CARA MENYEBRANGI BANJIR
Hananti bhoga dummedham, no ca paragavesino’ti
Harta membunuh si dungu, sebaliknya tidak membunuh para pencari pantai
seberang
(Dhammapada 355 )
Di waktu musim hujan selama
beberapa hari bahkan beberapa minggu atau bulan, air pasti mendatangkan banjir
di tempat-tempat tertentu. Hujan air menimbulkan banjir bandang, hujan materi
menimbulkan banjir harta yang dapat mendatangkan banjir keserakahan dan
kemelekatan. Tapi , dengan bisa menyebranginya atau melewatinya maka hidup menjadi
aman dan nyaman serta bahagia.
Menyebrangi banjir
Setiap kali musim hujan tiba di
mana pun, pasti banyak genangan air, di tempat datar ataupun rendah bahkan
tempat yang sangat rendah. Sifat air di saat hujan bisa sangat menolong bahkan
dapat digolongkan sebagai berkah, apabila sebelumnya tidak pernah hujan. Akan
tetapi, hujanjuga bisa mendatangkan petaka seperti yang pernah terjadi di
Ibukota Negara Indonesia, Jakarta, atau bahkan di tempat lain yang rawan
banjir.
Dalam situasi hujan lebat lalu
ada banjir datang, apakah kita pernah berpikir jika perlu menyebrangi suatu
sungai yang juga dilanda banjir ? Tentu sangat jelas setiap orang harus
memikirkan bagaimana cara, apa yang harus dilakukan untuk mencapai daratan
sebrang sungai yang dilanda banjir itu. Kadang perlu menunggu sampai banjir
surut baru menyebrang. Akan tetapi andaikata perlu segera menyebrang apalagi
kondisi tempat berpijak saat itu rawan dalam beberapa hal, terutama kondisi
hujan yang bisa semakin sulit, dan juga bisa malam dan gelap. Lalu ? Mari kita
rujuk dan cermati sebuah kisah yang sangat inspiratif dari Kitab Suci Tripitaka
dalam uraian berikut ini.
Menyebrangi Banjir Cara Sang Buddha
Dalam sebuah dialog antara
sesosok devata dengan Sang Buddha, sebagaimana tertulis dalam Samyutta Nikaya
I.1.!.1, sebagai berikut:
Devata bertanya kepada Sang
Buddha :
“Tuan yang baik, bagaimanakah
engkau dulu menyebrangi banjir ?”
Sang Buddha menjawab :
“Dengan cara tidak diam, sahabat
dan dengan tidak meronta-ronta Aku menyebrangi banjir.”
Kemudian, devata tersebut
bertanya lagi :
“Tetapi, bagaimana caranya, tuan
yang baik, dengan tidak diam an dengan tidak meronta-ronta engkau dulu
menyebrangi banjir ?”
Sang Buddha menjawab :
“BIla Aku diam, sahabat, maka Aku
tenggelam ; tetapi bila Aku
meronta-ronta, maka Aku terbawa arus. Dengan cara inilah, sahabat, dengan tidak
diam dan tidak meronta-ronta Aku menyebrangi banjir.”
Lalu devata tersebut berkata :
“Setelah lama akhirnya saya
melihat,
Seorang brahmana yang sepenuhnya
padam, yang dengan tidak diam, tidak meronta-ronta, Telah menyebrangi
kemelekatan pada dunia.”
Muncul inspirasi yang Luar Biasa
1. Inspirasi
nyata dalam dunia nyata sehari-hari adalah segala bentuk harta benda yang
dianggap milik dalam peristiwa banjir duniawi yang nyata juga, sangat jelas
bias terpisah dari pemiliknya.
2. Menyebrangi
banjir dengan tidak diam dan juga tidak meronta-ronta, artinya si penyebrang
harus tahu dan mengerti teknik gerakan tubuh agar bias bergerak (tidak diam)
dan tidak memaksa untuk cepat dan segera sampai di seberang. Langkah ini
menerangkan bagaimana bisa bergerak perlahan mencari celah kea rah seberang
tidak memotong arus, tidak melawan arus, juga tidak diam tapi bergerak pelan
sambil sedikit ikut aliran air arah nyerong.
3. Berarti
setiap orang dari kita semua, harus mengerti dan menyadari bahwa tidak ada harta
benda apapun yang bisa kita bawa untuk mencapai pantai seberang, semua akan
ditinggal.
4. Dalam
kehidupan di tengah masyarakat luas, kita dituntut untuk hidup bersama-sama
dengan orang lain tanpa pertentangan. Tetapi juga tidak terpengaruh oleh
situasi dan kondisi yang buruk/kurang baik dari orang sekitar.
5. Meskipun
banyak situasi dan kondisi yang penuh pertentangan, kita harus berusaha untuk
tidak ikut terjebak dalam hal apapun itu yang menimbukan perlawanan dan permusuhan.
Kita perlu menjaga sikap agar bisa tenang dan bersabar dalam menghadapinya,
sehingga tidak terlibat konflik atau pertengkaran.
6. Namun
demikian, tidak berarti pula jika tidak terlibat dalam pertentangan jadi boleh
bebas mendukung apapun itu yang tidak baik, yang menimbulkan pertentangan.
Sehingga ia tidak akan menderita karena mengalami kerugian dalam dirinya.
Sebliknya, ia selalu tenang dan damai.
Sebuah
permisalan dalam kehidupan sehari-hari :
Contoh 1:
Kalau orang dungu cenderung bisa
hanyut jika menyebrangi arus banjir, apalagi dia melekat dengan harta benda yang dianggap miliknya. Demikian juga
orang dungu akan habis jadi korban dalam pertentangan karena terlibat
percekcokan besar (melawan arus / banjir). Orang dungu juga akan mudah tertipu
jika ia memiliki harta benda tertentu karena mudah menerima kepercayaan dari
orang lain yang ia anggap baik (ikut arus / banjir).
Contoh 2:
Kalau ada orang baik / bijaksana
cenerung waspada dan berhati-hati bisa mengerti cara menyebrang jika ada
banjir, begitu juga dalam bersikap terhadap situasi dan kondisi di tengah
kehidupan bermasyarakat, terhindar dari kesulitan kalau ada yang menentang
dirinya, ia berusaha untuk tidak balas menentang. Jika ia dihadapkan dengan
kondisi yang mempengaruhi dirinya untuk ikut serta dalam hal apapun yang
menyenangkan dan menggiurkan, ia tidak terpengaruh, tetap tenang dan tabah,
damai dan bahagia.
Sekian dan terima kasih.
Ceramah Dhamma : Oleh Bhikkhu
Cittagutto Thera tanggal 14 Desember 2014
Dikutip dari : Berita Dhammacakka No. 1066
No comments:
Post a Comment