DHAMMA
YANG MENDALAM
Dhamme thito paralokam
na bhaye
Apabila
teguh dalam Dhamma , tidaklah perlu takut dunia mendatang
Buddha pernah merenungkan Dhamma yang
telah ditemukannya setelah beberapa hari mencapai Bodhi. Dhamma yang telah
beliau temukan begitu dalam dan sangat sulit dipahami oleh umat manusia dan
para dewa.
Dalam perjalanan Buddha Gotama sebelum
mencapai Samma-Sambuddha, banyak kelahiran yang beliau lewati. Saat menjadi
petapa Sumedha dan beraditthana di depan Buddha Dipankara. Saat itu, Beliau
akan memulai perjuangan demi cita-cita mencapai Samma-Sambuddha.
Bodhisatta yang menjadi bakal Buddha
Gautama ini, dalam kehidupannya yang berulang-ulang kali, mengalami berbagai
rintangan dan godaan, semua itu selalu menjadi pembelajaran dan pengalaman
dalam masa hidupnya. Tidak hanya kelahirannya sebagai manusia saja rintangan
itu selalu ada, tapi di saat kelahiran sebagai para dewa, atau binatang
sekalipun, godaan itu lalu datang silih berganti. Tantangan hidup tersebut
memubtuhkan waktu yang lama. Beliau menempuh cita-cita sebagai Samma-Sambuddha
membutuhkan empat asankheyya seratus ribu kappa.
Gambaran
dari pada 1 kappa: diibaratkan seperti sebuah gunung
Di
Savatthi. Seorang bhikkhu mendekati Sang Bhagava, memberi hormat kepada Beliau,
duduk di sati sisi, dan berkata kepada Beliau :
“Yang
Mulia, berapa lamakah satu kappa ?”
“Satu
kappa adalah sangat lama, bhikkhu. Tidaklah mudah menghitungnya dan
menyebutkannya dalam berapa tahun, atau berapa ratus tahun, atau berapa ribu
tahun, atau berapa ratus ribu tahun.”
“Kalau
begitu mungkinkah dengan memberikan perumpamaan, Yang Mulia ?”
“Mungkin
saja, bhikkhu,” Sang Bhagava berkata , “Misalnya, bhikkhu, terdapat gunung batu
dengan panjang satu yojana, lebar satu yojana, dan tingginya satu yojana, tanpa
lubang atau celah, batu padat yang besar. Di akhir setiap seratus tahun
seseorang akan menggosoknya dengan secarik kain Kasi. Dengan usaha ini, gunung
batu itu lama – kelamaan akan terkikis habis tetapi kappa itu masih belum
berakhir. Demikian lamanya satu kappa itu, bhikkhu. Dan dari kappa – kappa yang
selama itu, kita telah mengembara melalui begitu banyak kappa, ratusan kappa,
ribuan kappa, ratusan ribu kappa. Karena alas an apakah ? Karena, bhikkhu,
samsara ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan….cukup terbebaskan darinya.”
Saat kelahiran terakhir
sebagai pangeran Siddhattha, masih mengalami rintangan yang berat bahkan pernah
melakukan penyiksaan diri (dukkarakiriya)
setelah meninggalkan kehidupan sebagai putra raja dan menjadi petapa selama
enam tahun. Ada dua hal ekstrim, yaitu : Menuruti kesenangan hawa nafsu, yang
rendah, yang dilakukan oleh orang bodoh, yang tidak luhur, dan tidak berfaedah.
Dari gambaran di atas,
dapat dipahami bahwa untuk menemukan Dhamma itu sangatlah sulit dan dalam.
Secara umum, umat Buddha sudah memiliki banyak bekal teori Dhamma, namun hanya
sedikit yang mempraktikannya. Praktik Dhamma dalam bentuk berdana dan menjaga sila,kemungkinan sudah banyak yang
mempraktikkan.
Namun , ada satu
praktik Dhamma yang jarang umat Buddha menjalankan secara khusus. Praktik itu
adalah MEDITASI. Ini bukti nyata apa yang disampaikan oleh Sang Buddha. “Dhamma
memang dalam dan sulit untuk dipraktikkan.”
Dhamma, ajaran Sang
Buddha memang sangat sulit, namun bukan berarti tidak bisa diraih dan dinikmati
oleh umat manusia dan para dewa. Asalkan memiliki niat yang baik serta diimbangi dengan usaha
yang tekun, maka Dhamma akan sangat bermanfaat bagi yang mempraktikkannya.
Tolak ukurnya adalah
Sang Buddha dan para siswa. Mereka mampu mencapai Ariya Puggala (orang suci) dengan berupaya mengembangkan parami (10-kesempurnaan) setiap saat.
Jadi, praktik Dhamma yang sulit jika diimbangi dengan cetana kusala, keyakinan yang tidak membabi buta (saddha bala), semangat (viriya bala), perhatian yang murni (sati bala), penuh konsentrasi (Samadhi bala ) dan sebelum bertindak
terlebih dahulu harus dipertimbangkan dengan bijaksana (panna bala) maka harapan-harapan akan bisa diwujudkan dalam bentuk
yang nyata.
Apakah
Dhamma yang sangat dalam itu ?
Kita semua tahu bahwa
kita harus menembus Empat Kebenaran Mulia. Empat Kebenaran Mulia adalah Dhamma
yang direalisasi oleh Sang Buddha dengan membutuhkan kurun waktu yang panjang.
Dhamma ini juga membutuhkan cara sistematis, alngkah demi langkah untuk
menempuh Dhamma. Pendekatan yang sistematis ini adalah cara yang pasti untuk
mencapai pencerahan. Kalau kita melihat perjalanan hidup Sang Buddha dalam
mencapai pencerahan, Beliau harus banyak belajar dari guru-guru besar seperti
Alara dan Udaka. Setelah mencapai pencerahan, Buddha Gotama mengajarkan Dhamma
selama 45 tahun secara bertahap kepada siswa-Nya.
1.
Kebenaran Mulia tentang penderitaan.
Tidaklah
mudah menembus dukkha ini dengan
hanya berlandaskan pada intelektual semata.
Tidaklah
mudah menembus dukkha ini dengan hanya berlandaskan pada intelektual semata.
Kita diajarkan untuk melihat bergaam jenis karakter manusia. Kita juga
diajarkan untuk melihat fenomena batin dan jasmani sebagai mana adanya. Masalah
yang kita hadapi begitu real dan komplit sebab semuanya adalah bagian daripada
hidup dan kehidupan. Ini bukan masalah ajaran yang pesimis namun ini adalah
kenyataan hidup. Siapa yang menolak kenyataan hidup berarti membuat
penderitaannya sendiri.
2.
Kebenaran mulia tentang asal mula
penderitaan.
Penderitaan
yang ada karena adanya sebab. Sebab masa kini adalah nafsu keinginan /
ketidakpuasan. Sebab yang lampau adalah avijja
(kegelapan batin ). Orang yang batinnya gelap, tidak memiliki potensi untuk
melihat kebenaran sebagai mana adanya, namun kecurigaan, kecemburuan,
iri-dengki, mudah putus asa, egois, dan bentuk pikiran, perkataan da tindakan
jasmani yang negative lainnya akan selalu ada pada diri kita.
3.
Kebenaran mulia tentang padamnya
penderitaan.
Padamnya
bentuk penderitaan adalah kebahagiaan yang tertinggi (nibbanam paramam sukkham). Bahasa lain untuk menggambarkan
kebahagiaan nibbana adalah padamnya
keserakahan , kebencian, dan kebodohan batin. Namun, seseorang dalam berbuat,
tidak hanya memiliki motif untuk mengikis kilesa
(kekotoran batin). Ada cita-cita yang baik di samping kebahagiaan nibbana, yaitu kebahagiaan duniawi
(memperoleh harta kekayaan) dan surgawi (dilahirkan di alam surga).
4.
Kebenaran mulia tentang jalan untuk
melenyapkan penderitaan.
Setelah
mengetahui adanya penderitaan sebagai wujud dari pada kenyataan hidup.
Kenyataan yang ada bukan muncul langsung begitu saja, semuanya merupakan adanya
sebab. Kalau sebabnya sudah diketahui, kita harus mencari jalan atau solusi
dari semua masalah yang kita hadapi. Sang Buddha Gotama telah memberikan solusi
kepada umat manusia dan para dewa dengan
menjalankan pengertian benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar,
mata pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar (Ariya Atthangika Magga). Inilah cara
yang mujarab dan ampuh.
Untuk
merealisasi nibbana, marilah kita berlatih Dhamma secara sistematis. Semoga
kita semua mencapai pengetahuan kebijaksanaan.
Sadhu
! Sadhu ! Sadhu !
Ceramah
: Oleh Bhikkhu Upasilo
Tanggal
18 Januari 2015
Sumber
: Berita Dhammacakka No. 1071 Tanggal 18 Januari 2015
No comments:
Post a Comment