ karena takut di rampok di Mirit. Orang kalau ke Yogya atau Solo lebih pilih lewat kota (Kebumen)," terangnya.
Jika ditilik dari sejarah, di wilayah kecamatan Ambal yang bersebelahan dengan Mirit memang pernah hidup seorang perampok sakti mandraguna. Dalam buku Babad Abmal, di era kerajaan Mataram pernah terjadi huru-hara di wilayah Urut Sewu (masuk Ambal). Huru-hara itu disebabkan oleh ulah seorang perampok yang terkenal sakti bernama Puja Gamawijaya.
Pasukan yang diutus Mataram untuk menumpas Gamawijaya pun selalu gagal hingga akhirnya dibuat sayembara. Barang siapa yang bisa mengalahkan Gamawijaya, akan diberi hadiah besar oleh keraton Mataram.
{content-split}
Singkat cerita seorang lurah bernama Wargantaka dan anaknya bernama Andaka ikut sayembara dan berjanji bisa mengalahkan Gamawijaya. Wargantaka bukan sesumbar, tetapi dirinya tahu betul kelemahan dari perampok sakti itu karena satu guru satu ilmu.
Gamawijaya akhirnya dikalahkan oleh Andaka dan ayahnya. Kepalanya dipenggal dipajang di pasar bocor. Hal ini sebagai peringatan bahwa jika membuat onar maka nasibnya akan sama seperti Gamawijaya.
Setelah berhasil mengalahkan Gamawijaya, Andaka lalu diberi hadiah. Namun dirinya tidak minta harta melainkan sebuah gelar dan sejak saat itu Andaka menjadi Bupati pertama di Ambal dengan gelar Tumenggung Purbanagara.
Nah konon keberadaan Mirit sebagai kampung maling ini sering dikait-kaitkan dengan Gamawijaya. Saat Gamawijaya tewas, anak buahnya bersembunyi dan turun temurun tetap menjadi perampok dan maling. Namun karena takut, mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi dan pergi menghilang setelah berhasil.
Singkat cerita seorang lurah bernama Wargantaka dan anaknya bernama Andaka ikut sayembara dan berjanji bisa mengalahkan Gamawijaya. Wargantaka bukan sesumbar, tetapi dirinya tahu betul kelemahan dari perampok sakti itu karena satu guru satu ilmu.
Gamawijaya akhirnya dikalahkan oleh Andaka dan ayahnya. Kepalanya dipenggal dipajang di pasar bocor. Hal ini sebagai peringatan bahwa jika membuat onar maka nasibnya akan sama seperti Gamawijaya.
Setelah berhasil mengalahkan Gamawijaya, Andaka lalu diberi hadiah. Namun dirinya tidak minta harta melainkan sebuah gelar dan sejak saat itu Andaka menjadi Bupati pertama di Ambal dengan gelar Tumenggung Purbanagara.
Nah konon keberadaan Mirit sebagai kampung maling ini sering dikait-kaitkan dengan Gamawijaya. Saat Gamawijaya tewas, anak buahnya bersembunyi dan turun temurun tetap menjadi perampok dan maling. Namun karena takut, mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi dan pergi menghilang setelah berhasil.
https://id.berita.yahoo.com/mirit-cerita-kampung-rampok-di-kebumen-yang-kesohor-230300376.html
No comments:
Post a Comment