Pasang Iklan Di Sini

Thursday, October 30, 2014

Angutara Nikaya 6 - Perhatian Pada Kematian

19 (9) Perhatian pada Kematian (1)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Nādika di aula bata. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: [304] “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, perhatian pada kematian, ketika dikembangkan dan dilatih, adalah berbuah dan bermanfaat besar, memuncak pada keabadian, dengan keabadian sebagai kesempurnaannya.<1282> Tetapi apakah kalian, para bhikkhu, mengembangkan perhatian pada kematian?”

(1) Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, aku mengembangkan perhatian pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perhatian pada kematian?”

“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup sehari semalam sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā.<1283> Dan aku berhasil sejauh itu!’<1284> Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perhatian pada kematian.”

(2) Seorang bhikkhu lainnya berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perhatian pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perhatian pada kematian?”

“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup sehari sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’<1285> Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perhatian pada kematian.”

(3) Seorang bhikkhu lainnya lagi berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perhatian pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perhatian pada kematian?”

“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk satu kali makan<1286> sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perhatian pada kematian.”

(4) Seorang bhikkhu lainnya lagi berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perhatian pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perhatian pada kematian?”

“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan empat atau lima suapan makanan, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. [305] Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perhatian pada kematian.”

(5) Seorang bhikkhu lainnya lagi berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perhatian pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perhatian pada kematian?”

“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan satu suapan makanan, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perhatian pada kematian.”
   
(6) Seorang bhikkhu lainnya lagi berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perhatian pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perhatian pada kematian?”

“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengembuskan nafas setelah menarik nafas, atau untuk menarik nafas setelah mengembuskan nafas, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perhatian pada kematian.”

Ketika hal ini dikatakan, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu itu:

“Para bhikkhu, (1) bhikkhu yang mengembangkan perhatian pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup sehari semalam sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’; dan (2) bhikkhu yang mengembangkan perhatian pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup sehari sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’; dan (3) bhikkhu yang mengembangkan perhatian pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk satu kali makan sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’; dan (4) bhikkhu yang mengembangkan perhatian pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan empat atau lima suapan makanan, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā.  Dan aku berhasil sejauh itu!’: [306] mereka ini disebut para bhikkhu yang berdiam dengan lengah. Mereka mengembangkan perhatian pada kematian dengan lambat demi hancurnya noda-noda.

“Tetapi (5) bhikkhu yang mengembangkan perhatian pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan satu suapan makanan, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ ; dan (6) bhikkhu yang mengembangkan perhatian pada kematian sebagai berikut: Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengembuskan nafas setelah menarik nafas, atau untuk menarik nafas setelah mengembuskan nafas, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’: mereka ini disebut para bhikkhu yang berdiam dengan waspada. Mereka mengembangkan perhatian pada kematian dengan giat demi hancurnya noda-noda.
   
20 (10) Perhatian pada Kematian (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Nādika di aula bata. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, perhatian pada kematian, ketika dikembangkan dan dilatih, adalah berbuah dan bermanfaat besar, memuncak pada tanpa-kematian, dengan tanpa-kematian sebagai kesempurnaannya. Dan bagaimanakah hal ini demikian?

“Di sini, para bhikkhu, ketika siang hari berlalu dan malam menjelang,<1287> seorang bhikkhu merefleksikan sebagai berikut: ‘Aku dapat mati karena banyak penyebab. (1) Seekor ular mungkin menggigitku, atau seekor kalajengking atau seekor lipan mungkin menyengatku; itu akan menjadi rintangan bagiku. (2) Aku mungkin tersandung dan jatuh, atau (3) makananku mungkin tidak cocok bagiku, atau (4) empeduku [307] mungkin menjadi terganggu, atau (5) dahakku mungkin menjadi terganggu, atau (6) angin tajam dalam tubuhku mungkin menjadi terganggu, dan aku dapat mati; itu akan menjadi rintangan bagiku.’

“Bhikkhu ini harus merefleksikan sebagai berikut: ‘Apakah aku memiliki kualitas-kualitas tidak bermanfaat apa pun yang belum ditinggalkan, yang dapat menjadi rintangan bagiku jika aku mati malam ini?’ Jika, setelah meninjau kembali, bhikkhu itu mengetahui: ‘Aku memiliki kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum ditinggalkan, yang dapat menjadi rintangan bagiku jika aku mati malam ini,’ maka ia harus mengerahkan keinginan, usaha, kemauan, semangat, tanpa mengenal lelah, perhatian, dan pemahaman jernih yang luar biasa untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu. Seperti halnya seseorang yang pakaian atau kepalanya terbakar akan mengerahkan keinginan, usaha, kemauan, semangat, tanpa mengenal lelah, perhatian, dan pemahaman jernih yang luar biasa untuk memadamkan [api pada] pakaian atau kepalanya, demikian pula bhikkhu itu harus mengerahkan keinginan, usaha, kemauan, semangat, tanpa mengenal lelah, perhatian, dan pemahaman jernih yang luar biasa untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu.

“Tetapi jika, setelah meninjau kembali, bhikkhu itu mengetahui sebagai berikut: ‘Aku tidak memiliki kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum ditinggalkan, yang dapat menjadi rintangan bagiku jika aku mati malam ini,’ maka ia boleh berdiam dalam sukacita dan kegembiraan yang sama itu, berlatih siang dan malam dalam kualitas-kualitas bermanfaat.

“Tetapi ketika malam hari berlalu dan pagi menjelang, seorang bhikkhu merefleksikan sebagai berikut: ‘Aku dapat mati karena banyak penyebab. Seekor ular mungkin menggigitku …  atau angin tajam dalam tubuhku mungkin menjadi terganggu, dan aku dapat mati; itu akan menjadi rintangan bagiku.’

“Bhikkhu ini harus merefleksikan sebagai berikut: [308] ‘Apakah aku memiliki kualitas-kualitas tidak bermanfaat apa pun yang belum ditinggalkan, yang dapat menjadi rintangan bagiku jika aku mati malam ini?’ Jika, setelah meninjau kembali, bhikkhu itu mengetahui: ‘Aku memiliki kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum ditinggalkan, yang dapat menjadi rintangan bagiku jika aku mati malam ini,’ maka ia harus mengerahkan keinginan, usaha, kemauan, semangat, tanpa mengenal lelah, perhatian, dan pemahaman jernih yang luar biasa untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu. Seperti halnya seseorang yang pakaian atau kepalanya terbakar akan mengerahkan keinginan, usaha, kemauan, semangat, tanpa mengenal lelah, perhatian, dan pemahaman jernih yang luar biasa untuk memadamkan [api pada] pakaian atau kepalanya, demikian pula bhikkhu itu harus mengerahkan keinginan, usaha, kemauan, semangat, tanpa mengenal lelah, perhatian, dan pemahaman jernih yang luar biasa untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu.

“Tetapi jika, setelah meninjau kembali, bhikkhu itu mengetahui sebagai berikut: ‘Aku tidak memiliki kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum ditinggalkan, yang dapat menjadi rintangan bagiku jika aku mati malam ini,’ maka ia boleh berdiam dalam sukacita dan kegembiraan yang sama itu, berlatih siang dan malam dalam kualitas-kualitas bermanfaat.

“Adalah, para bhikkhu, ketika perhatian pada kematian dikembangkan dan dilatih dengan cara ini, maka akan berbuah dan bermanfaat besar, memuncak pada keabadian, dengan keabadian sebagai kesempurnaannya.” [309]

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=24201.0

No comments:

Post a Comment