DN 19
Mahāgovinda
Sutta
Pejabat Agung
Kehidupan Lampau Gotama
Diterjemahkan dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh
Maurice O’Connell Walshe
[220] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.1 Suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di
Rājagaha, di Puncak Nasar. Dan ketika malam hampir berakhir, Gandhabba
Pañcasikha,2 menerangi seluruh puncak Nasar dengan cahaya
terang,3 mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada
Beliau, berdiri di satu sisi dan berkata: ‘Bhagavā, aku ingin melaporkan
kepada-Mu apa yang kulihat dan kuamati sendiri secara langsung ketika aku
berada di hadapan Tiga-Puluh-Tiga Dewa.’ ‘Katakanlah, Pañcasikha,’ Sang Bhagavā
berkata.
2.-3. ‘Bhagavā, di masa lalu, telah lama yang
lalu, pada hari Uposatha tanggal lima belas di akhir musim hujan, Tiga-Puluh-Tiga Dewa berkumpul dan bergembira karena
para dewa berkembang, dan asura mengalami kemunduran (seperti Sutta 18,
paragraf 12). [221] Kemudian Sakka mengucapkan syair berikut ini:
‘Para dewa dari Tiga-Puluh-Tiga bergembira, pemimpin mereka
juga, memuji Sang Tathāgata, dan kebenaran Dhamma, Melihat datangnya para
dewa-baru, indah dan agung Yang telah menjalani hidup suci, sekarang terlahir
kembali di alam bahagia.
Mengalahkan yang lainnya dalam hal kemasyhuran dan kemegahan,
murid-murid Sang Bijaksana Yang Mahakuasa menonjol. Melihat ini, para dewa
dari Tiga-Puluh-Tiga bergembira, pemimpin mereka juga, memuji Sang Tathāgata,
dan kebenaran Dhamma.’ [222]
Mendengar kata-kata ini, Tiga-Puluh-Tiga dewa
lebih gembira dan bahagia lagi, dipenuhi sukacita dan berkata: ‘Alam para dewa
sedang tumbuh berkembang, alam asura sedang mengalami kemunduran!’’
4. [Pañcasikha melanjutkan:] ‘Kemudian Sakka,
melihat kepuasan mereka, berkata kepada Tiga-Puluh-Tiga Dewa: “Maukah kalian,
Tuan-tuan, mendengarkan delapan pernyataan benar sebagai pujian terhadap Sang
Bhagavā?” dan setelah menerima persetujuan mereka, ia menyatakan:’
5. ‘“Bagaimana menurut kalian, para
Tiga-Puluh-Tiga Dewa? Sehubungan dengan cara Sang Bhagavā berusaha demi
kesejahteraan banyak makhluk, demi kebahagiaan banyak makhluk, demi belas
kasih-Nya kepada dunia, demi kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan
manusia – kita tidak akan menemukan guru lain yang memiliki kualitas-kualitas
tersebut, apakah di masa lampau ataupun di masa depan, selain Sang Bhagavā.”’
6. ‘“Dinyatakan dengan baik sekali, sungguh,
Ajaran Sang Bhagavā ini, terlihat di sini dan saat ini, tanpa batas waktu,
mengundang untuk diselidiki, mengarah menuju kemajuan, untuk dipahami oleh para
bijaksana untuk dirinya sendiri – dan kita tidak akan menemukan pembabar lain
dari ajaran kemajuan demikian, apakah di masa lampau ataupun di masa depan,
selain Sang Bhagavā.”’
7. ‘“Sang Bhagavā telah menjelaskan dengan
baik apa yang benar dan apa yang salah, apa [223] yang patut dicela dan apa
yang tidak patut dicela, apa yang harus dilatih, dan apa yang tidak perlu
dilatih, apa yang rendah dan apa yang mulia, dan apa yang busuk, indah atau
campuran dalam hal kualitas.4 Dan
kita tidak akan menemukan pembabar lain dari ajaran kemajuan demikian, apakah
di masa lampau ataupun di masa depan, selain Sang Bhagavā.”’
8. ‘“Dan lagi, Sang Bhagavā telah menjelaskan
dengan baik kepada para siswa-Nya mengenai Jalan Menuju Nibbāna,5 dan
semuanya bergabung, Nibbāna dan Sang Jalan, bagaikan air dari Sungai Gangga dan
Yamuna bergabung dan mengalir bersama. Dan kita tidak akan menemukan pembabar
lain dari Jalan menuju Nibbāna … selain Sang Bhagavā.”’
9. ‘“Dan Sang Bhagavā telah mendapatkan
pengikut, baik para pelajar6 dan
Sang Bhagavā menetap bersama dengan mereka, semuanya bergembira akan satu hal.
Dan kita tidak akan menemukan pembabar lain … selain Sang Bhagavā.”’
10. ‘“Persembahan yang diberikan kepada Sang
Bhagavā adalah jasa yang baik, kemasyhuran-Nya kokoh, sedemikian sehingga, aku
pikir, para Khattiya akan terus-menerus terikat dengan-Nya, meskipun Sang
Bhagavā menerima persembahan-makanan dari mereka tanpa kesombongan. Dan kita
tidak akan menemukan Guru yang lain yang melakukan hal ini … [224] selain Sang
Bhagavā.”’
11. ‘“Dan Sang Bhagavā melakukan apa yang
Beliau katakan, dan mengatakan apa yang Beliau lakukan. Dan kita tidak akan
menemukan guru lain yang berbuat demikian, dalam setiap aspek ajaran … selain
Sang Bhagavā.”’
12. ‘“Sang Bhagavā telah melampaui
keragu-raguan,7 melampaui ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’, Beliau telah mencapai
tujuan-Nya sehubungan dengan cita-cita-Nya dan kehidupan suci yang tertinggi.
Dan kita tidak akan menemukan guru lain yang telah berbuat demikian, apakah di
masa lampau ataupun di masa sekarang, selain Sang Bhagavā.”’
‘Dan ketika Sakka telah menyatakan delapan
pernyataan jujur sebagai pujian kepada Sang Bhagavā, para Tiga-Puluh-Tiga Dewa
bahkan menjadi lebih gembira dan bersukacita, dipenuhi kebahagiaan mendengar
pujian terhadap Sang Bhagavā.’
13. ‘Kemudian sekelompok dewa berseru: “Oh,
seandainya empat Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna muncul di dunia ini
dan mengajarkan Dhamma seperti Sang Bhagavā! Demi manfaat dan kebahagiaan
banyak makhluk, demi belas kasih kepada dunia, demi manfaat dan kebahagiaan
para dewa dan manusia!” dan beberapa berkata: “Tidak perlu empat Buddha yang
mencapai Penerangan Sempurna – tiga sudah cukup!” dan yang lain lagi berkata:
“Tidak perlu tiga – dua sudah cukup!”’ [225]
14. ‘Mendengar kata-kata ini, Sakka berkata:
“Tidaklah mungkin, Tuan-tuan, tidak akan terjadi dua Buddha yang mencapai
Penerangan Sempurna muncul bersamaan dalam satu alam-semesta yang sama. Hal itu
tidak mungkin. Semoga Sang Bhagavā yang ini berumur panjang, bertahun-tahun
mendatang, bebas dari penyakit! Demi manfaat dan kebahagiaan banyak makhluk, demi
belas kasih kepada dunia, demi manfaat dan kebahagiaan para dewa dan manusia!”
“Dan kemudian mereka berkonsultasi dan
merenungkan bersama tentang persoalan yang menyebabkan mereka berkumpul di Aula
Sudhamma, dan Empat Raja Dewa ditegur dan dinasihati mengenai persoalan ini
sementara mereka berdiri di samping tempat duduk mereka masing-masing tidak
bergerak:
Raja-raja, menasihati, menekankan kata-kata yang mereka ucapkan,
Berdiri diam, tenang, di samping tempat duduk mereka.”’
15-16. ‘Seberkas
cahaya gemilang terlihat, menandakan kedatangan Brahmā. Semuanya duduk di
tempat duduknya masing-masing (seperti Sutta 18, paragraf 15-17), masing-masing
berharap agar Brahmā duduk di tempat duduk mereka.’ [226-7]
17. ‘Kemudian Brahmā Sanankumāra, setelah
turun dari alamnya, dan melihat kegembiraan mereka, mengucapkan syair ini:
“Para dewa dari Tiga-Puluh-Tiga bergembira, pemimpin mereka
juga, ….” (seperti di atas)’
18. ‘Suara
Brahmā Sanankumāra memiliki delapan kualitas (seperti Sutta 18, paragraf 19).’
19. ‘Kemudian Tiga-Puluh-Tiga Dewa berkata
kepada Brahmā Sanankumāra: “Baik sekali, Brahmā! Kami bergembira atas apa yang
kami dengar. [228] Sakka, Raja para dewa, juga telah menyatakan delapan
pernyataan benar kepada kami tentang Sang Bhagavā, yang juga membuat kami gembira.”
Kemudian Brahmā berkata kepada Sakka: “Baik sekali, Raja para dewa. Dan kami
juga ingin mendengarkan delapan pernyataan benar tentang Sang Bhagavā itu.”
“Baiklah, Brahmā Agung,” Sakka menjawab, dan ia mengulangi delapan pernyataan
itu.’
20.-27. ‘“Bagaimana menurutmu, Tuan Brahmā …?”
(seperti paragraf 5-12) [229] [230] Dan Brahmā Sanankumāra senang, gembira, dan
dipenuhi dengan kebahagiaan mendengar kata-kata pujian terhadap Sang Bhagavā.’
28. ‘Brahmā
Sanankumāra berpenampilan dalam bentuk kasar dan muncul dalam wujud Pañcasikha
(seperti Sutta 18, paragraf 18).8 Dan
duduk bersila demikian, ia berkata kepada Tiga-Puluh-Tiga Dewa: “Sejak kapankah
Sang Bhagavā menjadi salah satu di antara mereka yang memiliki kebijaksanaan
tinggi?”’
29. ‘“Pada suatu ketika, ada seorang raja
bernama Disampatī. Brahmana kerajaannya9 yang disebut Pejabat.10 Putra
raja adalah seorang pemuda bernama Reṇu, dan putra si pejabat itu bernama Jotipāla. Pangeran Reṇu dan Joṭipāla, bersama enam orang Khattiya
lainnya, membentuk suatu perkumpulan yang terdiri dari delapan orang sahabat.
[231] Seiring berjalannya waktu, si pejabat meninggal, dan Raja Disampatī berdukacita
atas kematiannya, ia berkata: ‘Aduh, pada saat ini, ketika kami telah
memercayakan semua tanggung jawab kepada si pejabat, dan kami telah
meninggalkan semuanya untuk menikmati kenikmatan lima indria, si pejabat
meninggal dunia!’”’
‘“Mendengar kata-kata ini, Pangeran Reṇu berkata: ‘Baginda, jangan
berdukacita atas kematian si pejabat terlalu berlebihan! Putranya, Jotipāla,11 lebih cerdas daripada ayahnya dan memiliki mata yang lebih baik
terhadap apa yang menguntungkan. Engkau harus mengizinkan Jotipāla untuk
mengurus segala urusan yang engkau percayakan kepada ayahnya.’ ‘Benarkah,
anakku?’ ‘Ya, Baginda.’”’
30. ‘“Kemudian Raja memanggil seseorang dan
berkata: ‘Mari, anakku, pergilah temui pemuda Jotipāla dan katakan: “Semoga
Yang Mulia Jotipāla sehat! Raja Disampatī memanggilmu, beliau ingin menemuimu.”
“Baiklah, Baginda,” jawab orang itu, dan pergi menyampaikan pesan itu. [232]
Menerima pesan itu, Jotipāla berkata: ‘Baiklah, Tuan,’ dan pergi menghadap
Raja. Setelah memasuki istana, ia saling bertukar sapa dengan Raja, kemudian
duduk di satu sisi. Raja berkata: “Kami ingin Yang Mulia Jotipāla mengurus
urusan kami. Jangan menolak. Aku akan menempatkan engkau pada posisi ayahmu dan
melantik12engkau menjadi pejabat.” ‘Baiklah, Baginda,’ jawab
Jotipāla.”’
31. ‘“Maka Raja Disampatī mengangkat Jotipāla
sebagai pejabat menggantikan ayahnya. Dan begitu diangkat, Jotipāla melanjutkan
tugas-tugas yang telah dijalankan oleh ayahnya, tidak melakukan pekerjaan yang
belum dijalankan oleh ayahnya. Ia menyelesaikan semua tugas-tugas yang telah
diselesaikan oleh ayahnya, dan tidak yang lainnya. Dan orang-orang berkata:
‘Brahmana ini sungguh seorang pejabat! Sesungguhnya ia adalah seorang Pejabat
Agung!’ Dan demikianlah si Brahmana muda Jotipāla dikenal sebagai Pejabat
Agung.”’
32. ‘“Dan suatu hari, Sang Pejabat Agung
menemui kelompok enam orang mulia dan berkata: ‘Raja Disampatī sudah tua,
jompo, [233] diserang oleh usia. Hidupnya hampir berakhir dan ia tidak akan
bertahan lama lagi. Siapakah yang dapat menentukan berapa lama seseorang hidup?
Saat Raja Disampatī wafat, para pengangkat raja13 wajib
mengangkat Pangeran Reṇu menjadi Raja.
Kalian harus pergi, Tuan-tuan, temuilah Pangeran Reṇu dan katakan: “Kami adalah sahabat
baik dan tersayang dari Baginda Reṇu, saling berbagi kebahagiaan dan
kesedihan. Baginda Raja Disampatī sudah tua …. Saat Beliau wafat, para
pengangkat raja wajib mengangkat Pangeran Reṇu menjadi Raja. Jika Baginda Reṇu memperoleh tahta, sudilah ia membaginya
dengan kami.””’
33. ‘“‘Baiklah, Tuan,’ jawab enam mulia itu,
dan mereka menemui Pangeran Reṇu dan mengatakan
kepadanya apa yang diusulkan oleh Sang Pejabat Agung. ‘Tuan-tuan, siapakah,
selain diriku, yang akan mendapatkan kemakmuran kalau bukan kalian? Jika,
Tuan-tuan, aku mendapatkan tahta, aku akan membaginya dengan kalian.’”’ [234]
34. ‘“Seiring berjalannya waktu, Raja
Disampatī wafat, dan para pengangkat-raja mengangkat Pangeran Reṇu menjadi Raja di wilayahnya. Dan
setelah menjadi Raja, Reṇu tenggelam dalam
kenikmatan lima indria. Kemudian Sang Pejabat Agung mendatangi kelompok enam
mulia dan berkata: ‘Tuan-tuan, sekarang Raja Disampatī telah wafat, Baginda Reṇu yang telah diangkat menjadi Raja,
telah tenggelam dalam kenikmatan lima indria. Siapakah yang tahu
apa yang akan terjadi? Kenikmatan-indria adalah memabukkan. Kalian harus
menghadapnya dan berkata: “Raja Disampatī telah wafat dan Baginda Reṇu telah diangkat menjadi Raja,
apakah engkau ingat kata-katamu, Baginda?”’”’
‘“Mereka melakukan hal itu, dan Raja berkata:
‘Tuan-tuan, aku ingat kata-kataku. Siapakah yang dapat membagi wilayah besar
ini, yang begitu luas di utara dan begitu [sempit] bagaikan bagian depan kereta14di selatan, menjadi tujuh bagian yang sama?’ ‘Siapa lagi,
Baginda, kalau bukan Sang Pejabat Agung?’”’
35. ‘“Maka Raja Reṇu mengutus seseorang untuk menemui
Sang Pejabat Agung untuk mengatakan: ‘Tuan, Raja memanggil engkau.’ [235] Orang
itu pergi, dan Sang Pejabat Agung menghadap Raja, saling bertukar sapa
dengannya, dan duduk di satu sisi. Kemudian Raja berkata: ‘Tuan Pejabat, pergi dan
bagilah wilayah besar ini, yang begitu luas di utara dan begitu sempit bagaikan
bagian depan kereta di selatan, menjadi tujuh bagian yang sama.’ ‘Baik,
Baginda,’jawab Sang Pejabat Agung, dan melakukan perintah itu.”’
36. ‘“Dan wilayah Raja Reṇu di tengah:
Dantapura untuk para Kālinga, Potaka untuk para Assaka,
Mahissati untuk para Avant, Roruka untuk para Sovīra,
Mithilā untuk para Videha, Campā untuk para Anga, Benares untuk
para Kāsī, demikianlah si Pejabat membagi. [236]
Kelompok enam mulia gembira dengan apa yang
mereka peroleh dan keberhasilan rencana mereka: ‘Apa yang kita inginkan,
kehendaki, cita-citakan dan usahakan, telah kita dapatkan!’
Sattabhū, Brahmadatta, Vessabhū, dan Bharata, Reṇu dan dua Dhataraṭṭha, ini adalah tujuh raja Bhārat.”’15
[Akhir
dari bagian pembacaan pertama]
37. ‘“Kemudian kelompok enam mulia mendatangi
sang Pejabat Agung dan berkata: ‘Yang Mulia Pejabat, seperti halnya engkau
adalah sahabat baik, tersayang, setia dari Raja Reṇu, demikian pula halnya engkau
dengan kami. Mohon uruslah urusan kami! Kami percaya engkau
tidak akan menolak.’ Maka ia mengurus wilayah-wilayah milik tujuh raja,16 dan ia
juga mengajarkan mantra kepada tujuh Brahmana terkenal dengan tujuh ratus murid
mereka.”’17 [237]
38. ‘“Seiring berjalannya waktu, berita baik
menyebar sehubungan dengan sang Pejabat Agung: ‘Sang Pejabat Agung dapat melihat
Brahmā dengan matanya sendiri, berbicara dengannya secara langsung dan
berkonsultasi dengannya!’18 Dan ia berpikir: ‘Sekarang berita baik ini menyebar sehubungan
denganku, bahwa aku dapat melihat Brahmā dengan mataku sendiri, …. Tetapi itu
tidak benar. Akan tetapi, aku telah mendengar ini dikatakan oleh para Brahmana
tua dan terhormat, guru dari para guru, bahwa siapa saja yang mengasingkan diri
dalam meditasi selama empat bulan musim hujan, mengembangkan pencerapan
dalam belas kasihan, dapat melihat Brahmā dengan matanya sendiri, berbicara
dengannya secara langsung dan berkonsultasi dengannya. Bagaimana jika aku
melakukan hal ini?’”’19
39. ‘“Maka Sang Pejabat Agung menghadap Raja
Reṇu dan
memberitahukan kepadanya tentang berita itu, dan tentang keinginannya untuk
mengasingkan diri dan mengembangkan pencerapan dalam belas kasihan. ‘Dan tidak
seorang pun yang boleh datang ke dekatku kecuali membawakan makanan.’ ‘Yang
Mulia, lakukanlah apa yang engkau anggap baik.’”’ [238]
40. ‘“Kelompok enam mulia juga memberikan
jawaban yang sama: ‘Yang Mulia Pejabat, lakukanlah apa yang engkau anggap
baik.’”’
41. ‘“Ia mendatangi tujuh Brahmana dan tujuh
ratus muridnya dan memberitahu mereka tentang rencananya, dan menambahkan:
‘Jadi, Tuan-tuan, kalian lanjutkanlah membaca mantra-mantra yang telah kalian
dengar dan pelajari, dan ajarkan satu sama lain.’ ‘Yang Mulia Pejabat,
lakukanlah apa yang engkau anggap baik.’ Mereka menjawab.”’ [239]
42. ‘“Kemudian ia mendatangi empat puluh istri
yang bertingkat setara, dan mereka berkata: ‘Yang Mulia Pejabat, lakukanlah apa
yang engkau anggap baik.’”’
43. ‘“Kemudian Sang Pejabat Agung mendirikan
tempat tinggal baru di timur kota dan mengasingkan diri di sana selama empat
bulan musim hujan, mengembangkan pencerapan dalam belas kasihan, dan tidak
seorang pun yang datang ke dekatnya kecuali membawakan makanan untuknya. Tetapi
di akhir empat bulan, ia tidak merasakan apa-apa selain ketidakpuasan dan
keletihan saat ia berpikir: ‘Aku mendengar dikatakan … bahwa siapa pun yang
mengasingkan diri dalam meditasi selama empat bulan musim hujan, mengembangkan
pencerapan dalam belas kasihan, dapat melihat Brahmā dengan matanya sendiri …,
tetapi aku tidak dapat melihat Brahmā dengan mataku sendiri, dan tidak dapat
berbicara, berdiskusi, atau berkonsultasi dengannya!’”’
44. ‘“Saat itu, Brahmā Sanankumāra membaca
pikirannya dan, [240] secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang terlipat
atau melipatnya lagi, ia lenyap dari alam Brahmā dan muncul di hadapan Sang
Pejabat Agung. Dan Sang Pejabat Agung merasa takut dan gemetar, dan merinding
melihat pemandangan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Dan dengan
ketakutan, gemetar dan merinding demikian, ia berkata kepada Brahmā Sanankumāra
dalam syair ini:
‘O, pemandangan megah, agung dan suci, Siapakah engkau, Yang
Mulia? Aku ingin mengetahui namamu.’
‘Dalam surga tertinggi, aku dikenal oleh semua: Brahmā
Sanankumāra – aku dikenal demikian.’
‘Tempat duduk, dan air untuk kakimu, dan makanan Yang layak
untuk Brahmā. Silahkan Yang Mulia Memutuskan keramahan apa yang ia inginkan.’20
‘Kami menerima pemberian yang dipersembahkan: sekarang katakan
apa yang engkau inginkan dari kami – suatu anugerah atau keuntungan dalam
kehidupan ini, atau dalam kehidupan berikutnya.
Katakan, Yang Mulia Pejabat, apa yang engkau inginkan.’”’
45.‘“Kemudian Sang Pejabat Agung
berpikir:‘BrahmāSanankumāra menawarkan aku anugerah. Apakah yang akan kupilih –
manfaat dalam kehidupan ini, atau yang berikutnya?’ [241] Kemudian ia berpikir:
‘Aku adalah ahli dalam hal manfaat dalam kehidupan ini, dan orang lain berkonsultasi
denganku mengenai hal ini. Bagaimana jika aku meminta dari Brahmā Sanankumāra
sesuatu manfaat dalam kehidupan mendatang?’ dan ia berkata kepada Brahmā dalam
syair berikut:
‘Aku meminta dari Brahmā Sanankumāra hal ini,
Karena ragu, kepadanya yang tidak memiliki keraguan aku meminta
(mewakili yang lainnya juga aku meminta:) Dengan melakukan
apakah
Makhluk-makhluk dapat mencapai alam Brahmā yang abadi?’
‘Orang itu yang menolak semua pikiran memiliki,
Menyendiri, tekun, dipenuhi belas kasihan,
Jauh dari kebusukan, bebas dari nafsu –
Menegakkan demikian, dan berlatih demikian,
Makhluk-makhluk dapat mencapai alam Brahmā yang abadi.’”’21
46. ‘“‘Aku mengerti “Menolak pikiran
memiliki”. Ini berarti bahwa seseorang meninggalkan miliknya, kecil atau besar,
meninggalkan sanak saudara, sedikit atau banyak, dan, mencukur rambut dan
janggut, meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa
rumah. Demikianlah aku memahami “menolak pikiran memiliki”. [242] Aku mengerti
“Menyendiri, tekun”. Ini berarti bahwa seseorang meninggalkan miliknya dan
memilih bertempat tinggal di hutan, di bawah pohon, di lembah sebuah gunung, di
dalam gua batu, di tanah pekuburan, di hutan atau di atas tumpukan rumput di
ruang terbuka …. Aku mengerti “Dipenuhi belaskasihan”. Ini artinya bahwa
seseorang berdiam memancarkan ke satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan
belaskasihan, kemudian ke arah ke dua, ke tiga dan ke empat. Demikianlah
seseorang berdiam memancarkan ke seluruh dunia, ke atas, ke bawah, dan ke
sekeliling, ke segala tempat, ke segala penjuru, dengan pikiran yang dipenuhi
dengan belaskasihan, meluas, tidak terukur, bebas dari kebencian dan
permusuhan. Demikianlah aku memahami “Dipenuhi belaskasihan”. Tetapi kata-kata
Yang Mulia tentang “Jauh dari kebusukan” aku tidak mengerti:
Apakah yang engkau maksudkan, Brahmā, dengan“kebusukan” di
antara manusia?
Mohon terangilah kebodohanku, O, Yang bijaksana, tentang hal
ini.
Rintangan apakah yang menyebabkan seseorang menjadi bau dan
busuk,
Mengarah menuju neraka, terputus dari alam Brahmā?’ [243]
‘Kemarahan, kebohongan, kecurangan, dan penipuan,
Ketamakan, keangkuhan, dan kecemburuan,
Iri-hati, keraguan, dan mencelakai makhluk lain,
Keserakahan dan kebencian, ketumpulan dan khayalan:
Kebusukan menjijikkan ini yang memancar
Mengarah menuju neraka, terputus dari alam Brahmā.’
‘Seperti yang kumengerti dari kata-kata Yang
Mulia tentang kebusukan ini, hal-hal ini tidak mudah diatasi jika seseorang
menjalani kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu, aku akan meninggalkan
kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah.’ ‘Yang Mulia
Pejabat, lakukanlah apa yang engkau anggap baik.’”’
47. ‘“Maka Sang Pejabat Agung menghadap Raja
Reṇu dan berkata:
‘Baginda, mohon angkat menteri lain22 untuk
mengurus urusanmu. Aku ingin pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk
menjalani kehidupan tanpa rumah. Setelah apa yang dikatakan Brahmā kepadaku
tentang kebusukan dunia ini, yang tidak mudah diatasi dengan menjalani
kehidupan rumah tangga, aku akan meninggalkan keduniawian untuk menjalani
kehidupan tanpa rumah:
Raja Reṇu, penguasa
wilayah ini, aku menyatakan,
Engkau harus memerintah sendiri, aku tidak akan menasihati
engkau lagi!’
‘Jika engkau kekurangan sesuatu, aku akan mencukupi,
Jika ada yang melukaimu, kerajaanku akan melindungimu.
Engkau ayahku, aku putramu, Pejabat, menetaplah!’
‘Aku tidak kekurangan apa pun, tidak ada seorang pun yang
melukaiku;
Bukan suara manusia yang kudengar – aku tidak dapat menetap di
rumah.’ [244]
“Bukan-manusia” – Seperti apakah ia yang berbicara, sehingga
engkau seketika meninggalkan rumah dan kami sekaligus?’
‘Sebelum aku pergi mengasingkan diri, aku memikirkan
pengorbanan,
menyalakan api suci, menaburkan rumput kusa.
Aku bertanya, ia menjawab. Sekarang aku tidak bisa menetap
lagi.’
‘Yang Mulia Pejabat, aku mempercayai kata-katamu. Kata-kata
demikian
Sekali terdengar, engkau tidak memiliki pilihan lain.
Kami akan mengikuti: Pejabat, jadilah Guru kami.
Bagaikan permata-beryl, bersih, bagaikan air terjernih.
Begitu murni, kami akan mengikuti di belakangmu.
Jika Yang Mulia Pejabat pergi meninggalkan
kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, aku akan
melakukan hal yang sama. Ke mana pun engkau pergi, kami akan mengikuti.’”’
48. ‘“Kemudian Sang Pejabat Agung mendatangi
kelompok enam mulia dan berkata kepada mereka: ‘Tuan-tuan, mohon angkat menteri
lain untuk untuk mengurus urusanmu. Aku ingin pergi meninggalkan kehidupan
rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah ….’ Dan kelompok enam mulia
itu menyingkir ke sudut [245] dan berdiskusi: ‘Para Brahmana ini serakah akan
uang. Mungkin kita bisa membujuk Pejabat Agung dengan uang.’ Maka mereka
kembali kepadanya dan berkata: ‘Tuan, ada banyak harta kekayaan di tujuh
kerajaan ini. Ambillah sebanyak yang engkau inginkan.’ ‘Cukup, Tuan-tuan, aku
telah menerima sangat banyak harta kekayaan dari Tuan-tuan. Karena itulah, aku
ingin meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa
rumah, seperti yang telah kujelaskan.’”’
49. ‘“Kemudian kelompok enam mulia menyingkir
ke sudut lagi dan berdiskusi: ‘Para Brahmana ini serakah akan perempuan.
Mungkin kita bisa membujuk Pejabat Agung dengan perempuan.’ Maka mereka kembali
kepadanya dan berkata: ‘Tuan, ada banyak perempuan di tujuh kerajaan ini.
Ambillah yang engkau pilih.’ ‘Cukup, Tuan-tuan, aku telah memiliki empat puluh
istri yang setara, dan aku akan meninggalkan mereka untuk pergi meninggalkan
kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, seperti yang
telah kujelaskan.’”’ [246]
50. ‘“‘Jika Yang Mulia Pejabat pergi
meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, kami
akan melakukan hal yang sama. Ke mana pun engkau pergi, kami akan mengikuti:
“Jika engkau meninggalkan nafsu-nafsu yang mengikat kebanyakan
orang,24
Kerahkanlah dirimu, kuatlah dan bertahanlah dengan sabar!
Ini adalah jalan yang lurus, jalan yang tanpa tandingan,
Jalan kebenaran, yang dijaga oleh kebajikan, menuju alam
Brahmā.”
51. ‘“‘Kalau begitu, Tuan Pejabat, tunggulah
selama tujuh tahun, dan kemudian kami juga akan menjalani kehidupan tanpa
rumah. Ke mana pun engkau pergi, kami akan mengikuti.’”’
‘“‘Tuan-tuan, tujuh tahun terlalu lama, aku
tidak dapat menunggu selama tujuh tahun! Siapa yang dapat menentukan berapa
lama manusia hidup? Kita harus pergi ke alam berikutnya, kita harus belajar
dengan kebijaksanaan,25 kita
harus melakukan apa yang benar dan menjalani hidup suci, karena tidak ada yang
dilahirkan abadi. Sekarang aku akan meninggalkan keduniawian seperti yang telah
kujelaskan.’”’
52. ‘“‘Baiklah, Yang Mulia Pejabat, tunggulah
selama enam tahun, … lima tahun, … empat tahun, … tiga tahun, … dua tahun, …
satu tahun, dan kemudian kami juga akan menjalani kehidupan tanpa rumah. Ke
mana pun engkau pergi, kami akan mengikuti.’”’
53. ‘“‘Tuan-tuan, satu tahun terlalu lama ….’
‘Kalau begitu, tunggulah selama tujuh bulan ….’”’
54. ‘“‘Tuan-tuan, tujuh bulan terlalu lama ….’
‘Kalau begitu, tunggulah selama enam bulan …, lima bulan, … empat bulan, … tiga
bulan, … dua bulan, … satu bulan, … setengah bulan ….’”’
55. ‘“‘Tuan-tuan, setengah bulan terlalu lama
….’ [248] ‘Kalau begitu, Yang Mulia Pejabat, tunggulah selama tujuh hari
sementara kami menyerahkan kerajaan kami kepada putra dan saudara kami. Di
akhir dari tujuh hari, kami akan meninggalkan keduniawian untuk menjalani
kehidupan tanpa rumah. Ke mana pun engkau pergi, kami akan mengikuti.’ ‘Tujuh
hari tidak lama, Tuan-tuan. Aku setuju, Tuan-tuan, menunggu tujuh hari.’”’
56.‘“Kemudian Sang Pejabat Agung mendatangi
tujuh Brahmana dan tujuh ratus murid mereka, dan berkata kepada mereka:
‘Sekarang, Tuan-tuan, kalian harus mencari guru lain untuk mengajari kalian
mantra. Aku bermaksud untuk meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani
kehidupan tanpa rumah. Setelah apa yang dikatakan Brahmā kepadaku tentang
kebusukan dunia ini, yang tidak mudah diatasi dengan menjalani kehidupan rumah
tangga, aku akan meninggalkan keduniawian untuk menjalani kehidupan tanpa
rumah.’ ‘Yang Mulia Pejabat, jangan berkata begitu! Ada sedikit kekuasaan dan
keuntungan dalam kehidupan tanpa rumah, dan kekuasaan dan keuntungan yang lebih
besar dalam kehidupan sebagai Brahmana!’26 ‘Jangan
berkata demikian, Tuan-tuan! Di samping itu, siapakah yang memiliki kekuasaan
dan keuntungan yang lebih besar daripada aku? Aku telah menjadi raja bagi para
raja, bagaikan Brahmā bagi para Brahmana, bagaikan dewa bagi para perumah
tangga, dan aku akan meninggalkan semua ini untuk meninggalkan keduniawian
untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, seperti yang telah [249] kujelaskan.’
‘Jika Yang Mulia Pejabat pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk
menjalani kehidupan tanpa rumah, kami akan melakukan hal yang sama. Ke mana pun
engkau pergi, kami akan mengikuti.’”’
57. ‘“Kemudian Sang Pejabat Agung mendatangi
empat puluh istrinya yang setara dan berkata: ‘Jika kalian
menginginkan, kalian boleh pulang ke rumah keluarga kalian atau mencari
suami lain. Aku bermaksud untuk meninggalkan keduniawian untuk menjalani
kehidupan tanpa rumah …. ‘ ‘Hanya engkaulah keluarga yang kami inginkan, suami
satu-satunya yang kami inginkan. Jika Yang Mulia Pejabat meninggalkan
keduniawian untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, kami akan melakukan hal yang
sama. Ke mana pun engkau pergi, kami akan mengikuti.’”’
58. ‘“Dan demikianlah Sang Pejabat Agung, di
akhir dari tujuh hari, mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning
dan pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa
rumah. Dan bersamanya, turut serta tujuh raja Khattiya, tujuh Brahmana kaya dan
terkenal bersama tujuh ratus murid mereka, empat puluh istrinya yang setara,
beberapa ribu Khattiya, beberapa ribu Brahmana, beberapa ribu perumah tangga,
bahkan beberapa perempuan-selir.”’
‘“Dan demikianlah, diikuti oleh kelompok ini,
Sang Pejabat Agung mengembara melalui desa-desa, kota, dan [250] ibu kota. Dan
setiap saat ia datang ke suatu desa atau kota, ia bagaikan raja bagi para raja,
bagaikan Brahmā bagi para Brahmana, bagaikan dewa bagi para perumah tangga. Dan
pada masa itu, ketika seseorang bersin atau tersandung, mereka mengucapkan:
‘Terpujilah Sang Pejabat Agung! Terpujilah Menteri dari Tujuh!’”’
59. ‘“Dan Sang Pejabat Agung berdiam
memancarkan ke satu arah dengan pikiran dipenuhi cinta kasih, kemudian ke arah
ke dua, kemudian ke tiga dan ke arah ke empat. Ia berdiam memancarkan ke
seluruh dunia, ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling, ke mana-mana, ke segala
penjuru, dengan pikiran dipenuhi dengan belas-kasihan, … dengan pikiran
dipenuhi kegembiraan simpatik, … dengan pikiran dipenuhi dengan keseimbangan, …
bebas dari kebencian dan permusuhan. Dan demikianlah, ia mengajarkan para
siswanya jalan untuk bergabung dengan alam Brahmā.”’
60. ‘“Dan mereka yang pada masa itu telah
menjadi siswa Sang Pejabat Agung dan telah menguasai ajarannya, setelah
kematian, saat hancurnya jasmani, terlahir kembali di alam bahagia, di
alam Brahmā. Dan mereka yang belum menguasai sepenuhnya ajarannya, terlahir
kembali di antara para dewa Parinimmita-Vasavatti, di antara para dewa
Nimmānarati, di antara para dewa Tusita, di antara para dewa Yāma, [251] di
antara para dewa Tiga-Puluh-Tiga Dewa, di antara para dewa Empat Raja Dewa. Dan
alam yang paling rendah yang dicapai beberapa dari mereka adalah gandhabba.
Dengan demikian, pelepasan keduniawian dari semua orang itu bukanlah tidak
berbuah atau mandul, namun menghasilkan buah dan manfaat.”’
61. ‘Apakah engkau mengingat hal ini,
Bhagavā?’ ‘Aku ingat, Pañcasikha. Pada saat itu, Aku adalah Sang Brahmana, Sang
Pejabat Agung, dan Aku mengajarkan kepada para siswa jalan untuk bergabung
dengan alam Brahmā.’
‘Namun demikian, Pañcasikha, kehidupan suci
yang itu tidak mengarah menuju kekecewaan, kebosanan, pelenyapan, kedamaian,
pengetahuan-super, pencerahan, Nibbāna, namun hanya kelahiran di alam-Brahmā.
Sedangkan kehidupan suci-Ku pasti mengarah menuju kekecewaan, kebosanan,
pelenyapan, kedamaian, pengetahuan-super, pencerahan, Nibbāna. Yaitu Jalan
Mulia Berfaktor Delapan, yaitu Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar,
Perbuatan Benar, Penghidupan Benar, Usaha Benar, Perhatian Benar, Konsentrasi
Benar.’
62. ‘Dan, Pañcasikha, di antara para siswa-Ku
yang telah menguasai ajaran-Ku telah dengan pengetahuan-super mereka sendiri
mencapai, [252] dengan hancurnya kekotoran-kekotoran dalam kehidupan ini,
kebebasan hati dan batin yang tanpa kekotoran. Dan di antara mereka yang belum
menguasai sepenuhnya, beberapa dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah
akan terlahir kembali secara spontan, dari sana mencapai Nibbāna tanpa kembali
lagi ke dunia ini; beberapa dengan hancurnya tiga belenggu dan melemahnya
keserakahan, kebencian, dan kebodohan akan menjadi Yang-Kembali-Sekali, yang
akan kembali ke dunia ini sekali lagi sebelum mengakhiri penderitaan; dan
beberapa dengan hancurnya tiga belenggu akan menjadi Pemenang-Arus, tidak
mungkin lagi terjatuh ke alam sengsara, dan pasti mencapai Pencerahan. Dengan
demikian, pelepasan keduniawian dari semua orang itu bukanlah tidak berbuah
atau mandul, namun menghasilkan buah dan manfaat.’
Demikianlah Sang Bhagavā berbicara, dan
Pañcasikha dari gandhabba senang dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
Dan, setelah memberi hormat kepada Beliau, ia berjalan dengan sisi kanan
menghadap Beliau dan lenyap dari tempat itu.
- 1. Harus disebutkan
pendahuluan cemerlang dari RD atas Sutta ini, yang mana ia menganalisa
dalam bentuk drama, menunjukkan hubungan yang jelas dengan Sutta
sebelumnya dengan rujukan ‘Episode 1 dikisahkan dalam Babak 1, adegan 1
dan 2’, dan seterusnya. Ia menekankan pada humor dan menggunakan teknik
propaganda, yang berbentuk menerima dan mengalahkan posisi lawan dan
bukannya konfrontasi langsung. Sementara, kita mungkin tidak yakin bahwa
Sutta ini menceritakan tentang pribadi Sang Buddha (namun sama – apakah
kita yakin bahwa ini tidak, dalam beberapa
bentuk?), ini sesungguhnya adalah metode yang Beliau gunakan dalam diskusi
dengan lawan bicara. RD juga menganalisa perbedaan antara Sutta ini dengan
versi Sanskrit dari Mahāvastu, buah karya dari aliran Lokuttaravāda.
- 2. Merujuk pada DN
18.18, di mana Brahmā menyamar sebagai Pañcasikha, yang sekarang muncul
sendiri. Ia menata rambutnya dalam lima ikatan seperti yang ia lakukan
ketika ia meninggal dunia sebagai pemuda.
- 3. Cahaya para dewa
adalah ciri standar: dalam Deva Saṁyutta yang memulai SN,
kita diperkenalkan dengan barisan para dewa yang
‘menerangi seluruh Hutan Jeta dengan cahaya cemerlang mereka’. Cahaya
Brahma jauh lebih cemerlang, dan dalam DN 14.1.17 kita mengetahui bahwa
cahaya yang bahkan lebih cemerlang lagi muncul pada saat Sang Bodhisatta
memasuki rahim dan kelahiran-Nya.
- 4. Seperti dalam DN
18.25. Cf., ‘geliat-belut’ yang disebutkan dalam DN 1.2.24.
- 5. ‘Jalan’ di sini
sebenarnya adalah praktik, paṭipadā. Jalan Mulia
Berfaktor Delapan adalah ‘Jalan Tengah’ atau ‘Praktik Tengah’, majjhima-paṭipadā.
- 6. Sekhā: pelajar yang,
telah mencapai satu dari tiga jalan pertama, masih belum mencapai
Pencerahan.[f/n] dan mereka yang, setelah menjalani kehidupan, telah
menghapuskan kekotoran-kekotoran,Arahat.
- 7. ‘Menyeberangi
lautan keragu-raguan’ (RD).
- 8. Kalimat yang
diulang ini bahkan termasuk rujukan pada Brahmā yang mengambil wujud
Pañcasikha, walaupun disini Pañcasikha sendiri yang menceritakan kisah
itu.
- 9. Purohita.
- 10. Govinda. Catatan
RD: ‘Ini adalah bukti … bahwa Govinda, secara harfiah, “Gembala”, adalah
gelar, bukan nama, dan berarti Pusaka-Penasihat.’ Tetapi kebanyakan orang
lebih mengenal jabatan daripada nama sebenarnya, mungkin untuk alasan
tabu. Kita dapat melihat bagaimana istana kerajaan di Skotlandia bernama
Steward, yang aslinya adalah ‘sty-ward’!
- 11. Nama ini berarti
‘penjaga cahaya’.
- 12. Seperti yang
disebutkan oleh RD, ungkapan ‘melantik’ adalah penting, menyiratkan bahwa
jabatan itu adalah jabatan kerajaan.
- 13. Tidak ada
catatan berharga tentang ini dalam DA. Diduga adalah kumpulan para mulia (Khattiya).
- 14. Sakaṭamukha. Ungkapan ini,
yang membingungkan RD, telah dijelaskan sebagai bagian (sempit) dari
bagian depan kereta, merujuk pada bentuk meruncing di India.
- 15. RD membuat tabel
yang menggambarkan hubungan dan pembagian geografis, yang bagaimanapun
juga, seperti yang ia katakan, tidak sesuai dengan cerita ini.
- 16. Tidak
‘diinstruksikan … dalam pemerintahan’ (RD). Ungkapan ini digunakan dengan
cara yang sama seperti yang diterjemahkan sebelumnya ‘mengurus’.
- 17. Nahātaka: secara
harfiah, ‘setelah mandi’ (yaitu, lulus).
- 18. Cf. sebaliknya, DN 13.12ff.
- 19. Ini juga cara
yang disarankan oleh Sang Buddha dalam DN 13.
- 20. Seperti yang
diusulkan oleh RD, ia merasa bahwa ia harus mempersembahkan sesuatu kepada
Brahmā, namun ia tidak mengetahui apa yang pantas.
- 21. Dalam Buddhisme,
tentu saja, alam Brahmā tidaklah kekal. Namun dalam masa sebelum Buddhis,
ini adalah tujuan tertinggi yang dicita-citakan oleh seseorang.
- 22. Purohita: saya telah
berspekulasi dalam mengartikan dua makna ‘menteri’ dalam bahasa Inggris:
‘menteri agama’ dan ‘menteri pemerintahan’. Kata Pali ini mendekati
kombinasi keduanya.
- 23. Cf. n.558.
- 24. Puthujjana: atau ‘kaum
duniawi’.
- 25. Mantāya: jelas ‘dengan
mantra’, namun diartikan dalam DA sebagai ‘kebijaksanaan’.
- 26. Ironi menarik di
sini jangan diabaikan. Kecurigaan dari kelompok enam mulia, diungkapkan
dalam paragraf 48-49, bukanlah tanpa dasar, sepanjang yang dimaksud adalah
Brahmana biasa. Dan cf., misalnya DN 4.26!
Posting ini telah dilihat
sebanyak :1990
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/mahagovinda-sutta/
No comments:
Post a Comment