Pasang Iklan Di Sini

Wednesday, April 15, 2015

Toll Out dan Toll In untuk Efisiensi Waktu dan Biaya

Toll Out dan Toll In untuk Efisiensi Waktu dan Biaya
Istilah Toll Out dan Toll In Manufacturing sangat akrab di telinga mereka yang bekerja di pabrikan. Tetapi bagi mereka yang berada di marketing mungkin istilah tersebut asing didengar. Dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) terbitan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2006, kedua istilah tersebut termasuk dalam Bab 11 yaitu Pembuatan Dan Analisis Berdasarkan Kontrak. Untuk bekerja sama dalam pembuatan obat berdasarkan kontrak, ada pihak pemberi kontrak dan penerima kontrak. Apabila suatu pabrik, misalnya Phapros, memberi kontrak pembuatan obatnya kepada pabrik lain, maka dalam hal ini Phapros melakukan Toll Out Manufacturing. Dan sebaliknya apabila Phapros menerima kontrak pembuatan obat dari pabrik lain, maka dalam hal ini Phapros menerima Toll In Manufacturing.
Secara global, banyak industry farmasi dunia yang saat ini tengah bergerak ke arah organisasi pembuatan obat berdasarkan kontrak (CMOs = Contract Manufacturing Organizations). Tujuan utamanya tidak bukan adalah untuk meningkatkan efektifitas biaya (cost effectiveness) dan efektifitas kapasitas. Tujuan lainnya adalah untuk mempercepat waktu tercapainya produk sampai ke pasar (time-to-market).
Keuntungan metode outsourcing ini bagi perusahaan penerima kontrak adalah bahwa penerima jasa manufaktur akan diijinkan untuk mengakses teknologi canggih yang mungkin sedang dipatenkan oleh pemberi kontrak, atau teknologi yang belum dipunyai oleh penerima kontrak. Sedangkan keuntungan bagi perusahaan pemberi kontrak adalah bahwa perusahaan dapat lebih mengkonsentrasikan kemampuan organisasinya pada peningkatan kompetensi dan pemasaran produknya.

Industri
Pendapatan dunia dalam hal manufaktur dan riset farmasi berdasarkan kontrak diperkirakan $100 milyar pada 2004 dan diprediksikan akan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata tahunan sekitar 10,8% hingga mencapai $168 milyar pada 2009. Lebih spesifik lagi, contract manufacturing produk ethical dilaporkan $26,2 milyar pada 2004 dan diperikirakan tumbuh hingga $43,9 milyar pada 2009. Sementara contract manufacturing produk OTC dan produk suplemen adalah segmen yang paling besar dan paling cepat pertumbuhannya. Sektor ini diperkirakan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata tahunan 11,3% hingga mencapai $102 milyar pada 2009 ini.
Pembuatan obat berdasarkan kontrak tumbuh pada laju yang cukup tinggi. Alasannya yang pertama adalah dibutuhkan investasi yang sangat tinggi untuk membangun pabrik farmasi. Belum lagi biaya perawatannya yang terus meningkat. Perusahaan farmasi juga menghadapi biaya tinggi untuk meng-upgrade peralatan yang dimilikinya agar dapat mengikuti teknologi baru yang lebih canggih, serta memperkerjakan para professional dengan kompetensi yang tinggi. Ditambah lagi, pengembangan dan produksi obat membutuhkan waktu relative lama serta proses yang sangat mahal dengan pengerahan banyak tenaga kerja. Sementara di satu sisi, tekanan untuk menurunkan harga obat semakin intens dilakukan, di sisi lain perusahaan farmasi harus mematuhi persyaratan produksi obat yang semakin ketat.
Konsekuensinya, pabrik farmasi cenderung berubah menjadi CMOs sehingga lebih dapat mempertanggungjawabkan keseluruhan proses produksinya, dimana termasuk didalamnya adalah proses pengolahan dan pengemasan, kepatuhan terhadap regulasi serta validasi. Dan perusahaan farmasi akhirnya bisa lebih focus pada aktifitas dan issue lain yang menjadi kunci keberlangsungan hidup organisasi, seperti misalnya, Marketing.

Memilih Penerima Kontrak Yang Tepat
Mengidentifikasi penerima kontrak yang paling kompeten bisa menjadi tahapan yang memakan waktu dan merupakan prosedur yang menantang. Meskipun demikian, dapat disusun persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh penerima kontrak sehingga dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan pilihan yang tepat.
Penerima kontrak harus mempunyai prosedur validasi yang efektif sehingga memudahkan untuk mencapai persyaratan regulasi dan menjaga kepatuhannya. Faktor penting lain yang digunakan sebagai pertimbangan pada saat pemilihan adalah harga produk, serta biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk transfer teknologi secara lengkap. Pemberi kontrak juga perlu mendapatkan jaminan bahwa penerima kontrak mampu memproduksi obat dengan kualitas sangat tinggi, termasuk kualitas pengemasannya, dan juga bisa dipercaya untuk mengirimkan produk sesuai jadwal. Pemberi kontrak perlu untuk menentukan key performance indicator yang mengukur delivery vs clear and demanding target.
Banyak industry farmasi kecil hingga menengah yang bisa dipilih sebagai penerima kontrak, dalam arti memenuhi seluruh persyaratan tadi. Tetapi bagi pemilik teknologi tentunya akan lebih mudah untuk memilih perusahaan yang telah memiliki pengalaman serta dukungan dan stabilitas financial jangka panjang yang baik. Karena dengan demikian, akan didapatkan jaminan bahwa penerima kontrak akan selalu bisa mengikuti perkembangan pasar terbaru, serta menjamin bahwa dana investasi dapat dengan mudah didapatkan untuk meng-upgrade peralatan dan pelayanan baru.

Empat Kriteria
Untuk menjadi perusahaan farmasi penerima kontrak diperlukan pemenuhan terhadap empat criteria. Yang pertama adalah dossier farmasi harus diperbaharui dan ditingkatkan. Karena dossier farmasi ini bisa menjadi jaminan bahwa validasi proses telah menjadi bagian yang terintegrasi dari system dokumentasi. Formulasi yang jelas dan rinci, spesifikasi bahan baku, detail mengenai kemasan dan informasi produk jadi harus dimasukkan ke dalam penyusunan dokumen baru. Keberadaan dossier farmasi yang komprehensif seperti ini akan memudahkan dan mengefektifkan pemenuhan kepatuhan terhadap regulasi, dan sebagai hasilnya akan mempercepat validasi proses produk baru.
Kriteria kedua berhubungan dengan studi stabilitas yang berkaitan dengan perbaikan dan peningkatan pengembangan metode analisa. Proses tidak pernah tetap stabil melebihi usia produk. Perubahan tidak hanya tak terelakkan tetapi perubahan itu sendiri terkadang memang diperlukan, terutama bila digunakan untuk memperbaiki stabilitas produk atau menaikkan efisiensi produksi. Meskipun demikian, kapanpun perubahan proses terjadi, studi stabilitas tetap diperlukan dan kemudian didokumentasikan sebagai bagian dari prosedur validasi.
Validasi terhadap proses baru adalah criteria ketiga. Tim yang terdiri dari farmasis dan teknisi diperlukan untuk memfasilitasi dan memperbaiki validasi proses produk baru dan menjamin kepatuhannya terhadap standar CPOB yang ketat.
Kriteria keempat adalah update proses produksi secara berkelanjutan dalam rangka perbaikan dan peningkatan, memperbaiki dan menghilangkan masalah sambil meningkatkan efisiensi dengan tujuan memperoleh produk dengan kualitas setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin.

Memperbaiki Proses
Beberapa proses dapat dengan mudah dan cepat di-improve. Menaikkan ukuran batch hingga mencapai skala ekonomis yang substansial adalah salah satu contoh improvement proses yang tidak membutuhkan usaha yang berarti. Yang perlu diperhatikan apakah improvement ini termasuk menginstal peralatan baru. Karena implementasi seperti ini bisa jadi akan melibatkan investasi yang cukup tinggi, artinya evaluasi lebih mendalam dibutuhkan untuk menghitung keuntungan yang bakal diraih dibandingkan dengan biaya instalasinya.
Mencapai penurunan downtime produksi adalah keuntungan tambahan yang bisa diperoleh dari perbaikan proses. Memiliki prosedur pemeliharan yang efisien  dapat mengeliminasi kegagalan produksi yang memakan biaya dan waktu, sehingga akan meningkatkan produktifiktas dan menurunkan biaya produksi.
Kesimpulannya, perusahaan penerima kontrak perlu untuk menerapkan seluruh keahlian produksinya sehingga dapat menawarkan pelayanan dengan kualitas yang tinggi.

Transfer Produksi
Transfer produksi dari pemberi kontrak kepada penerima kontrak bisa menjadi proses yang panjang dan sulit, mungkin dibutuhkan waktu sekitar 18 bulan hingga 2 tahun. Faktor yang menjadi pertimbangan seperti pemilihan bahan baku, studi stabilitas, validasi dan ketertelusuran.
Salah satu persyaratan paling krusial bagi penerima kontrak adalah memiliki keahlian produksi yang tinggi agar dapat tetap menyediakan suplai obat yang tidak terputus selama proses transfer produksi, karena mungkin saja obat tersebut sangat dibutuhkan oleh pasien yang harus menjalani perawatan berkelanjutan. Menjaga stok pada level tinggi untuk obat seperti ini tentunya mahal, merepotkan dan mustahil diproduksi bila memiliki waktu daluarsa pendek.
Di sisi lain, mentransfer produksi ke penerima kontrak akan menjamin line produksi yang saat ini tetap dapat melanjutkan produksinya sementara pendirian fasilitas baru dan validasi dilakukan. Dengan cara ini resiko terganggunya suplai produk adan diminimalkan, dan proses transfer produksi sangat menghemat waktu, biasanya hanya enam bulan untuk memproduksi batch pertama.
Keuntungan lebih jauh lagi dari transfer produksi berhungan dengan kepatuhan terhadap regulasi. Tentunya sangat jauh lebih efektif untuk meng-outsource produksi daripada meng-upgrade atau memindahkan pabrik tua yang telah tidak mampu memenuhi persyaratan regulasi terkini.

Kesimpulan
Produksi farmasi adalah arena dengan kompetisi yang tinggi dan menantang. Perusahaan dihadapkan pada terus meningkatnya biaya produksi dan tuntutan penurunan harga obat. Tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh selain menanamkan investasi dan meng-upgrade kemampuan inti, dalam hal ini farmasi industry, agar bisa terus bertahan.
Melakukan outsourcing produksi kepada perusahaan lain telah menjadi solusi yang bisa dihadapkan pada tantangan ini. Perusahaan farmasi yang mengkhususkan diri sebagai penerima kontrak harus berpikir maju dan inovatif, menguasai betul persyaratan yang dibutuhkan secara spesifik oleh vendor farmasi dan bisa menyatukan keseluruhan proses manufaktur sehingga dapat menyediakan produk dengan kualitas tinggi, kompetitif dan profitable. Stabilitas financial jangka panjang juga menjadi prasyarat untuk menjamin kelangsungan suplai produk.
Disari dari Cenexi
/abs

http://www.ptphapros.co.id/article.php?m=&aid=98&lg=in

1 comment:

  1. Bagaimana jika industri penerima kontrak mengalami masalah dalam proses produksi? Contohnya apa yg hrus dilakukan oleh ka.produksi bia ada ayakam granul yang jebol?

    ReplyDelete