DN 13
Tevijja
Sutta
Tiga Pengetahuan
Jalan Menuju Brahma
Diterjemahkan dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh
Maurice O’Connell Walshe
[235] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Suatu
ketika, Sang Bhagavā sedang berkunjung ke Kosala bersama lima ratus bhikkhu.
Beliau datang ke suatu desa Brahmana Kosala yang bernama Manasākaṭa,
dan menetap di utara desa itu di sebuah hutan mangga di tepi Sungai Aciravatī.
2. Dan pada saat itu, ada banyak Brahmana yang
terkenal dan makmur sedang berada di Manasākaṭa, termasuk Canki, Tārukkha, Pokkarasāti, Jāṇussoni, dan Todeyya.
3. Dan Vāseṭṭha dan Bhāradvāja sedang berjalan-jalan di sepanjang jalan, dan
pada saat itu, terjadi perdebatan antara mereka mengenai topik jalan yang benar dan
yang salah.
4. Brahmana muda Vāseṭṭha berkata: ‘Ini adalah
satu-satunya jalan yang lurus dan benar, ini adalah jalan langsung, jalan
keselamatan yang mengarahkan seseorang yang mengikutinya pergi bergabung
dengan Brahma, seperti yang diajarkan oleh Brahmana Pokkharasāti!’1
5. Dan Brahmana muda Bhāradvāja berkata: ‘Ini
adalah jalan lurus satu-satunya … [236] seperti yang diajarkan oleh Brahmana
Tārukkha!’
6. Dan Vāseṭṭha tidak dapat meyakinkan Bhāradvāja, dan sebaliknya Bhāradvāja
tidak dapat meyakinkan Vāseṭṭha.
7. Kemudian Vāseṭṭha berkata kepada Bhāradvāja: ‘Petapa Gotama sedang menetap di utara
desa, dan sehubungan dengan Sang Bhagavā telah beredar berita baik … (seperti
Sutta 4, paragraf 2). Marilah kita menemui Petapa Gotama dan bertanya
kepada-Nya, dan apa pun jawaban yang Beliau berikan, kita harus menerimanya.’
Dan Bhāradvāja setuju.
8. Maka kedua orang itu pergi menemui Sang
Bhagavā. Setelah saling bertukar sapa dengan Beliau, mereka duduk di satu sisi,
dan Vāseṭṭha berkata: ‘Yang
Mulia Gotama, sewaktu kami berjalan- jalan, kami berdiskusi tentang jalan
yang benar dan yang salah. Aku berkata: “Ini adalah jalan langsung satu-satunya
… seperti yang diajarkan oleh Brahmana Pokkharasāti,” dan Bhāradvāja berkata:
“Ini adalah jalan langsung satu-satunya … seperti yang diajarkan oleh Brahmana
Tārukkha.” Inilah perselisihan kami, pertengkaran kami, perbedaan kami.’ [237]
9. ‘Jadi, Vāseṭṭha, engkau mengatakan bahwa cara untuk bergabung dengan Brahmā
adalah seperti yang diajarkan oleh Brahmana Pokkharasāti, dan Bhāradvāja
mengatakan seperti yang diajarkan oleh Brahmana Tarukkha. Mengenai apakah
perselisihannya, pertengkarannya, perbedaannya?’
10. ‘Jalan yang benar dan yang salah, Yang
Mulia Gotama. Ada begitu banyak Brahmana yang mengajarkan jalan yang berbeda-
beda: Addhariya, Tittiriya, Chandoka, Chandāva, para Brahmana Brahmacariya2 –
apakah semua cara ini mengarah menuju penggabungan bersama Brahmā? Seperti
halnya di dekat desa atau kota terdapat banyak jalan yang berbeda? – apa semua
jalan ini berakhir di tempat yang sama? Dan demikian pula, apakah cara-cara
dari berbagai Brahmana ini … mengarahkan orang yang mengikutinya, menuju
penggabungan bersama Brahmā?’
11. ‘Engkau mengatakan “Mereka mengarahkan”,
Vāseṭṭha?’ ‘Aku
mengatakan: “Mereka mengarahkan”, Yang Mulia Gotama.’
‘Engkau mengatakan “Mereka mengarahkan”, Vāseṭṭha?’ ‘Aku mengatakan: “Mereka
mengarahkan”, Yang Mulia Gotama.’
‘Engkau mengatakan “Mereka mengarahkan”, Vāseṭṭha?’ ‘Aku mengatakan: “Mereka
mengarahkan”, Yang Mulia Gotama.’ [238]
12. ‘Tetapi Vāseṭṭha, adakah satu dari para Brahmana yang terpelajar dalam Tiga
Veda ini yang pernah menemui Brahma secara langsung?’ ‘Tidak, Yang Mulia
Gotama.’
‘Pernahkah guru dari guru dari satu di antara
mereka yang terpelajar dalam Tiga Veda ini yang pernah menemui Brahma secara
langsung?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
‘Pernahkah para leluhur selama tujuh generasi
sebelumnya dari guru dari satu di antara mereka yang pernah menemui Brahma
secara langsung?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
13. ‘Kalau begitu, Vāseṭṭha, bagaimana dengan para bijaksana
masa lampau dari para Brahmana yang terpelajar dalam Tiga Veda ini, pembuat
mantra-mantra, pembabar mantra-mantra, yang syair-syair kuno mereka dihafalkan,
dibacakan, dan dikumpulkan oleh para Brahmana masa kini, dan
dinyanyikan, dan dibicarakan – seperti Aṭṭhaka, Vāmaka, Vāmadeva, Vessāmitta, Yamataggi, Angirasa,
Bhāradvāja, Vāseṭṭha, Kassapa,
Bhagu3 –
apakah mereka pernah mengatakan: “Kami mengetahui dan melihat kapan, bagaimana
dan di mana Brahmā muncul?”’4 ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
14. ‘Jadi, Vāseṭṭha, tidak satu pun dari para Brahmana yang terpelajar dalam Tiga
Veda ini yang pernah menemui Brahma secara langsung, juga tidak satu di antara
guru mereka, atau guru dari guru mereka, [239] juga tidak para leluhur
mereka selama tujuh generasi sebelumnya. Juga tidak para bijaksana masa lampau,
yang mengatakan: “Kami mengetahui dan melihat kapan, bagaimana, dan di mana
Brahmā muncul.” Maka apa yang dikatakan oleh para Brahmana yang terpelajar dalam
Tiga Veda ini adalah: “Kami mengajarkan jalan ini untuk bergabung dengan Brahmā
yang tidak kita ketahui atau tidak kita lihat, ini adalah jalan langsung
satu-satunya … yang mengarah menuju penggabungan bersama Brahmā.” Bagaimana
menurutmu, Vāseṭṭha? Kalau
demikian halnya, bukankah apa yang dinyatakan oleh para Brahmana ini terbukti
tidak masuk akal?’ ‘Ya, sesungguhnya demikian, Yang Mulia Gotama.’
15. ‘Baiklah, Vāseṭṭha, ketika para Brahmana yang
terpelajar dalam Tiga Veda ini mengajarkan jalan yang tidak mereka ketahui dan
tidak mereka lihat, dengan mengatakan: “Ini adalah jalan langsung satu-satunya
…” ini tidak mungkin benar. Bagaikan sebarisan orang buta yang berjalan, saling
bergandengan, dan yang pertama tidak melihat apa-apa, yang tengah tidak melihat
apa-apa, dan yang terakhir tidak melihat apa-apa5 – demikian pula halnya dengan ucapan para Brahmana yang
terpelajar dalam Tiga Veda ini: yang pertama [240] tidak melihat apa-apa, yang
tengah tidak melihat apa-apa, dan yang terakhir tidak melihat apa-apa. Ucapan
dari para Brahmana yang terpelajar dalam Tiga Veda ini terbukti akan menjadi
bahan tertawaan, hanyalah sekadar kata-kata, kosong dan sia-sia.’
16. ‘Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Apakah para Brahmana yang
terpelajar dalam Tiga Veda ini melihat matahari dan bulan seperti orang-orang
lain, dan ketika matahari dan bulan terbit dan terbenam, apakah mereka berdoa,
menyanyikan pujian, dan menyembah dengan merangkapkan tangan?’ ‘Ya,
Yang Mulia Gotama.’
17. ‘Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Para Brahmana yang terpelajar
dalam Tiga Veda ini, yang melihat matahari dan bulan seperti orang-orang lain,
… dapatkah mereka menunjukkan jalan untuk bergabung dengan matahari dan
bulan, dengan mengatakan: “Ini adalah satu-satunya jalan langsung … yang
mengarah menuju penggabungan dengan matahari dan bulan?”’ ‘Tidak, Yang Mulia
Gotama.’
18. ‘Jadi, Vāseṭṭha, Para Brahmana yang terpelajar dalam Tiga Veda ini tidak
dapat menunjukkan jalan untuk bergabung dengan matahari dan bulan, yang telah
mereka lihat. Dan, juga, tidak ada seorang pun dari mereka yang pernah melihat
Brahmā secara langsung, … [241] bahkan tidak leluhur dari guru mereka selama
tujuh generasi sebelumnya. Juga tidak para bijaksana masa lampau, mengatakan:
“Kami mengetahui dan melihat kapan, bagaimana, dan di mana Brahmā muncul?”
Bukankah apa yang dinyatakan oleh para Brahmana ini terbukti tidak masuk akal?’
‘Ya, sesungguhnya demikian, Yang Mulia Gotama.’
19. ‘Vāsettha, ini seperti seorang laki-laki
yang mengatakan: “Aku akan mencari dan mencintai seorang perempuan paling
cantik di negeri ini.” Mereka akan berkata kepadanya: “ … apakah engkau tahu
dari kasta apa ia berasal?” “Tidak.” “Apakah engkau tahu [242] namanya, sukunya,
apakah ia tinggi atau pendek, …, berkulit gelap atau cerah …, atau dari mana
asalnya?” “Tidak.” Dan mereka akan berkata: “Jadi, engkau tidak mengetahui dan
tidak melihat orang yang engkau cari dan engkau inginkan?” dan ia akan berkata:
“Tidak.” Bukankah kata-kata orang itu terbukti bodoh?’ ‘Tentu saja, Yang Mulia
Gotama.’
20. ‘Kemudian, Vāseṭṭha, ini seperti ini: tidak satu pun
dari para Brahmana itu … yang pernah melihat Brahmā secara langsung, juga tidak
satu di antara guru mereka ….’ ‘Demikianlah, Yang Mulia Gotama.’
‘Maka, Vāseṭtha, ketika para Brahmana yang terpelajar dalam Tiga Veda ini
[243] mengajarkan jalan yang tidak mereka ketahui dan tidak mereka lihat, ini
tidak mungkin benar.’
21. ‘Vāseṭṭha, ini seperti seseorang yang membangun sebuah tangga
untuk sebuah istana di persimpangan jalan. Orang-orang akan berkata kepadanya:
“Tangga ini, untuk istana, yang sedang engkau bangun – tahukah engkau apakah
istana ini akan menghadap ke timur, atau barat, atau utara, atau selatan, atau
apakah istana ini akan tinggi, rendah, atau sedang?” dan ia akan mengatakan:
“Tidak.” Dan mereka akan mengatakan: “Jadi, engkau tidak mengetahui atau
melihat bentuk istana yang tangganya sedang engkau bangun?” dan ia akan
menjawab: “Tidak.” Bukankah kata- kata orang itu terbukti bodoh?’ ‘Tentu saja,
Bhagavā.’
22-23. (seperti paragraf 20) [244]
24. ‘Vāseṭṭha, ini bagaikan Sungai Aciravatī yang penuh dengan air sampai
ke tepinya sehingga burung-burung gagak dapat meminum airnya, dan seseorang
datang ingin menyeberang, berdiri di tepi sebelah sini, ia memanggil:
“Datanglah, tepi sebelah sana, datanglah ke sini!” Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha, apakah tepi sebelah sana dari
Sungai Aciravatī akan datang ke tepi sebelah sini atas panggilan, permohonan,
permintaan, atau bujukan orang itu?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
25. ‘Sekarang, Vāseṭtha, para Brahmana yang terpelajar
dalam Tiga Veda itu yang terus-menerus mengabaikan apa yang seharusnya
dilakukan oleh seorang Brahmana, dan terus-menerus melakukan apa yang
seharusnya tidak dilakukan oleh seorang Brahmana, menyatakan: “Kami mengunjungi
Indra, Soma, Varuṇa, Pajāpati,
Brahmā, Mahiddhi, Yama.” Tetapi para Brahmana demikian yang terus-menerus
[245]mengabaikan apa yang seharusnya dilakukan oleh para Brahmana, … akan,
sebagai akibat dari pemanggilan, permohonan, permintaan, atau bujukan mereka,
setelah kematian, saat hancurnya jasmani, berkumpul bersama Brahmā – itu
mustahil.’
26. ‘Vāseṭṭha, ini bagaikan Sungai Aciravatī yang penuh dengan air sampai
ke tepinya sehingga burung-burung gagak dapat meminum airnya,
dan seseorang datang ingin menyeberang, … tetapi ia terikat dan terbelenggu
oleh rantai yang kuat dengan tangan di belakang punggungnya di tepi sebelah
sini. Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Dapatkah
orang itu menyeberang ke tepi sebelah sana?’ ‘Tidak, Yang
Mulia Gotama.’
27. ‘Demikian pula, Vāseṭṭha, dalam disiplin Ariya, lima
helai kenikmatan-indria ini disebut belenggu atau rantai. Apakah lima itu?
Bentuk-bentuk yang terlihat oleh mata, yang disukai, indah, menarik,
menyenangkan, memunculkan gairah; suara-suara yang terdengar oleh telinga … ;
bau-bauan yang tercium oleh hidung … ; rasa kecapan yang dikecap oleh lidah;
kontak yang dirasakan oleh badan yang disukai, … , memunculkan gairah. Lima ini
dalam disiplin Ariya disebut belenggu dan rantai. Dan, Vāseṭṭha, para Brahmana yang terpelajar
dalam Tiga Veda itu diperbudak, tergila- gila akan lima helai kenikmatan-indria
ini, yang secara salah mereka nikmati, tidak menyadari bahayanya, tidak
mengetahui jalan keluar darinya.’
28. ‘Tetapi para Brahmana yang terpelajar
dalam Tiga Veda itu, yang terus-menerus mengabaikan apa yang seharusnya
dilakukan oleh seorang Brahmana, … [246] yang diperbudak oleh lima helai
kenikmatan-indria ini, … tidak mengetahui jalan keluar darinya, akan mencapai,
setelah kematian, saat hancurnya jasmani, penggabungan dengan Brahmā – itu
mustahil.’
29. ‘Vāseṭṭha, ini bagaikan Sungai Aciravatī yang penuh dengan air sampai
ke tepinya sehingga burung-burung gagak dapat meminum airnya, dan seseorang
datang ingin menyeberang, … dan berbaring di tepi sebelah sini, menutup kepalanya
dengan selendang. Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Dapatkah orang itu menyeberang ke tepi sebelah sana?’
‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
30. ‘Demikian pula, Vāseṭtha, dalam disiplin Ariya, lima
rintangan ini disebut halangan, rintangan, selubung, pembungkus. Apakah
lima itu? Rintangan indriawi, kebencian, kelambanan-dan- ketumpulan,
kekhawatiran dan kebingungan, keragu-raguan. Lima rintangan ini disebut
halangan, rintangan, selubung, pembungkus. Dan para Brahmana yang terpelajar
dalam Tiga Veda itu tertangkap, terkurung, terhalang, terjerat dalam lima
rintangan ini. Tetapi para Brahmana yang terpelajar dalam Tiga Veda itu, yang
terus-menerus mengabaikan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang Brahmana …
dan yang tertangkap … terjerat dalam lima rintangan ini. Akan mencapai, setelah
kematian, saat hancurnya jasmani, [247] penggabungan dengan Brahma – itu
mustahil.’
31. ‘Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Apakah yang engkau dengar yang
dikatakan oleh para Brahmana yang terhormat, tua, guru dari para guru? Apakah Brahmā
terbebani oleh istri-istri dan kekayaan,6 atau
tidak terbebani?’ ‘Tidak terbebani, Yang Mulia Gotama.’
‘Apakah ia penuh kebencian atau tanpa
kebencian?’ ‘Tanpa kebencian, Yang Mulia Gotama.’
‘Apakah ia penuh permusuhan atau tanpa
permusuhan?’ ‘Tanpa permusuhan, Yang Mulia Gotama.’
32. ‘Dan, bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Apakah para Brahmana yang
terpelajar dalam Tiga Veda itu terbebani dengan istri-istri dan kekayaan
mereka? Atau tidak terbebani?’ ‘Terbebani, Yang Mulia Gotama.’
‘Apakah ia penuh kebencian atau tanpa kebencian?’
‘Penuh kebencian, Yang Mulia Gotama.’
‘Apakah ia penuh permusuhan atau tanpa
permusuhan?’ ‘Penuh permusuhan, Yang Mulia Gotama.’
33. ‘Jadi, Vāseṭṭha, para Brahmana yang terpelajar dalam Tiga Veda itu, yang
terbebani dengan istri-istri dan kekayaan, dan Brahmā yang tidak terbebani.
Adakah kesamaan? Adakah yang sama antara para Brahmana yang terbebani ini? Dan
Brahmā yang tidak terbebani?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
34. ‘Benar sekali, Vāseṭṭha. Bahwa para Brahmana yang terbebani
ini, yang terpelajar dalam Tiga Veda, setelah kematian, saat hancurnya jasmani,
[248] akan bergabung dengan Brahmā yang tidak terbebani – ini mustahil.’
35. ‘Demikianlah, apakah para Brahmana yang
terpelajar dalam Tiga Veda dan penuh kebencian … penuh permusuhan … tidak murni
… tidak disiplin, memiliki kesamaan, ada yang sama dengan Brahmā yang
disiplin?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
36. ‘Benar sekali, Vāseṭṭha. Bahwa para Brahmana
yang tidak disiplin ini, setelah kematian akan bergabung dengan Brahmā yang
tidak terbebani, adalah mustahil. Tetapi para Brahmana yang terpelajar dalam
Tiga Veda, setelah duduk di tepi, akan tenggelam, berpikir mungkin menemukan
jalan menyeberang yang kering. Oleh karena itu, tiga pengetahuan mereka disebut
tiga gurun, tiga kebingungan, tiga penghancuran.’
37. Mendengar kata-kata ini, Vāseṭṭha berkata: ‘Yang Mulia Gotama, aku
mendengar mereka berkata: “Petapa Gotama mengetahui jalan menuju
penggabungan dengan Brahmā.”’
‘Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Misalkan ada seseorang di sini
yang lahir dan dibesarkan di Manasākaṭa, dan seseorang yang datang dari Manasākaṭa dan [249] tersesat jalan bertanya
kepadanya. Apakah orang itu, yang lahir dan besar di
Manasākata, menjadi gugup atau bingung?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama. Dan mengapa
tidak? Karena orang itu pasti mengenal semua jalan.’
38. ‘Vāseṭṭha, dapat dikatakan bahwa orang itu saat ditanyai jalan mungkin
akan menjadi gugup atau bingung – namun Sang Tathāgata,
saat ditanyai tentang alam Brahmā dan jalan menuju ke sana, tidak akan menjadi
gugup atau bingung. Karena, Vāseṭṭha, Aku mengenal
Brahmā dan alam Brahmā, dan jalan menuju ke alam Brahmā, dan jalan
mempraktikkan agar alam Brahmā dapat dicapai.’
39. Mendengar kata-kata ini, Vāseṭṭha berkata: ‘Yang Mulia Gotama, aku
mendengar mereka berkata: “Petapa Gotama mengajarkan cara untuk bergabung
dengan Brahmā, sudilah Yang Mulia Gotama membantu para pengikut Brahmā!’
‘Maka, Vāseṭṭha, dengar, perhatikanlah, dan Aku akan memberitahukan
kepadamu.’ ‘Baik, Yang Mulia,’ Vāseṭṭha berkata. Sang Bhagavā berkata:
40-75. ‘Vāseṭṭha, seorang Tathāgata telah muncul di dunia ini, seorang Arahat,
Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, memiliki kebijaksanaan
dan perilaku yang Sempurna, telah sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal
seluruh alam, penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya,
Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Terberkahi. Beliau, setelah
mencapainya dengan pengetahuan-Nya sendiri, menyatakan kepada dunia bersama
para dewa, māra dan Brahma, para raja dan umat manusia. Beliau membabarkan
Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dalam makna
dan kata, dan menunjukkan kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya.
[250] Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian dan mempraktikkan moralitas,
menjaga pintu-pintu indrianya, mencapai jhāna pertama (Sutta 2, paragraf
41-75).’
76. ‘Kemudian, dengan hati dipenuhi dengan
cinta kasih, ia berdiam memancarkan ke satu arah, [251] ke arah ke dua, ke
tiga, ke empat. Demikianlah ia berdiam memancarkan ke seluruh dunia, ke atas,
ke bawah, ke sekeliling, ke segala tempat, selalu dengan hati yang dipenuhi
dengan cinta kasih, berlimpah, tanpa rintangan,9 tanpa
kebencian atau permusuhan.’
77. ‘Bagaikan seorang peniup trompet yang
hanya mengalami sedikit kesulitan untuk mengumumkan pengumuman ke empat
penjuru, demikianlah dengan meditasi ini, Vāseṭṭha, dengan kebebasan hati melalui cinta kasih, ia meliputi
seluruhnya, tidak ada bagian yang tidak tersentuh, tidak ada yang tidak
terpengaruh dalam alam indria ini.10 Ini,
Vāseṭṭha, adalah cara
untuk bergabung dengan Brahmā.’
78. ‘Kemudian dengan hati dipenuhi dengan
belas kasihan, … dengan kegembiraan simpatik, dengan keseimbangan, ia berdiam
memancarkan ke satu arah, ke arah ke dua, ke tiga, ke empat. Demikianlah ia
berdiam memancarkan ke seluruh dunia, ke atas, ke bawah, ke sekeliling, ke
segala tempat, selalu dengan hati yang dipenuhi dengan keseimbangan, berlimpah,
tanpa rintangan, tanpa kebencian atau permusuhan.’
79. ‘Bagaikan seorang peniup trompet yang
hanya mengalami sedikit kesulitan untuk mengumumkan pengumuman ke empat
penjuru, demikianlah dengan meditasi ini, Vāseṭṭha, dengan kebebasan hati melalui belas kasihan, … melalui
kegembiraan simpatik, … melalui keseimbangan, ia meliputi seluruhnya, tidak ada
bagian yang tidak tersentuh, tidak ada yang tidak terpengaruh dalam alam indria
ini. Ini, Vāseṭṭha, adalah cara
untuk bergabung dengan Brahmā.’
80. ‘Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Apakah seorang bhikkhu
yang berdiam demikian terbebani oleh istri-istri dan kekayaan atau tidak
terbebani?’ ‘Tidak terbebani, Yang Mulia Gotama. Ia tanpa kebencian …, tanpa
permusuhan …, murni dan disiplin, Yang Mulia Gotama.’ [252]
81. ‘Jadi, Vāseṭṭha, bhikkhu itu tidak terbebani, dan Brahmā
tidak terbebani. Adakah yang sama antara bhikkhu yang tidak terbebani dan
Brahmā yang tidak terbebani?’ ‘Sesungguhnya ada, Yang Mulia Gotama.’
‘Benar sekali, Vāseṭṭha. Maka bhikkhu yang tidak
terbebani itu, setelah kematian, saat hancurnya jasmani, akan
bergabung dengan Brahmā yang tidak terbebani – itu mungkin. Demikian pula bhikkhu
yang tanpa kebencian …, tanpa permusuhan …, murni …, disiplin … maka bhikkhu
yang disiplin itu, setelah kematian, saat hancurnya jasmani, akan bergabung
dengan Brahmā – itu mungkin.’
82. Mendengar kata-kata itu, Brahmana Vāseṭṭha dan Brahmana Bhāradvāja berkata
kepada Sang Bhagavā: ‘Sungguh indah, Yang Mulia Gotama, sungguh menakjubkan!
Bagaikan seseorang yang menegakkan apa yang terjatuh, atau menunjukkan jalan
bagi ia yang tersesat, atau menyalakan pelita di dalam gelap, sehingga mereka
yang memiliki mata dapat melihat apa yang ada di sana. Demikian pula Yang Mulia
Gotama telah membabarkan Dhamma dalam berbagai cara.’
‘Aku berlindung kepada Yang Mulia Gotama,
kepada Dhamma, dan kepada Sangha. Sudilah Yang Mulia Gotama menerimaku sebagai
seorang siswa awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga akhir
hidupku!’
- 1. Bergabung dengan
Brahmā adalah tujuan tertinggi para Brahmana.
- 2. Kata alternatif,
yang digunakan oleh RD, adalah bavharijā, tetapi RD membuat catatan: ‘jika
kami menggunakan kata lain, [yaitu, Brāhmacariya, yang tidak ia gunakan]
sebagai yang terakhir dari daftar itu, maka para pendeta itu yang
bergantung pada upacara, pengorbanan atau doa akan sangat bertentangan
dengan mereka yang telah “meninggalkan keduniawian” sebagai religieux,
sebagai Tāpasa atau bhikshu.’
- 3. Sepuluh Brahmana
penulis mantra Veda. Cf. MN 95.12
- 4. Cf. DN 11.80.
- 5. Cf. MN 95.13.
- 6. Saparigaha. PED
menuliskan ‘menikah’ dan ‘terbebani’. Keduanya termasuk.
- 7. Vasavattī:
secara harfiah berarti ‘sakti’, tetapi di sini berarti memiliki kekuasaan,
atau kendali, atas diri sendiri.
- 8. Ini
(Pre-Buddhist) ‘Kediaman surgawi’ (Brahmavihāra) juga disebut kondisi
tanpa batas (appamañña).
- 9. Pamāṇa
kataṁ menurut DA menunjukkan alam indria
(kāmaloka). Cf. SN 42.8 (=KS iv, p.227). DA mengatakan: ‘bagaikan samudera
yang kuat, membanjiri sungai kecil, ia bahkan mencapai alam Brahmā’
(terjemahan Woodward, loc. Cit.).
- 10. Baca juga Dn 27,
MN 98 dan SN. 594ff. DA mengatakan Vāseṭṭha pertama kali menyatakan
berlindung adalah setelah pembabaran Vāseṭṭha Sutta (MN 98), dan ini
adalah ke dua kalinya. Ia ‘meninggalkan keduniawian’ dan ,
setelah pembabaran Aggañña Sutta (DN 27) ia menerima penahbisan dan
mencapai kesucian Arahat.Komentar RD (RD I, p.299), ‘harus diingat bahwa
argumentasi di sini hanyalah argumentum ad hominem. Jika anda ingin
bergabung dengan Brahmā – yang sebaiknya jangan – ini adalah cara untuk
mencapainya’, abaikan hasilnya seperti yang dilaporkan oleh DA. Kata-kata
Sang Buddha sesungguhnya, seperti pada kasus-kasus lain, adalah ad
hominem, dan memiliki, seperti pada kasus-kasus lain, hasil yang
mengarahkan si pencari melampaui apa yang ia cari.Tentang ‘bergabung
dengan Brahmā’ baca pendahuluan. Baca juga DN 19.61
No comments:
Post a Comment