KEVADDHA
SUTTA
Sumber:
Materi Pokok Kitab Suci Sutta Pitaka I, Modul 1-6.
Oleh: Cornelis Wowor, M.A.
Penerbit : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu Dan Buddha
Dan Universitas Terbuka 1992
Oleh: Cornelis Wowor, M.A.
Penerbit : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu Dan Buddha
Dan Universitas Terbuka 1992
Khotbah ini dibabarkan Sang Buddha ketika
beliau berada di Pavarikambavana, Nalanda. Khotbah ini dibabarkan berkenaan
dengan permohonan dari upasaka Kevaddha. Permohonan upasaka Kevaddha itu adalah
sebagai berikut:
“Kota Nalanda sangat makmur dan berpengaruh,
banyak penduduk yang menjadi pengikut Sang Bhagava.Baik sekali bilamana Sang
Bhagava memberikan perintah kepada beberapa bhikkhu untuk mempertunjukan
kekuatan batin yang melebihi kemampuan manusia biasa. Maka keyakinan kami
kepada Sang Bhagava akan lebih bertambah”
Sang Buddha menjawab: “Kevaddha, tetapi bukan
dengan cara begitu saya mengajar para bhikkhu, agar mereka mempertunjukkan
kekuatan batin bagi para umat awam.”
Sampai tiga kali Kevaddha memohon demikian,
akhirnya Sang Buddha berkata: “Ada tiga macam keajaiban (patihariya), yaitu:
‘keajaiban mengesankan (iddhi patihariya), keajaiban membaca-pikiran orang lain
(adesana patihariya) dan keajaiban ajaran (anusasana patihari).
Keajaiban mengesankan (iddhi patihariya)
adalah kemampuan untuk merubah diri dari seorang menjadi banyak; dari banyak
orang menjadi seorang saja; menghilangkan diri atau sebaliknya: berjalan
menembus dinding, benteng atau gunung tanpa ada hambatan; ia menyelam dalam
tanah; berjalan di atas air bagaikan berjalan di atas tanah; dengan duduk
bersila ia melayang di angkasa; menyentuh bulan dan matahari dengan tangannya;
dengan tubuhnya ia dapat mengunjungi alam dewa brahma, dst..”
Keajaiban membaca pikiran (adesana patihariya)
adalah kemampuan untuk mengetahui pikiran dan perasaan orang lain dengan
mengatakan: “Orang itu berpikir begini atau begitu, ia berperasaan senang atau
tidak senang, dan seterusnya…”
Dua keajaiban ini akan membuat orang yang
yakin akan bertambah yakin, namun orang yang tak yakin kepada Sang Bhagava akan
mengatakan bahwa ada mantra Gandhara dan mantra Kintamanivijja untuk melakukan
itu.
“Kevaddha, karena saya melihat bahaya dari
melakukan kekuatan batin ini, maka saya enggan dan malu untuk
mempertontonkannya.”
“Apakah keajaiban ajaran (anusasana
patihariya) itu?
Apabila seseorang mengajarkan agar berpikir
ini, jangan berpikir begitu. Pertimbangkanlah hal ini, dan jangan begitu.
Latihlah dan kembangkankah dirimu, lenyapkanlah kekotoran batin dan seterusnya.
Selanjutnya, bilamana di dunia ini muncul seorang Tathagata yang mengajarkan
dhamma kebenaran yang dimulai dengan melakukan Cula Sila, Majjima Sila,
Mahasila, melaksanakan meditasi hingga mencapai Jhana I sampai dengan Jhana IV,
mengembangkan kebijaksanaan hingga melenyapkan semua kekotoran batin, menjadi
arahat…(uraian rinci seperti yang diuraikan dalam Brahmajala Sutta dan
Sammannaphala Sutta).
Inilah keajaiban yang telah saya mengerti dan
realisasikan serta telah saya ajarkan kepada orang lain.
Pada suatu ketika di antara para bhikkhu
sangha dan seorang bhikkhu yang menjadi ragu-ragu sebagai berikut: “Kemanakah
empat unsur (mahabhutarupa) padat, cair, panas dan udara pergi, mengapa tanpa
meninggalkan bekas.” Bhikkhu itu mengembangkan batinnya dengan melakukan
meditasi hingga ia memiliki kemampuan batin untuk mengunjungi dan berkomunikasi
dengan para dewa.
Kemudian bhikkhu itu pergi ke alam dewa
Catumaharajika menanyakan tentang kemana perginya empat unsur itu, namun para
dewa tak dapat memberikan jawaban dan menyuruh bhikkhu itu untuk bertemu dengan
Empat Raja Dewa yang lebih tinggi dan berkuasa daripada kami. Mereka mengetahuinya.
Ia pergi menghadap Empat Raja Dewa dan
menanyakan pertanyaan itu, namun Empat Raja Dewa tidak dapat menjawabnya dan
menyuruhnya untuk pergi ke alam Tavatimsa. Di alam Tavatimsa para dewa tak
dapat menjawab pertanyaannya dan ia disuruh menghadap Sakka, raja alam dewa
Tavatimsa. Sakka, juga tak dapat menjawab pertanyaannya. Sakka menyuruhnya ke
alam Yama, tapi para dewa alam Yama menyuruhnya menghadap Suyama, raja alam
dewa Yama. Suyama tak dapat menjawab juga, maka ia ke alam dewa Tusita, menghadap
Santusita; ke alam dewa Nimmanarati, menghadap Sunimmita, raja alam
Nimmanarati; ke alam Parinimmita Vasavatti, menghadap Vasavatti, raja alam
Parinimmita Vasavatti, yang tak dapat menjawab pertanyaannya juga. Ia disuruh
pergi ke alam dewa Brahma, tetapi para dewa pengikut Brahma tak dapat menjawab
pertanyaannya itu. Lalu para dewa pengikut Brahma ini menyuruhnya untuk
menghadap dewa Maha Brahma yang maha kuasa, maha tinggi, maha tahu, junjungan
dari semua, pencipta, pengatur, asal mula segala sesuatu, ayah dari semua yang
ada dan yang akan ada. Ia lebih tinggi dan berkuasa daripada kami.
Ia pergi menghadap dewa Maha Brahma dan
bertanya: “Kemanakah empat unsur (mahabhuta), padat, cair, panas dan udara-
pergi, mengapa tanpa bekas?”
Setelah Bhikkhu itu berkata, Maha Brahma
menjawab: “Bhikkhu, saya adalah dewa brahma yang maha kuasa, maha tinggi, maha
tahu, junjungan dari semua, pencipta, pengatur, asal mula segala sesuatu, ayah
dari yang ada dan yang akan ada.”
Kemudian bhikkhu itu berkata kepada Brahma:
“Saya tidak bertanya siapa anda, apakah anda itu benar seperti yang anda
katakan. Tetapi yang saya tanya adalah kemanakah empat unsur itu pergi, mengapa
tanpa bekas?”
Sampai tiga kali bhikkhu itu bertanya, namun
Brahma tetap menjawab yang sama. Kemudian Brahma menarik bhikkhu itu ke
sampingnya dan berkata:
“Para dewa pengikut Brahma ini berpendapat
bahwa tidak ada sesuatu yang tidak saya tidak tahu, saya tahu semua, saya
mengerti semua, tidak ada yang saya tidak realisasikan. Maka saya tidak
menjawab di depan mereka. Bhikkhu saya tidak tahu jawaban ke mana empat unsur
itu pergi, lenyap tanpa bekas. Bhikkhu, anda telah berbuat salah, telah
bertindak salah karena anda telah melupakan Sang Buddha, anda telah bersusah
payah mencari tahu hal ini, mencari jawaban untuk pertanyaanmu. Pergilah
menghadap kepada Sang Bhagava. Terimalah jawaban apa pun yang akan
diberikannya.”
Bhikkhu itu dalam sekejap lenyap dari alam
Brahma dan muncul di hadapan saya, ia memberi hormat dan duduk. Setelah duduk
ia bertanya kepada saya: “Bhante, ke manakah empat unsur pergi, lenyap tanpa
bekas?”
Saya menjawab:” Bhikkhu, pertanyaan itu jangan
tanyakan seperti yang kau katakan. Tetapi sebaliknya anda harus bertanya,
‘Di manakah unsur padat, cair, panas dan udara,
Panjang dan pendek, halus dan kasar,
bersih dan tak bersih, tidak di temukan?
Di manakah jasmani dan batin dari orang meninggal,
pergi tanpa bekas?’
Panjang dan pendek, halus dan kasar,
bersih dan tak bersih, tidak di temukan?
Di manakah jasmani dan batin dari orang meninggal,
pergi tanpa bekas?’
Jawabannya:
‘Kebijakan Arahat, yang tak tampak, yang tanpa
akhir, yang dapat dicapai dari beberapa sisi
Di situlah unsur padat, cair, panas dan udara,
Panjang dan pendek, kasar dan halus,
bersih dan tak bersih, tidak ditemukan.
Di situlah jasmani dan batin dari orang yang meninggal
pergi tanpa bekas.
Bilamana kesadaran lenyap, hal-hal itu pun lenyap.
Di situlah unsur padat, cair, panas dan udara,
Panjang dan pendek, kasar dan halus,
bersih dan tak bersih, tidak ditemukan.
Di situlah jasmani dan batin dari orang yang meninggal
pergi tanpa bekas.
Bilamana kesadaran lenyap, hal-hal itu pun lenyap.
Di akhir dari khotbah, Upasaka Kevaddha menjadi
senang dan gembira.
Posting ini telah dilihat
sebanyak :4106
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/kevaddha-sutta/
No comments:
Post a Comment