Pasang Iklan Di Sini

Sunday, August 17, 2014

Ketuhanan adalah Nibbana?


Friday, October 11, 2013


Dijual biji jagung Popcorn ukuran:
1. 200 gram   = Rp. 8.000,-
2. 250 gram   = Rp. 10.000,-
3. 500 gram   = Rp. 20.000,-
4. 1000 gram = Rp. 40.000,-
Bagi yang berminat hubungi : 089652569795 / pin bb: 7dfe719a / hubungi email : ricky_kurniawan01@yahoo.com

Ketuhanan adalah Nibbana?


Adalah Romo Cornelis Wowor yang menulis mengenai "Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama Buddha" mengatakan: 
Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam bahasa Pali adalah "Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang" yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.
Pendapat pribadi Romo Cornelis Wowor ini banyak dijadikan rujukan umat buddhis saat menjawab pertanyaan "Adakah Tuhan dalam agama  Buddha?", tetapi apa yang dikatakan Romo bukanlah apa yang diajarkan Buddha, itu  bukan Buddhism.

Kenyataannya, Buddha menolak adanya Sang Pencipta, sosok yang Maha, tetapi mengakui keberadaan makhluk seperti dewa-dewa yang juga bisa meninggal dan terlahir kembali. Karena itu Buddhism umumnya dikategorikan sebagai nonteis.

Buddha menunjukkan bahwa tidak ada sosok yang Maha, misalnya pandangan bahwa diri abadi yang dianut beberapa petapa dan brahmana merupakan pandangan salah, juga ada dialog menarik di Majjhima Nikaya 79 antara Sang Buddha dan Udayin, potongannya adalah sebagai berikut:

“Baiklah, Udayin, apakah yang diajarkan dalam doktrin gurumu sendiri?”
“Yang Mulia, ini diajarkan dalam doktrin guru kami: ‘Ini adalah kecemerlangan sempurna, ini adalah kecemerlangan  sempurna!’”
“Tetapi, Udayin, karena diajarkan dalam doktrin guru kalian sendiri: ‘Ini adalah kecemerlangan  sempurna, ini adalah kecemerlangan  sempurna!’ – apakah kecemerlangan  sempurna itu?”
“Yang Mulia, kecemerlangan  itu adalah kecemerlangan  sempurna yang tidak tertandingi oleh kecemerlangan  lainnya yang lebih tinggi atau lebih mulia.”
“Tetapi, Udayin, apakah kecemerlangan itu yang yang tidak tertandingi oleh kecemerlangan  lainnya yang lebih tinggi atau lebih mulia?”
“Yang Mulia, kecemerlangan itu adalah kecemerlangan sempurna yang tidak tertandingi oleh kecemerlangan  lainnya yang lebih tinggi atau lebih mulia.”
“Udayin, engkau dapat melanjutkan cara ini untuk waktu yang lama. Engkau mengatakan: ‘Yang Mulia, kecemerlangan  itu adalah kecemerlangan  sempurna yang tidak tertandingi oleh kecemerlangan  lainnya yang lebih tinggi atau lebih mulia,’ namun engkau tidak menunjukkan apa kecemerlangan  itu. Misalnya seseorang mengatakan: “Aku jatuh cinta dengan gadis tercantik di negeri ini.’ Kemudian mereka bertanya kepadanya: ‘Tuan, gadis tercantik di negeri ini yang engkau cintai itu – apakah engkau mengetahui apakah ia berasal dari kasta mulia atau kasta brahmana atau kasta pedagang atau kasta pekerja?’dan ia menjawab: ‘Tidak.’ Kemudian mereka bertanya kepadanya: Tuan, gadis tercantik di negeri ini yang engkau cintai itu – apakah engkau mengetahui nama dan sukunya? ... Apakah ia tinggi atau pendek atau sedang? ... Apakah ia berkulit gelap atau coklat atau keemasan? ... Di desa atau pemukiman atau kota apakah ia menetap?’ dan ia menjawab: ‘Tidak.’ Dan kemudian mereka bertanya kepadanya: ‘Tuan, kalau begitu apakah engkau mencintai gadis yang belum engkau kenal dan belum pernah engkau lihat?’ dan ia akan menjawab: ‘Benar.’ Bagaimana menurutmu, Udayin, kalau begitu, bukankah kata-kata orang itu adalah omong-kosong belaka?”
“Tentu saja, Yang Mulia, kalau begitu, maka kata-kata orang itu adalah omong-kosong belaka.”
“Tetapi dengan cara yang sama, Udayin, engkau mengatakan: ‘Kecemerlangan  itu adalah kecemerlangan  sempurna yang tidak tertandingi oleh kecemerlangan  lainnya yang lebih tinggi atau lebih mulia,’ namun engkau tidak menunjukkan apa kecemerlangan  itu.”
“Yang Mulia, seperti halnya sebutir permata beryl sebening air yang paling murni, bersisi delapan, dipotong dengan baik, diletakkan di atas kain brokat merah, berkilau, bercahaya, dan bersinar, demikianlah kecemerlangan diri [yang tetap bertahan] tanpa rusak setelah kematian.” 
“Bagaimana menurutmu, Udayin? Permata beryl sebening air yang paling murni ini, yang bersisi delapan, dipotong dengan baik, diletakkan di atas kain brokat merah, yang berkilau, bercahaya, dan bersinar, atau seekor kunang-kunang dalam kegelapan malam – dari kedua ini, manakah yang memancarkan kecemerlangan yang lebih baik dan lebih mulia?” – “Kunang-kunang dalam kegelapan malam, Yang Mulia.”
“Bagaimana menurutmu, Udayin, kunang-kunang dalam kegelapan malam ini atau lampu minyak dalam kegelapan malam - dari kedua ini, manakah yang memancarkan kecemerlangan yang lebih baik dan lebih mulia?” – “Lampu minyak, Yang Mulia.”
“Bagaimana menurutmu, Udayin, lampu minyak dalam kegelapan malam atau sebuah api unggun besar dalam kegelapan malam - dari kedua ini, manakah yang memancarkan kecemerlangan yang lebih baik dan lebih mulia?” – “Api unggun besar, Yang Mulia.”
“Bagaimana menurutmu, Udayin, sebuah api unggun besar dalam kegelapan malam atau bintang pagi menjelang fajar di langit yang bersih tanpa awan - dari kedua ini, manakah yang memancarkan kecemerlangan yang lebih baik dan lebih mulia?” – “Bintang pagi menjelang fajar di langit yang bersih tanpa awan, Yang Mulia.”
“Bagaimana menurutmu, Udayin, bintang pagi menjelang fajar di langit yang bersih tanpa awan atau bulan penuh di tengah malam di langit tanpa awan pada hari Uposatha tanggal lima belas - dari kedua ini, manakah yang memancarkan kecemerlangan yang lebih baik dan lebih mulia?” – “Bulan penuh di tengah malam di langit tanpa awan pada hari Uposatha tanggal lima belas, Yang Mulia.” 
“Bagaimana menurutmu, Udayin, bulan penuh di tengah malam di langit tanpa awan pada hari Uposatha tanggal lima belas atau matahari penuh di tengah hari di langit tanpa awan di musim gugur di bulan terakhir musim hujan - dari kedua ini, manakah yang memancarkan kecemerlangan yang lebih baik dan lebih mulia?” – “Matahari penuh di tengah hari di langit tanpa awan di musim gugur di bulan terakhir musim hujan, Yang Mulia.”
“Di atas ini, Udayin, Aku mengetahui banyak para dewa [yang cahayanya] tidak dapat ditandingi oleh matahari dan bulan, namun Aku tidak mengatakan bahwa tidak ada kecemerlangan yang lebih tinggi atau lebih mulia daripada kecemerlangan itu. Tetapi engkau, Udayin, mengatakan kecemerlangan yang lebih rendah dan lebih hina daripada kecemerlangan kunang-kunang: ‘Ini adalah kecemerlangan sempurna,’ tetapi engkau tidak menunjukkan apa kecemerlangan itu.”
“Sang Bhagava telah menghentikan diskusi; Yang Sempurna telah menghentikan diskusi.”
“Tetapi, Udayin, mengapa engkau berkata begitu?”
“Yang Mulia, telah diajarkan dalam doktrin guru-guru kami: ‘Ini adalah kecemerlangan sempurna, ini adalah kecemerlangan sempurna.’ Tetapi ketika didesak dan dipertanyakan dan diperdebatkan tentang doktrin guru-guru kami oleh Sang Bhagava, kami terbukti kosong, hampa, dan keliru.”

Dewan Sangha Buddhis Sedunia atau World Buddhist Sangha Council (WBSC) menuliskan pokok-pokok dasar pemersatu Theravada dan Mahayana (perhatikan butir ke 3):

sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Basic_Points_Unifying_the_Theravada_and_Mahayana
1. Buddha hanyalah satu-satunya Guru dan Penunjuk Jalan.
2. Kami berlindung dalam Tiratana (Buddha, Dhamma, dan Sangha).
3. Kami tidak mempercayai dunia ini diciptakan dan diatur oleh Tuhan.
4. Kami mengingat bahwa tujuan hidup adalah mengembangkan belas kasih untuk semua makhluk tanpa diskriminasi dan berusaha untuk kebaikan, kebahagiaan, dan kedamaian mereka; dan untuk mengembangkan kebijaksanaan yang mengarah pada perealisasian Kebenaran Tertinggi.
5.Kami menerima Empat Kebenaran Ariya, yaitu dukkha, penyebab timbulnya dukkha, padamnya dukkha, dan jalan menuju pada padamnya dukkha; dan menerima hukum sebab dan akibat (Paticcasamuppada/ Pratityasamutpada).
6. Segala sesuatu yang berkondisi (sankhara / samskara) adalah tidak kekal (anicca / anitya) dan dukkha, dan segala sesuatu yang berkondisi dan yang tidak berkondisi (dhamma) adalah tanpa inti, bukan diri sejati (anatta / anatma).
7. Kami menerima Tiga puluh Tujuh (37) kualitas yang membantu menuju Pencerahan (Bodhipakkhika Dhamma / Bodhipaksa Dharma) sebagai segi-segi yang berbeda dari Jalan yang diajarkan oleh Sang Buddha yang mengarah pada Pencerahan.
8. Ada tiga jalan mencapai bodhi atau Pencerahan: yaitu sebagai Savakabuddha / Sravakabuddha, sebagai Paccekabuddha / Pratyekabuddha, dan sebagai Sammasambuddha / Samyaksambuddha. Kami menerimanya sebagai yang tertinggi, termulia dan terheroik untuk mengikuti karir Bodhisattva dan untuk menjadi seorang Sammasambuddha dalam rangka menyelamatkan makhluk lain. [3]
9. Kami mengakui bahwa di negara yang berbeda terdapat perbedaan pandangan kepercayaan-kepercayaan dan praktik Buddhis. Bentuk dan ekspresi luar ini seharusnya tidak boleh dicampuradukkan/dikelirukan (perlu dipisahkan) dengan esensi/inti ajaran-ajaran Buddha.
Lalu apakah "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak" yang diartikan sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa oleh Romo Cornelis Wowor? Pengertian itu mengacu pada Nibbana, dan tidak ada satu sutta pun yang mengindikasikan Nibbana adalah Tuhan Yang Maha Esa. Nibbana adalah kondisi batin yang lepas dari lobha (keserakahan), dosa (kebencian), moha (kebodohan).

Lalu apakah Buddhism seharusnya tidak diakui di Indonesia? Ini adalah masalah definisi yang seharusnya diperbaiki, Hindu juga mengenal banyak dewa dan tidak hanya menyembah satu dewa. Tetapi Hindu-Buddha sudah ada sejak zaman Nusantara, bahkan definisi agama dalam bahasa Indonesia pun tidak tepat untuk SETIAP AGAMA. Menurut KBBI, agama adalah: ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kpd Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dng pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Pengertian agama di atas jelas tidak tepat untuk agama Hindu dan Buddha, dan lebih jauh lagi, juga tidak tepat untuk agama samawi seperti Kristen dan Islam. Apakah Tuhan Yang Mahakuasa umat Kristen dan Umat Islam sama? Keduanya akan menolak Tuhan/Allah mereka disamakan. Jadi Tuhan yang mana yang dimaksud sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa? Pengertian ini saja sudah saling bertabrakan.

Pengertian agama (religion) dalam bahasa Inggris lebih tepat, menurut http://www.merriam-webster.com/dictionary/religion , religion memiliki 3 arti, yaitu:
  • the belief in a god or in a group of gods
  • an organized system of beliefs, ceremonies, and rules used to worship a god or a group of gods
  • an interest, a belief, or an activity that is very important to a person or group
Juga kenyataannya, menurut Mahfud MD (bekas ketua MK), keberadaan ateis dan komunis di Indonesia diperbolehkan. 


Jadi alih-alih berusaha menutup-nutupi kenyataan agar menghindari konflik, lebih baik mendukung perbaikan sistem demokrasi Indonesia sehingga benar-benar tercipta Bhinneka Tunggal Ika. Konflik selalu ada selama terdapat pihak-pihak yang memaksakan ideologinya yang anti perbedaan. Hidup tanpa permusuhan dan penuh welas asih sesuai ajaran Buddha yang akan menghidupkan Buddhism, bukan dengan menciptakan pandangan baru yang jauh dari Buddhism itu sendiri.

No comments:

Post a Comment