MAHAPADANA SUTTA
Sumber: Materi Pokok Kitab Suci Sutta Pitaka I, Modul 1-6.
Oleh: Cornelis Wowor, M.A.,
Penerbit: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu Dan Buddha
Dan Universitas Terbuka 1992
Oleh: Cornelis Wowor, M.A.,
Penerbit: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu Dan Buddha
Dan Universitas Terbuka 1992
Khotbah ini dibabarkan
Sang Buddha ketika beliau berada di Kareri-Kuti, Jetavana, Savathi. Khotbah ini
dibabarkan Sang Buddha berkenaan dengan pembicaraan para bhikkhu, tentang sebab
dan akibat dari perbuatan pada kehidupan-kehidupan yang lampau.
Para bhikkhu, telah
sembilan puluh satu kappa berselang ketika Sang Buddha Vipassi, Bhagava Arahat
Samma Sambuddha muncul di dunia. Telah tiga puluh satu kappa berselang ketika
Sang Buddha Sikkhi Bhagava Arahat Samma Sambuddha muncul di dunia. Pada tiga
puluh satu kappa yang lampau pula Sang Buddha Vessabhu Bhagava Arahat Samma
Sambuddha muncul di dunia. Pada kappa yang istimewa ini, Sang Buddha Kakusanda
Bhagava Arahat Samma Sambuddha muncul di dunia. Pada kappa yang istimewa ini
pula Sang Buddha Kassapa Bhagava Arahat Samma Sambuddha muncul di dunia. Pada
kappa yang istimewa ini pula saya, Arahat Samma Sambuddha muncul di dunia.
Para bhikkhu, Sang
Buddha Vipassi Bhagava Arahat Samma Sambuddha berasal dari keluarga ksatria.
Sang Buddha Sikhi Bhagava Arahat Samma Sambuddha berasal dari keluarga ksatria.
Sang Buddha Vassabhu Bhagava Arahat Samma Sambuddha berasal dari keluarga
ksatria. Sang Buddha Kakusanda Bhagava Arahat Samma Sambuddha berasal dari
keluarga brahmana. Sang Buddha Konagama Bhagava Arahat Samma Sambuddha berasal
dari keluarga brahmana. Sang Buddha Kassapa Bhagava Arahat Samma Sambuddha
berasal dari keluarga brahmana. Saya sendiri Arahat Samma Sambuddha berasal
dari keluarga ksatria.
Para bhikkhu, Sang
Buddha Vipassi Bhagava Arahat Samma Sambuddha berasal dari keluarga Kondanna.
Sang Buddha Sikhi Bhagava Arahat Samma Sambuddha berasal dari keluarga
Kondanna. Sang Buddha Vessabhu Bhagava Arahat Samma Sambuddha berasal dari
keluarga Kondanna. Sang Buddha Kakusanda Bhagava Arahat Samma Sambuddha berasal
dari keluarga Kassapa. Sang Buddha Konagama Bhagava Arahat Samma Sambuddha
berasal dari keluarga Kassapa. Sang Buddha Kassapa Bhagava Arahat Samma
Sambuddha berasal dari keluarga Kassapa. Saya sendiri Arahat Samma Sambuddha
berasal dari keluarga Gotama.
Para bhikkhu, panjang
usia kehidupan pada masa Sang Buddha Vipassi Bhagava Arahat Samma Sambuddha
adalah delapan puluh ribu tahun. Panjang usia kehidupan pada masa Sang Buddha
Sikhi Bhagava Arahat Samma Sambuddha adalah tujuh puluh ribu tahun. Panjang
usia kehidupan pada masa Sang Buddha Vessabhu Bhagava Arahat Samma Sambuddha
adalah empat puluh ribu tahun. Panjang usia kehidupan pada masa Sang Buddha
Kakusanda Bhagava Arahat Samma Sambuddha adalah empat puluh ribu tahun. Panjang
usia kehidupan pada masa Sang Buddha Konagamana Bhagava Arahat Samma Sambuddha
adalah tiga puluh ribu tahun. Panjang usia kehidupan pada masa Sang Buddha
Kassapa Bhagava Arahat Samma Sambuddha adalah dua puluh ribu tahun. Panjang
usia kehidupan pada masa saya adalah singkat sekali, pendek sekali, dan cepat
sekali, hanya seratus tahun.
Para bhikkhu, Sang
Buddha Vipassi Bhagava Arahat Samma Sambuddha mencapai penerangan sempurna di
bawah pohon Pataliya. Sang Buddha Sikhi Bhagava Arahat Samma Sambuddha mencapai
penerangan sempurna di bawah pohon Pundarika. Sang Buddha Vessabhu Bhagava
Arahat Samma Sambuddha mencapai penerangan sempurna di bawah pohon Sala. Sang
Buddha Kakusandha Bhagava Arahat Samma Sambuddha mencapai penerangan sempurna
di bawah pohon Sirisa. Sang Buddha Konagamana Bhagava Arahat Samma Sambuddha
mencapai penerangan sempurna di bawah pohon Udumbara. Sang Buddha Kassapa
Bhagava Arahat Samma Sambuddha mencapai penerangan sempurna di bawah pohon
Nigrodha. Saya Arahat Samma Sambuddha mencapai penerangan sempurna di bawah
pohon Assattha.
Para bhikkhu, kedua
murid utama Sang Buddha Vipassi Bhagava Arahat Samma Sambuddha adalah Khanda
dan Tissa. Kedua murid utama Sang Buddha Sikhi Bhagava Arahat Samma Sambuddha
adalah Abhibhu dan Sambava. Kedua murid utama Sang Buddha Vessabhu Bhagava
Arahat Samma Sambuddha adalah Vidhura dan Sanjiva. Kedua murid utama Sang
Buddha Konagamana Bhagava Arahat Samma Sambuddha adalah Bhiyyosa dan Uttara.
Kedua murid utama Sang Buddha Kassapa Bhagava Arahat Samma Sambuddha adalah
Tisa dan Bharadvaja. Kedua murid utamaku adalah Sariputta dan Moggallana.
Para bhikkhu, pada masa
Sang Buddha Vipassi Bhagava Arahat Samma Sambuddha terjadi tiga pertemuan para
siswa (savaka sannipata), yaitu pertemuan pertama dihadiri oleh enam juta
delapan ratus ribu bhikkhu arahat, pertemuan kedua dihadiri oleh seratus ribu
bhikkhu arahat, sedangkan pertemuan ketiga dihadiri oleh delapan puluh ribu
bhikkhu arahat. Pada masa Sang Buddha Sikhi Bhagava Arahat Samma Sambuddha
terjadi tiga pertemuan para siswa, yaitu pertemuan pertama dihadiri oleh
seratus ribu bhikkhu arahat, pertemuan kedua dihadiri oleh delapan puluh ribu
bhikkhu arahat, sedangkan pertemuan ketiga dihadiri oleh tujuh puluh ribu
bhikkhu arahat. Pada masa Sang Buddha Vessabhu Bhagava Arahat Samma Sambuddha
terjadi tiga pertemuan para siswa yaitu pertemuan pertama dihadiri oleh delapan
puluh ribu bhikkhu arahat, pertemuan kedua dihadiri oleh tujuh puluh ribu
bhikkhu arahat, sedangkan pertemuan ketiga dihadiri oleh enam puluh ribu
bhikkhu arahat. Pada masa Sang Buddha Kakusandha Bhagava Arahat Samma Sambuddha
terjadi pertemuan para siswa yang dihadiri oleh empat puluh ribu bhikkhu
arahat. Pada masa Sang Buddha Konagamana Bhagava Arahat Samma Sambuddha terjadi
pertemuan para siswa yang dihadiri oleh tiga puluh ribu bhikkhu semuanya
arahat. Pada masa Sang Buddha Kassapa Bhagava Arahat Samma Sambuddha terjadi
pertemuan para siswa yang dihadiri oleh dua puluh ribu bhikkhu arahat. Pada
masa saya sendiri terjadi pertemuan para siswa yang dihadiri oleh seribu dua
ratus lima puluh bhikkhu arahat.
Para bhikkhu, bhikkhu
pembantu Sang Buddha Vipassi Bhagava Arahat Samma Sambuddha bernama Asoka.
Bhikkhu pembantu Sang Buddha Sikhi Bhagava Arahat Samma Sambuddha bernama
Khemankura. Bhikkhu pembantu Sang Buddha Vessabhu Bhagava Arahat Samma
Sambuddha bernama Upasannaka. Bhikkhu pembantu Sang Buddha Kakusandha Bhagava
Arahat Samma Sambuddha bernama Buddhija. Bhikkhu pembantu Sang Buddha
Konagamana Bhagava Arahat Samma Sambuddha bernama Sotthija. Bhikkhu pembantu
Sang Buddha Kassapa Bhagava Arahat Samma Sambuddha bernama Sabbamita. Bhikkhu
pembantuku bernama Ananda.
Para bhikkhu, ayah Sang
Buddha Vipassi Bhagava Arahat Samma Sambuddha bernama Raja Bandhuma, ibunya
bernama Bandhumati Devi; kerajaan dari raja Bandhuma bernama Bandhumati. Ayah
Sang Buddha Sikhi Bhagava Arahat Samma Sambuddha bernama Raja Aruna, ibunya
bernama Pabbavati Devi; kerajaan dari raja Aruna bernama Arunawati. Ayah Sang
Buddha Vessabhu Bhagava Arahat Samma Sambuddha bernama Raja Supatita, ibunya
bernama Yasavati Dewi; kerajaan dari raja Supatita bernama Anopama. Ayah Sang
Buddha Kakusanda Bhagava Arahat Samma Sambuddha bernama Brahmana Agidatta,
ibunya bernama Visakha, pada waktu itu raja Khema yang memerintah di Kerajaan
Khemavati. Ayah Sang Buddha Konagamana Bhagava Arahat Samma Sambuddha bernama
Brahmana Yannadatta, ibunya bernama Uttara, pada waktu itu raja Sobha yang
memerintah di kerajaan Sobhavati. Ayah Sang Buddha Kassapa Bhagava Arahat Samma
Sambuddha bernama Brahmana Brahmadatta, ibunya bernama Dhanavati, pada waktu
itu raja Kiki yang memerintah di kerajaan Baranasi. Ayahku bernama raja
Suddhodana, ibuku bernama Dewi Maya, raja Suddhodana memerintah di kerajaan
Kapilavattu”.
“Para bhikkhu, saya
telah menceritakan kepada kamu kalian tentang munculnya Buddha Vipassi, dimana
beliau menjadi Buddha, nama kedua murid yang utamanya, jumlah siswa-siswanya
yang berkumpul dalam pertemuan, nama bhikkhu pembantunya, kerajaan dimana
mereka tinggal serta nama ayah dan ibunya.
Para bhikkhu, ketika Buddha Vipassi masih sebagai Bodhisatta, beliau lenyap dari alam Tusita, dan dengan penuh perhatian Beliau masuk ke rahim ibunya. Demikianlah hal itu terjadi sesuai dengan Dhammata. Para bhikkhu sesuai dengan Dhammata, ketika Bodhisatta lenyap dari alam (surga) Tusita dan masuk ke rahim ibunya, di alam semesta ini muncul cahaya gemilang yang tiada batasnya, yang melampaui kemegahan: para dewa maupun alam-alam yang lebih tinggi lagi, para mara, para brahmana, alam-alam yang lebih rendah termasuk para pertapa, para brahmana, para pangeran dan manusia lainnya. Begitu pula di angkasa raya yang tidak bermateri dan kelam gelap, yang terdapat di antara planet-planet, yang walaupun matahari dan bulan yang bercahaya terang dan megah tidak dapat menyinarinya; tetapi cahaya gemilang yang muncul itu menyinarinya. Dengan adanya cahaya tersebut, maka makhluk-makhluk yang ada dan hidup di situ dapat saling melihat, maka mereka berkata: “Ternyata ada makhluk-makhluk lain yang berada di sini”. Begitu pula sepuluh ribu tata surya (cakkavala) bergetar, bergoyang dan terjadi gempa. Cahaya gemilang yang tanpa batas itu muncul di dunia melampaui kemegahan para dewa. Demikianlah hal ini terjadi sesuai dengan dhammata.
Para bhikkhu, sesuai dengan dhammata bahwa bila Bodhisatta masuk ke rahim ibunya, maka empat putra dewa pergi ke empat penjuru untuk melindunginya, dan berkata: “Semoga tidak ada manusia, bukan manusia atau makhluk apapun yang mengganggu Bodhisatta atau ibu Bodhisatta!”
Para bhikkhu, sesuai dengan dhammata bahwa bila bodhisatta masuk ke rahim ibu, ibu bodhisatta tersebut adalah seorang wanita yang bermoral tinggi, ia menghindari pembunuhan, pencurian, perzinahan, dusta serta minum minuman yang memabukkan.
Para bhikkhu, ketika Buddha Vipassi masih sebagai Bodhisatta, beliau lenyap dari alam Tusita, dan dengan penuh perhatian Beliau masuk ke rahim ibunya. Demikianlah hal itu terjadi sesuai dengan Dhammata. Para bhikkhu sesuai dengan Dhammata, ketika Bodhisatta lenyap dari alam (surga) Tusita dan masuk ke rahim ibunya, di alam semesta ini muncul cahaya gemilang yang tiada batasnya, yang melampaui kemegahan: para dewa maupun alam-alam yang lebih tinggi lagi, para mara, para brahmana, alam-alam yang lebih rendah termasuk para pertapa, para brahmana, para pangeran dan manusia lainnya. Begitu pula di angkasa raya yang tidak bermateri dan kelam gelap, yang terdapat di antara planet-planet, yang walaupun matahari dan bulan yang bercahaya terang dan megah tidak dapat menyinarinya; tetapi cahaya gemilang yang muncul itu menyinarinya. Dengan adanya cahaya tersebut, maka makhluk-makhluk yang ada dan hidup di situ dapat saling melihat, maka mereka berkata: “Ternyata ada makhluk-makhluk lain yang berada di sini”. Begitu pula sepuluh ribu tata surya (cakkavala) bergetar, bergoyang dan terjadi gempa. Cahaya gemilang yang tanpa batas itu muncul di dunia melampaui kemegahan para dewa. Demikianlah hal ini terjadi sesuai dengan dhammata.
Para bhikkhu, sesuai dengan dhammata bahwa bila Bodhisatta masuk ke rahim ibunya, maka empat putra dewa pergi ke empat penjuru untuk melindunginya, dan berkata: “Semoga tidak ada manusia, bukan manusia atau makhluk apapun yang mengganggu Bodhisatta atau ibu Bodhisatta!”
Para bhikkhu, sesuai dengan dhammata bahwa bila bodhisatta masuk ke rahim ibu, ibu bodhisatta tersebut adalah seorang wanita yang bermoral tinggi, ia menghindari pembunuhan, pencurian, perzinahan, dusta serta minum minuman yang memabukkan.
Para bhikkhu, sesuai
dengan Dhammata bahwa pada hari ke tujuh setelah Bodhisatta lahir lahir, ibunya
meninggal dunia dan terlahir kembali di alam surga Tusita.
Umumnya bagi wanita melahirkan anak setelah hamil selama sembilan bulan atau sepuluh bulan, tetapi ibu Bodhisatta tidak akan melahirkan bila belum genap sepuluh bulan masa kehamilannya. Demikianlah ini terjadi sesuai dengan Dhammata.
Umumnya bagi wanita melahirkan anak setelah hamil selama sembilan bulan atau sepuluh bulan, tetapi ibu Bodhisatta tidak akan melahirkan bila belum genap sepuluh bulan masa kehamilannya. Demikianlah ini terjadi sesuai dengan Dhammata.
Bila wanita lain melahirkan
anaknya dengan posisi duduk atau berbaring, tetapi ibu Bodhisatta melahirkan
anak dengan posisi berdiri. Ketika Bodhisatta dilahirkan, para dewa yang
terlebih dahulu menerimanya sesudah itu barulah manusia. Ketika Bodhisatta
dilahirkan, dan sebelum Ia menyentuh tanah, empat putra dewa menerimanya, dan
memberikannya kepada ibunya dengan berkata: “Berbaringlah, ibu, karena
keagungan putra yang terlahir darimu!”
Ketika Bodhisatta dilahirkan, ia terlahir tanpa noda, tanpa dikotori oleh cairan, jaringan, darah atau oleh apapun, tetapi ia bersih dan suci. Demikianlah ini terjadi sesuai dengan Dhammata.
Ketika Bodhisatta dilahirkan, ia terlahir tanpa noda, tanpa dikotori oleh cairan, jaringan, darah atau oleh apapun, tetapi ia bersih dan suci. Demikianlah ini terjadi sesuai dengan Dhammata.
Ketika Bodhisatta
dilahirkan oleh ibunya, terjadi dua macam gerimis yang dicurahkan dari angkasa,
yaitu gerimis panas dan dingin, dengan itu mereka memandikan Bodhisatta dan
ibunya. Bila Bodhisatta lahir, ia berdiri kokoh dengan kedua kaki-nya, dengan
memandang ke utara ia melangkah tujuh langkah, dan masih dilindungi kain putih
yang ditudungkan di atas kepalanya, ia menengok ke berbagai arah dan bagaikan
suara banteng ia berkata: “Tertinggilah aku dalam dunia! Tertualah aku dalam
dunia! Terbaiklah aku dalam dunia! Inilah kelahiranku yang terakhir! Tidak ada
kelahiran berikut lagi bagiku.” Demikianlah hal ini terjadi sesuai dengan
Dhammata.
Para bhikkhu, sesuai
dengan Dhammata, ketika Bodhisatta lahir, di alam semesta ini muncul cahaya
gemilang yang tiada batasnya, yang melampaui kemegahan para dewa… Begitu pula
di angkasa raya yang tidak bermateri dan gelap kelam yang ada di antara
planet-planet, yang walaupun matahari dan bulan bersinar terang dan megah tidak
dapat menyinarinya, namun cahaya gemilang yang muncul itu dapat menyinarinya.
Dengan adanya cahaya itu, maka makhluk-makhluk yang ada dan hidup di situ dapat
saling melihat dan berkata: “Ternyata ada makhluk-makhluk lain di sini.” Begitu
pula, sepuluh ribu tata surya (cakkavala) bergetar, bergoyang dan terjadi
gempa.
Ketika pangeran Vipassi
lahir, mereka mengabarkannya kepada raja Bandhumata dengan berkata: “Sri
baginda, seorang putra telah terlahir bagimu! Silahkan Baginda melihatnya!
Setelah raja Bandhumata melihat bayi itu, ia memanggil para Brahmana peramal
dan berkata: “Brahmana sekalian lihatlah putra ini”.
Para bhikkhu, setelah
para brahmana peramal melihat bayi itu, mereka berkata kepada raja Bandhumata:
“Berbahagialah baginda, karena orang yang maha besar telah terlahir sebagai
putramu! Beruntunglah baginda! Kemujuran adalah milikmu karena di dalam
keluargamu telah terlahir seorang anak seperti dia! Baginda, karena bayi ini
memiliki tiga puluh dua tanda orang agung (mahapurisa lakkhana), maka bagi dia
hanya ada dua macam cara hidup saja dan tidak ada yang lain.”
Bilamana ia hidup
sebagai orang biasa (berumah tangga) ia akan menjadi raja dunia, raja yang
penuh kebenaran, penguasa empat penjuru dunia, penakluk, pelindung orang-orang
yang baik, pemilik tujuh macam harta dunia. Ketujuh macam harta dunia tersebut
adalah: Kekuasaan gajah, kuda, permata, wanita, kepala keluarga dan penasehat.
Ia akan mempunyai lebih dari seribu putra, perkasa, kesatria dan penghancur
musuh-musuh yang kejam. Bila ia telah menguasai dunia ini sampai di ujung
dunia, ia memerintah tidak dengan cara menganiaya atau menggunakan senjata,
tetapi dengan kebenaran (dhamma). Tetapi bilamana putra itu meninggalkan
kehidupan berumah tangga dengan menjadi pertapa, ia akan menjadi Arahat Samma
Sambuddha untuk melenyapkan kabut kegelapan dunia.
Baginda, apakah tiga
puluh dua tanda orang agung yang dimiliki anak itu? Bayi itu memiliki:
- Telapak kaki rata (suppatitthita-pado)
- Pada telapak terdapat cakra dengan seribu ruji,
lingkaran dan pusat dalam bentuk sempurna.
- Tumit yang bagus (ayatapanhi)
- Jari-jari panjang (digha-anguli)
- Tangan dan kaki yang lembut serta halus (mudu taluna)
- Tangan dan kaki bagaikan jala (jala hattha pado)
- Pergelangan kaki yang agak tinggi (ussankha pado)
- Kaki yang bagaikan kaki kijang (enijanghi)
- Kedua tangan dapat menyentuh atau menggosok kedua lutut
tanpa membungkukkan badan.
- Kemaluan terbungkus selaput (kosohitavatthaguyho)
- Kulit bagaikan perunggu berwarna emas.
- Kulit sangat licin, sehingga tidak debu yang dapat
melengket pada kulit.
- Pada setiap pori di kulit ditumbuhi sehelai bulu roma.
- Rambut yang tumbuh pada pori-pori berwarna biru-hitam.
- Potongan tubuh yang agung (brahmuju-gatta)
- Tujuh tonjolan (sattussado), yaitu pada kedua tangan,
kedua kaki, kedua bahu dan badan.
- Dada bagaikan dada singa (sihapubbaddha kayo)
- Pada kedua bahunya tidak ada lekukan.
- Tinggi badan sama dengan panjang rentangan kedua
tangan, bagaikan pohon (beringin), Nigroda.
- Dada yang sama lebarnya (samavattakkhandho)
- Indera perasa sangat peka (rasaggasaggi)
- Rahang bagaikan rahang singa (siha-banu)
- Empat puluh buah gigi (cattalisa-danto)
- Gigi geligi rata (sama-danto)
- Antara gigi-gigi tak ada celah (avivara-danto)
- Gigi putih bersih (susukka-danto)
- Lidah panjang (pahuta-jivha)
- Suara bagaikan suara-brahma, seperti suara burung
Karavika (brahmassaro karavika-bhani).
- Mata biru (abhinila-netto)
- Bulu mata lentik, bagaikan bulu mata sapi (gopakhumo)
- Di antara alis-alis mata tumbuh sehelai rambut halus,
putih bagaikan kapas lembut (unna bhamukantare jata odata
mudu-tula-sannibha)
- Kepala bagaikan berserban (unhisa-siso)
Setelah berusia beberapa
ribu tahun pangeran Vipassi naik kereta untuk berjalan-jalan, dalam perjalanan
ia melihat orang tua yang lemah, orang sakit, mayat yang akan dikremasi dan
seorang pertapa.
Kemudian pangeran
Vipassi mencukur rambutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan
duniawi dan menjadi petapa.
Petapa Vipassi bersemedi
dan merenung: “Sekarang, yang nyata adalah usia tua dan kematian. Apakah yang
menyebabkan usia tua dan kematian?” Melalui perenungan yang sungguh-sungguh
maka muncul pengertian: ‘Sebab ada kelahiran (jati) maka ada usia tua dan
kematian (jara-marana). Sebab ada proses menjadi (bhava). Sebab ada kehausan
atau keinginan (tanha) maka ada kemelekatan. Sebab ada perasaan (vedana) maka
ada kehausan atau keinginan, sebab ada kontak (phassa) maka ada perasaan. Sebab
ada enam landasan-indera (salayatana) maka ada kontak. Sebab ada jasmani dan
batin (nama-rupa) maka ada kesadaran. Sebab ada kesadaran (vinnana) maka ada
jasmani dan batin. Kesadaran kembali lagi pada jasmani dan batin, dan tidak ada
proses yang lain lagi. Seseorang lahir, berusia tua dan mati dari satu kondisi,
terlahir kembali pada kondisi yang lain.
Para bhikkhu, kemudian
dalam diri Bodhisatta Vipassi muncul pikiran sebagai berikut: “Apa yang
sekarang tidak ada sehingga usia tua dan kematian juga tidak ada, apakah yang
lenyap maka usia tua dan kematian lenyap?” Dengan merenungkan sungguh-sungguh
maka timbul pengertiannya: “Sebab tidak ada kelahiran maka usia tua dan
kematian tidak ada, bila kelahiran lenyap maka usia tua dan kematian lenyap…
sebab proses-menjadi tidak ada maka kelahiran tidak ada, bila proses-menjadi
lenyap maka kelahiran lenyap… sebab kemelekatan tidak ada maka proses-menjadi
tidak ada, bila kemelekatan tidak ada maka proses-menjadi tidak ada, bila
kemelekatan lenyap maka proses menjadi lenyap… kehausan tidak ada maka
kemelekatan tidak ada, bila kehausan lenyap maka kemelekatan lenyap… sebab perasaan
tidak ada maka kehausan tidak ada, bila perasaan tidak ada maka kehausan tidak
ada, bila perasaan lenyap maka kehausan lenyap… sebab kontak tidak ada maka
perasaan tidak ada, bila kontak lenyap maka perasaan lenyap… sebab
keenam-landasan-indera tidak ada maka kontak tidak ada, bila
keenam-landasan-indera tidak ada, bila jasmani dan batin lenyap maka
keenam-landasan-indera lenyap… sebab kesadaran tidak ada maka jasmani dan batin
tidak ada, bila kesadaran lenyap maka jasmani dan batin lenyap… sebab jasmani
dan batin tidak ada maka kesadaran tidak ada, bila jasmani dan batin lenyap
maka kesadaran lenyap.”
Para bhikkhu, kemudian
dalam diri Bodhisatta Vipassi muncul pikiran sebagai berikut: “Saya telah
menemukan Jalan Pembesan dengan vipassana yaitu dengan lenyapnya jasmani dan
batin maka kesadaran lenyap, begitu sebaliknya; sebab jasmani dan batin lenyap
maka keenam-landasan-indera lenyap, sebab keenam-landasan-indera lenyap maka
kontak lenyap, sebab kontak lenyap maka perasaan lenyap, sebab perasaan lenyap maka
kehausan lenyap, sebab kehausan lenyap maka kemelekatan lenyap, sebab
kemelekatan lenyap maka proses-menjadi lenyap, sebab proses menjadi lenyap maka
kelahiran lenyap, sebab kelahiran lenyap maka usia tua, kematian, kesedihan,
ratap-tangis, kesakitan, ketidaksenangan dan putus asa lenyap. Demikianlah
proses pelenyapan dari semua kelompok penderitaan.”
Para bhikkhu,
selanjutnya Bodhisatta Vipassi tetap memperhatikan sungguh-sungguh tentang
muncul dan lenyapnya dari kelima kelompok kemelekatan: “Inilah jasmani (rupa),
inilah proses munculnya jasmani, inilah jasmani, inilah proses munculnya
jasmani, inilah proses lenyapnya jasmani; inilah perasaan (vedana), inilah
proses munculnya perasaan, inilah proses lenyapnya perasaan; inilah pencerapan
(sanna), inilah proses munculnya pencerapan, inilah proses lenyapnya
pencerapan; inilah bentuk-bentuk mental (sankhara), inilah proses munculnya
bentuk-bentuk mental, inilah proses lenyapnya bentuk-bentuk mental; inilah
kesadaran (vinnana), inilah proses munculnya kesadaran (vinnana), inilah proses
lenyapnya kesadaran. Tidak lama kemudian, karena melakukan perenungan
sungguh-sungguh mengenai muncul dan lenyapnya mengenai kelima kelompok
kemelekatan. Dia terbebas dari kemelekatan dan batinnya terbebas dari semua
kotoran-batin (asava).
Para bhikkhu, kemudian
dalam diri Sang Buddha Vipassi Bhagava Arahat Samma Sambuddha muncul pikiran
sebagai berikut: “Apakah sekarang saatnya saya mengajarkan dhamma?” Kemudian
pikiran ini muncul: “Saya telah menemukan dhamma kebenaran ini, yang sangat
dalam, yang sulit sekali untuk dipahami, sulit sekali dimengerti, damai, agung,
bukan didasarkan pada logika, halus sekali dan hanya dapat dipahami oleh orang
bijaksana. Sedangkan pada umumnya, orang-orang menyenangi hal-hal yang
mengingat mereka, menuju hal-hal itu dan puas dengan hal-hal itu, adalah sulit
bagi mereka untuk memahami, mengerti bahwa ‘ini disebabkan oleh itu’, dan
segala sesuatu terjadi berdasarkan kondisi yang saling bergantungan. Hal-hal
inipun sulit untuk dipahami, yakni untuk menenangkan semua kegiatan kehidupan,
menghancurkan semua kehausan, menghentikan arus kehidupan yang berulang-ulang
kali, tanpa nafsu indera, ketenangan batin dan nibbana.
Apabila sekarang ini saya mengajarkan dhamma, dan orang-orang tidak dapat memahami apa yang saya ajarkan, maka keadaan itu akan melelahkan dan sia-sia belaka.”
Apabila sekarang ini saya mengajarkan dhamma, dan orang-orang tidak dapat memahami apa yang saya ajarkan, maka keadaan itu akan melelahkan dan sia-sia belaka.”
Ketika itu dewa Maha
Brahma menyadari apa yang dipikirkan oleh Sang Buddha Vipassi, muncul pikiran:
“Dunia akan lenyap dan binasa, karena Sang Buddha Vipassi mengurungkan niatnya
untuk mengajarkan dhamma.”
Para bhikkhu,
selanjutnya bagaikan seorang yang gagah perkasa yang merentangkan atau
merapatkan kedua tangannya yang telah direntangkan, Maha Brahma lenyap dari
alam Brahma, dan muncul di depan Sang Buddha Vipassi.
Para bhikkhu, setelah
Maha Brahma membuka jubah pada bagian bahu kanannya, dan dengan kaki kanan yang
ditekukkan serta tangan ber-anjali ke arah Sang Buddha Vipassi, ia berkata:
“Bhante, semoga Sang Bhagava mengajarkan dhamma! Karena ada makhluk-makhluk
yang mata mereka hanya dikotori debu sedikit saja, mereka akan dapat mengerti
Dhamma, tetapi bila mereka tidak mendengar Dhamma, maka mereka akan meninggal
tanpa memperoleh manfaat yang besar.”
Para bhikkhu, Sang
Buddha Vipassi menyadari permohonan Maha Brahma, dan karena kasih sayangnya
kepada semua makhluk, maka ia melihat dunia dengan mata-kebuddhaan. Dengan
mata-kebuddhaan beliau dapat melihat makhluk-makhluk yang mata mereka dikotori
sedikit debu saja, dan makhluk-makhluk yang mata mereka dikotori banyak debu;
ada makhluk yang inderanya peka, ada yang tidak peka; ada makhluk yang bersifat
baik dan ada yang buruk; ada yang pintar dan ada yang bodoh; di antara mereka
ada yang menyadari adanya bahaya-bahaya dalam kehidupan di alam-alam dan bahaya
dari perbuatan salah.
Para bhikkhu, kemudian
berpikir sebagai berikut muncul dalam diri Sang Buddha Vipassi: “Kepada
siapakah pertama-tama saya akan ajarkan Dhamma? Siapakah yang dapat mengerti
dengan cepat Dhamma ini?” Selanjutnya beliau berpikir: “Di Bandhumati ada
seorang pangeran bernama Khanda dan seorang putra pendeta bernama Tissa, mereka
terdidik, pintar dan bijaksana, sejak lama ada debu sedikit saja yang mengotori
mata mereka. Bilamana sekarang ini saya mengajarkan Dhamma kepada mereka, maka
mereka akan cepat memahaminya.”
Sang Buddha Vipassi
pergi ke Bandumati dan bertemu dengan mereka. Kepada mereka Sang Buddha Vipassi
membabarkan kata-kata prakhotbah, yaitu, uraian tentang manfaat berdana,
tentang moral (sila), tentang surga, tentang bahaya dan kesia-siaan serta
gangguan-gangguan dari nafsu indera, manfaat karena meninggalkan pemuasan nafsu
indera. Ketika Sang Buddha Vipassi mengetahui bahwa pikiran mereka telah siap,
lembut, tanpa prasangka, baik sekali dan penuh keyakinan, maka berulah beliau
menguraikan Dhamma yang telah ditemukan beliau, yaitu: Kebenaran tentang
dukkha, asal mula dukkha, lenyapnya dukkha, dan jalan melenyapkan dukkha.
Selanjutnya, bagaikan kain bersih yang noda-nodanya telah dicuci semua dan
telah siap intuk diwarnai; demikian pula Khanda dan Tissa walaupun masih duduk
di situ, mencapai ‘mata-dhamma’ yang tanpa noda, dan mereka mengetahui: “Segala
sesuatu yang muncul karena adanya sebab, pasti semuanya akan lenyap.”
Lalu mereka berkata
kepada Sang Buddha Vipassi: “Bhante, sangat mengagumkan! Bagaikan orang-orang
yang mengembalikan pada posisi yang benar apa yang telah terbalik, menemukan
apa yang disembunyikan, menunjukkan jalan yang benar bagi yang salah, atau
menerangi kegelapan sehingga bagi mereka yang mempunyai mata dapat melihat,
begitulah Dhamma yang dinyatakan dengan berbagai cara oleh Sang Bhagava. Dengan
ini kami berlindung kepada Sang Bhagava dan Dhamma. Kami memohon di-pabbajja
oleh Sang Bhagava.”
Para bhikkhu,
demikianlah, maka 84.000 orang dipabbajja dan diupasampadakan oleh Sang Buddha
Vipassi. Sang Buddha Vipassi mengajarkan, membangkitkan semangat, mengarahkan
dan menggembirakan mereka dengan uraian Dhamma yang menunjukkan bahaya,
kesia-siaan dan keburukan dari segala sesuatu yang muncul karena adanya sebab
dan manfaat dari pencapaian Nibbana. Setelah mereka dibimbing, semangat mereka
dibangkitkan, diarahkan dan digembirakan dengan uraian-uraian Dhamma, tidak
lama kemudian mereka terbebas dari kekotoran batin dan mencapai kesucian
sempurna (bodhi).
Karena telah banyak
orang yang diupasampadakan menjadi bhikkhu dan mereka semua adalah arahat, maka
Sang Buddha Vipassi berkata: “Para bhikkhu, saya ijinkan kamu pergi. Pergilah
para bhikkhu demi kesejahteraan dan kebahagiaan orang banyak, demi kasih sayang
kepada dunia, bekerjalah untuk kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan para
dewa dan manusia. Janganlah pergi dengan berdua, tetapi pergilah
sendiri-sendiri dengan arah masing-masing. Khotbahkanlah Dhamma yang indah pada
awal, indah pada pertengahan, dan indah pada akhir, dalam ungkapan dan hakekatnya.
Umumkanlah penghidupan suci yang sungguh-sungguh mulia dan sempurna kepada
semua makhluk. Bagi makhluk-makhluk yang matanya dikotori debu sedikit, bila
mereka mendengar Dhamma, mereka akan mengerti Dhamma; tetapi bila tidak
mendengar Dhamma maka mereka akan meninggal tanpa memperoleh manfaat yang
besar. Setelah enam tahun berselang, datanglah ke taman milik raja Bandhumati
untuk mendengarkan Patimokkha.”
Pada hari itu semua
bhikkhu berangkat untuk melaksanakan kewajiban mereka kepada semua orang.
Para bhikkhu, pada waktu
itu ada 84.000 pusat keagamaan di seluruh Jambudipa. Pada hari akhir dari tahun
pertama para dewa mengumumkan: “Kawan-kawan, satu telah berakhir, sekarang sisa
lima tahun. Setelah lima tahun berselang nanti, kita pergi ke Bandhumati untuk
mendengarkan Patimokkha.”
Demikianlah (begitu pula yang mereka umumkan di setiap akhir tahun) pada akhir tahun ke enam para dewa mengumumkan: “Kawan-kawan, enam tahun telah berakhir. Sekarang saatnya bagi kita ke Bandhumati untuk mendengarkan Patimokkha.” Di antara para bhikkhu tersebut ada yang pergi dengan menggunakan kekuatan batin mereka sendiri dan yang lain dibantu oleh kekuatan para dewa, sehingga pada hari yang sama mereka tiba di Bandhumati untuk mendengar Patimokkha.
Demikianlah (begitu pula yang mereka umumkan di setiap akhir tahun) pada akhir tahun ke enam para dewa mengumumkan: “Kawan-kawan, enam tahun telah berakhir. Sekarang saatnya bagi kita ke Bandhumati untuk mendengarkan Patimokkha.” Di antara para bhikkhu tersebut ada yang pergi dengan menggunakan kekuatan batin mereka sendiri dan yang lain dibantu oleh kekuatan para dewa, sehingga pada hari yang sama mereka tiba di Bandhumati untuk mendengar Patimokkha.
Para bhikkhu, kemudian
Sang Buddha Vipasi mengucapkan Patimokkha:
“Kesabaran adalah tapa
yang paling tinggi
Para Buddha bersabda: “Nibbana yang
tertinggi dari segala sesuatu”
Beliau bukanlah pertapa yang merugikan
orang lain atau pertapa yang tidak menyebabkan
orang lain menjadi susah.Tidak melakukan kejahatan,
Mengembangkan kebajikan,
Mensucikan batin.
Itulah ajaran para Buddha
Para Buddha bersabda: “Nibbana yang
tertinggi dari segala sesuatu”
Beliau bukanlah pertapa yang merugikan
orang lain atau pertapa yang tidak menyebabkan
orang lain menjadi susah.Tidak melakukan kejahatan,
Mengembangkan kebajikan,
Mensucikan batin.
Itulah ajaran para Buddha
Tidak memfitnah, tidak
menganiaya
Mengendalikan diri sesuai dengan peraturan
Makan dan tidur secukupnya, dan hidup menyepi
Senantiasa berpikir luhur
Itulah ajaran para Buddha.”
Mengendalikan diri sesuai dengan peraturan
Makan dan tidur secukupnya, dan hidup menyepi
Senantiasa berpikir luhur
Itulah ajaran para Buddha.”
Para bhikkhu,
berdasarkan pengertiannya yang sempurna tentang Dhamma-dhatu, maka Tathagata
dapat mengingat kembali para Buddha yang lampau. Karena ia telah mencapai
kesempurnaan, telah melenyapkan semua kekotoran batin, telah menghancurkan
semua rintangan, telah memutuskan lingkaran kehidupan dan terbebas dari
penderitan. Demikianlah, sehingga ia dapat mengingat kelahiran para Buddha,
nama mereka, keturunan mereka, keluarga mereka, panjang usia kehidupan mereka,
pasangan murid utama mereka, bhikkhu pembantu mereka, kelompok bhikkhu yang
datang berkumpul; maka ia dapat berkata: "Demikian itulah kelahiran
dari para Bhagava, nama mereka, keturunan mereka, keluarga mereka, sila (moral)
mereka, Dhamma mereka, kebijaksanaan mereka, bagaimana mereka hidup dan
bagaimana mereka mencapai kesucian.”
Demikianlah Sabda Sang
Bhagava, dan para bhikkhu merasa gembira dan bersuka cita mendengar sabda Sang
Buddha.
Posting
ini telah dilihat sebanyak :4510
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/mahapadana-sutta/
No comments:
Post a Comment