Perbedaan UU No.
23 Tahun 1992 dan UU No.36 Tahun 2009
No.
|
UU No. 36 Tahun
2009
|
UU No. 23
Tahun 1992
|
1.
|
Pasal
27 ayat (2)
Tenaga
kesehatan dalam melaksanakan tugasnya
berkewajiban
mengembangkan dan meningkatkan
pengetahuan
dan keterampilan yang dimiliki.
|
Pasal 53 ayat (2)
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk mematuhi standard
profesi dan menghormati hak pasien.
|
2.
|
Pasal
29
Dalam
hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian
dalam
menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
|
Pasal 54
ayat (2)
Penentuan ada
tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditentukan oleh Majelis Disiplin
Tenaga Kesehatan.
|
3.
|
Pasal
30 ayat (3)
Fasilitas
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) dilaksanakan oleh pihak Pemerintah,
pemerintah
daerah, dan swasta.
|
Pasal 56
ayat (2)
Sarana
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayata (1) dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
|
4.
|
Pasal
37 ayat (2)
Pengelolaan
perbekalan kesehatan yang berupa obat
esensial
dan alat kesehatan dasar tertentu dilaksanakan
dengan
memperhatikan kemanfaatan, harga, dan faktor
yang berkaitan dengan pemerataan.
|
Pasal
61 ayat (2)
Pengelolaan
perbekalan kesehatan yang berupa sediaan farmasi dan alat kesehatan dasar
tertentu dilaksanakan
dengan
memperhatikan pemenuhan kebutuhan,
kemanfaatan, harga, dan faktor
yang berkaitan dengan pemerataan.
|
5.
|
Pasal
39
Ketentuan
mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan
Peraturan
Menteri.
|
Pasal
64
Ketentuan
mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan
Peraturan
Pemerintah
|
6.
|
Pasal
97 ayat (4)
Ketentuan
mengenai kesehatan matra sebagaimana
dimaksud
dalam pasal ini diatur dengan
Peraturan
Menteri.
|
Pasal
48 ayat (3)
Ketentuan
mengenai kesehatan matra sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
|
7.
|
Pasal
64 ayat (1)
Penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan
melalui transplantasi organ dan/atau jaringan
tubuh,
implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah
plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
|
Pasal
33 ayat (1)
Dalam
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan
transplantasi organ dan/atau jaringan
tubuh,
transfuse darah, implan obat
dan/atau alat kesehatan, bedah
plastik dan rekonstruksi.
|
9.
|
Pasal
178
Pemerintah dan pemerintah daerah
melakukan pembinaan
terhadap
masyarakat dan terhadap setiap penyelenggara
kegiatan
yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan di
bidang kesehatan dan upaya kesehatan.
|
Pasal
73
Pemerintah melakukan
pembinaan
terhadap semua kegiatan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan upaya kesehatan.
|
10.
|
Pasal
181
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pembinan diatur dengan
Peraturan Menteri.
|
Pasal 75
Ketentuan
mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dan Pasal 74
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
|
11.
|
Pasal
182 ayat (1)
Menteri
melakukan pengawasan terhadap masyarakat
dan
setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan
dengan
sumber daya di bidang kesehatan dan upaya
kesehatan.
|
Pasal
76
Pemerintah
melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan
dengan
penyelenggaraan upaya
kesehatan baik yang dilakukan oleh
pemerintah maupun masyarakat.
|
12.
|
Pasal
187
Ketentuan
lebih lanjut tentang pengawasan diatur dengan
Peraturan
Menteri.
|
Pasal 78
Ketetntuan
mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ditentukan dengan Peraturan Pemerintah
|
13.
|
Pasal
189 ayat (1)
Selain
penyidik polisi negara Republik Indonesia, kepada
pejabat
pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan
pemerintahan yang menyelenggarakan
urusan di bidang
kesehatan
juga diberi wewenang khusus sebagai
penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
kesehatan.
|
Pasal
79 ayat (1)
Selain
penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia juga kepada
pejabat
pegawai negeri sipil tertentu di Departemen
Kesehatan diberi wewenang khusus sebagai
penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
untuk
melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini.
|
14.
|
Pasal
193
Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik
dan
rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan
pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
|
Pasal 81 ayat (1C)
Barang siapa yang tanpa kehlian dan
kewenangan dengan sengaja melakukan bedah plastic dan rekonstruksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.140.000.000,00 (seratus empat puluh
juta rupiah).
|
15.
|
Pasal
196
Setiap
orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak
memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat
atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
|
Pasal
181 ayat (2b)
Barang
siapa dengan sengaja memproduksi dan atau
mengedarkan
alat kesehatan yang
tidak
memenuhi standardan atau persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 40 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp.140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).
|
16.
|
Pasal
197
Setiap
orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak
memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima
belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah).
|
Pasal
81 ayat (2C)
Barang
siapa dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tahun)
tahun dan atau pidana denda paling banyak
Rp.140.000.000,00
(seratus empat puluh juta rupiah).
|
Amin
ReplyDeletemenurut kalian, zapa alasan pemerintah mengubah UU Kesehatan No.23 Tahun 1992 menjadi UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009?
ReplyDelete