KEBAHAGIAAN UMAT AWAM
Di dunia ini ia berbahagia, di
dunia sana ia berbahagia; Pelaku kebajikan berbahagia di kedua dunia itu. Ia
akan berbahagia ketiak berpikir, “Aku telah berbuat bajik”; dan ia akan lebih
berbahagia lagi ketika berada di alam bahagia. (Dhammapada 18).
Hidup di jaman modern ini memang tidak
mudah, persaingan di mana-mana, akibatnya banyak masalah. Meskipun faktanya
standar hidup secara umum telah meningkat, seseorang masih tetap menderita
karena beban kehidupan masa kini. Dampaknya, fisik seseorang menjadi menurun
hingga pada level yang begitu menyedihkan. Penyakit yang menyebabkan kematian
lebih awal datangnya seperti kanker, gagal jantung, kencing manis dan
lain-lain. Secara batiniah, hal itu akibat dari ketegangan yang berlebihan,
karena orang sekarang melupakan seni mengendalikan pikiran dan tak jarang tidak
dapat menikmati tidur nyenyak tanpa bantuan obat penenang.
Selain itu, dalam hubungan antar pribadi
menjadi begitu rapuh dan rentannya akibat dari kesibukan dan melupakan
komunikasi yang baik antar pribadi, sehingga muncullah kebosanan dan banyak
perbedaan membuat tingkat perceraian tinggi, dan karenanya menimbulkan masalah social
lainnya seperti anak terlantar, kenakalan remaja, dan lain-lain. Demikianlah
kehidupan saat ini yang penuh beban dan sangat sulit.
Dalam Anguttara
Nikaya kelompok empat (catukanipata),
Buddha membabarkan sutta kepada Anathapindika
tentang kebahagiaan perumah tangga. Pada
sutta ini menawarkan pandangan terang yang cukup jelas bagi kita untuk menjawab
masalah pada kondisi saat ini. Empat jenis kesenangan tersebut yaitu: atthisukha, kesenangan dari memiliki
kekayaan materi; bhogasukha,
kesenangan dari menikmati kekayaan materi; ananasukha,
kesenangan dari tidak memiliki hutang; dan anavajjasukha,
kesenangan dari menjadi tidak tercela.
1. Atthisukha – Kesenangan dari memiliki
kekayaan materi.
Perumah tangga
dalam memperoleh kekayaan materi harus memiliki sebuah mata pencaharian yang
benar, menghindari perdagangan yang tercela. Seseorang juga seharusnya tidak
menipu atau memanfaatkan yang lain dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan mengerahkan
diri sendiri dengan sikap tekun-ulet, menjaga apa yang telah diperoleh, bergaul
dengan teman yang baik dan hidup seimbang. Hal ini adalah cara dalam
mengumpulkan kekayaan materi. Sekali lagi, namun jika seseorang tidak memiliki
rasa puas dengan yang dimilikinya, maka dia tidak dapat benar-benar menikmati atthisukha atau kesenangan dari
memiliki. Ketidakpuasan adalah salah satu penyakit yang tersebar luas, yang
dapat kita lihat dalam masyarakat masa kini. Pengumpulan kekayaan yang
berlebihan bukan menjadi sumber kebahagiaan, melainkan kegelisahan. Oleh karena
itu dalam mengharap kekayaan hendaknya mengerti dan memahami secara jelas agar
muncul kebahagiaan yang utuh.
2. Bhogasukha – Kesenangan dari menikmati
kekayaan materi.
Kekayaan adalah
alat untuk pengantar menuju kebahagiaan perlu digunakan secara tepat, pantas
dan juga hati-hati. Dalam Budhisme menyayangkan sikap berfoya-foya maupun
kekikiran. Seseorang harus memperhatikan standar hidup yang sehat dan seimbang
sesuai dengan kemampuannya. Apabila, dalam penikmata kekayaannya, seseorang
terlalu memuaskan dirinya dalam kesenangan indria, dia pasti akan mengalami
bahaya kesehatan dalam waktu yang sangat singkat. Misalnya; seseorang terlalu
memuaskan dirinya dalam makanan hanya karena dia mampu membelinya, dia akan
segera terserang penyakit seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, dan
kencing manis. Seseorang yang demikian akan dihadapkan pada situasi “Memotong leher dengan lidahnya sendiri”.
Kesahajaan dalam makanan adalah suatu kebajikan yang terpuji dalam Buddhisme
dan ini adalah kebiasaan yang sehat. Sering kali dalam rangka menikmati
kekayaan, seseorang mengembangkan kebiasaan yang tidak sehat seperti merokok
dan minum-minuman keras. Jika saja seseorang berhenti sejenak utuk merenungkan
kesejahteraannya sendiri, dia tidak akan masuk ke dalam cengkeramana kebiasaan-kebiasaan
buruk ini. Orang yang sudah melimpah terkadang berakhir dalam keadaan
menyedihkan seperti semut yang jatuh ke
dalam gelas yang berisi madu. Seseorang yang demikian tidak mengetahui seni
boghasukha.
3. Ananasukha – Kesenangan karena tidak
memiliki hutang.
Kesenangan
karena tidak memiliki hutang adalah kualitas ketiga yang dibahas dalam sutta
ini. Secara ekonomi, jika seseorang dapat benar-benar bebas dari hutang, dia
sungguh merupakan orang yang sangat beruntung. Untuk menjadi benar-benar tidak
memiliki hutang dalam masyarakat, seseorang harus melaksanakan
kewajiban-kewajibannya dengan sangat teliti. Oleh karenanya jangan sampai
terjebak dalam hutang. Dalam masyarakat modern hutang dibuat dan ditawarkan
dengan cara yang mudah dan menggiurkan , tetapi kalau tidak memahami akhirnya
akan terjerat dan membuat batin tidak tenang, karena khawatir jika penagih
datang, akibatnya menderita dalam hidupnya. Lalu, kalau seandainya terpaksa melakukan
hutang untuk usaha atau untuk hal penting lainnya - hendaknya mempertimbangkan untuk bagaimana
nanti membayarnya atau mengangsurnya.
4. Anavajjasukha – Kebahagiaan dari
menjalani hidup tanpa cela adalah bentuk tertinggi dari kebahagiaan yang dapat
dimiliki umat perumah tangga. Dalam masyarakat Buddhis, memiliki sebuah kode
etik yang harus diikuti yaitu dengan mempraktikkan pancasila (lima sila). Apabila seseorang kebajikan-kebajikan ini,
ia dapat memiliki kebahagiaan yang luar biasadari menjalani kehidupan yang
benar. Siapapun yang menjalankan sila dengan baik akan memiliki hiri (rasa malu) dan ottappa (takut untuk berbuat salah). Dengan
kualitas ini maka seseorang akan memiliki
kualitas deva dhamma atau
kualitas kualitas surgawi. Dengan sila inilah yang akan mengantar seseorang kea
lam bahagia. Ini adalah kualitas-kualitas dasar manusia yang membedakan manusia
dengan dunia hewan. Jadi, sungguh menjadi suatu kebahagiaan bagi perumah tangga
apabila dapat menjalankan hidup tanpa cela. Kemanapun ia pergi tidak pernah
takut dan tidak khawatir karena ia mnyadari bahwa ia tidak memiliki kesalahan
yang membuat dia khawatir.
Selain itu hidup tanpa cela dapat juga
dikembangkan dengan seiring meditasi karena dengan meditasi niat-niat buruk
dalam pikirna segera diketahui. Dan ketika merasa tidak bahagia, dia sadar dan
tidakpernah mencari kesalahan kepada pihak lain. Dengan demikian ia dapat
terbebas dari hal-hal yang tercela. Pikirannya akan dipenuhi dengan sifat-sifat
yang luhur seperti cinta kasih, welas asih, kegembiraan simpati, dan
keseimbangan batin akhirnya kehidupan yang bahagia akan tercapai. Mereka yang
hidup dengan dengan kebiasaan perilaku yang demikian adalah orang-orang yang
menyenangkan dan damai, yang dapat berbahagia, baik diri sendiri maupun di
dalam masyarakat.
Dengan memahami pentingnya empat jenis
kebahagiaan yang dijelaskan dalam sutta ini, kita dapat menerapkan ke dalam
tindakan yang bijak, sehingga hidup akan jauh lebih menyenangkan dan bahagia bahkan
di jaman modern ini.
Ceramah : Oleh
Bhikkhu Atthadiro tanggal 30 November 2014
Sumber : Berita
Dhammacakka No. 1064 tanggal 30 November 2014
No comments:
Post a Comment