Pasang Iklan Di Sini

Tuesday, April 22, 2014

Anguttara Nikaya 2: 146, Menghidari Rasa Kantuk (Nasihat Sang Buddha kepada Bhikkhu Moggalana)

(Dijual sebuah Counter di dalam City Mall Tangerang, ukuran 2 x 2 meter. Harganya sangat murah, hanya Rp 110 juta saja. Cocok untuk usaha di dalam Mall. Hubungi: 0818111368 / 02190450533. Pin bb: 7dfe719a. Foto counter menyusul. Bagi yang membantu memasarkan, akan dapat komisi.)

======================================================
Dijual biji jagung Popcorn ukuran:
1. 200 gram   = Rp. 8.000,-
2. 250 gram   = Rp. 10.000,-
3. 500 gram   = Rp. 20.000,-
4. 1000 gram = Rp. 40.000,-

Bagi yang berminat hubungi : 089652569795 / pin bb: 7dfe719a



Anguttara Nikaya 2: 146, Menghidari Rasa Kantuk

Demikian yang saya dengar. Pada suatu ketika, Yang Terberkahi berdiam di negara Bhagga di dekat kota Sumsumaragiri, di Taman Rusa, di Hutan Bhesakala. Pada kesempatan itu, YM Mahamoggalana yang berdiam di Magadha di dekat desa Kallavalamutta, terkantuk kantuk di tempat duduknya.

Yang Terberkahi melihat ini dengan mata dewanya yang murni dan supranormal. Setelah mengetahui hal ini, Beliau lenyap dari Taman Rusa di Hutan Bhesakala, dan secepat pria yang kuat meregangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang teregang, dia muncul di hadapan YM Mahamoggalana. Yang Terberkahi duduk di tempat yang disiapkan dan berkata kepada YM Mahamoggalana:

"Apakah engkau sedang terkantuk-kantuk, Moggalana, apakah engkau sedang terkantuk-kantuk?" - "Ya, Bhante."

(1) "Kalau demikian, Moggalana, pada buah pikir apapun rasa kantuk menyerangmu, janganlah engkau me mberi perhatian pada buah pikir itu. Maka dengan melakukan itu, mungkin rasa kantukmu akan lenyap.

(2) "Tetapi jika dengan melakukan hal itu, rasa kantukmu tidak lenyap, maka engkau harus merenungkan Dhamma sebagaimana yang telah kau pelajari dan kuasai, engkau harus memeriksa dan menyelidikinya dengan cermat di dalam pikiranmu. Maka dengan melakukan hal itu, mungkin rasa kantukmu akan lenyap.



(3) "Tetapi jika dengan melakukan hal itu, rasa kantukmu tidak lenyap, maka engkau harus secara mendetil mengulang Dhamma sebagaimana yang telah kau pelajari dan kuasai. Maka dengan melakukan hal itu, mungkin rasa kantukmu akan lenyap.

(4) "Tetapi jika dengan melakukan hal itu, rasa kantukmu tidak lenyap, maka engkau harus menarik kedua daun telingamu dan menggosok kakimu dengan tangan. Maka dengan melakukan hal itu, mungkin rasa kantukmu akan lenyap.

(5) "Tetapi jika dengan melakukan hal itu, rasa kantukmu tidak lenyap, maka engkau harus bangkit dari tempat dudukmu, dan setelah membasuh matamu dengan air, engkau harus memandang ke segala arah dan ke atas ke bintang-bintang dan konstelasi. Maka dengan melakukan hal itu, mungkin rasa kantukmu akan lenyap.

(6) "Tetapi jika dengan melakukan hal itu, rasa kantukmu tidak lenyap, maka engkau harus memperhatikan persepsi sinar, emmecahkan persepsi sinar siang hari: sebagaimana siang hari, demikian pula malam hari, sebagaimana malam hari, demikian pula siang hari. Demikianlah dengan hati yang terbuka dan tak terbebani, engkau harus mengembangkan hati yang bersinar. Maka dengan melakukan hal itu, mungkin rasa kantukmu akan lenyap.

(7) "Tetapi jika dengan melakukan hal itu, rasa kantukmu tidak lenyap, maka dengan indera yang diarahkan ke dalam dan pikiran yang tidak berkelana keluar, engkau harus berjalan kesana kemari, dengan speenuhnya menyadari proses berjalan kesana kemari itu. Maka dengan melakukan hal itu, mungkin rasa kantukmu akan lenyap.

"Tetapi jika dengan melakukan hal itu, rasa kantukmu tidak lenyap, maka dengan waspada dan pemahaman yang jelas, engkau bisa berbaring seperti singa, pada sisi sebelah kanan, menempatkan satu kaki di atas kaki yang lain, sambil tetap mengingat buah pikir tentang kemunculan; dan pada saat terjaga engkau dengan cepat bangkit sambil berpikir, 'saya tidak boleh bermanja-manja di dalam kesenangan beristirahat dan berbaring, di dalam kesenangan tidur.'

"Demikianlah Moggalana , engkau seharusnya melatih diri.



"Selanjutnya, Moggalana, engkau seharusnya melatih diri dengan berpikir. Engkau harus berpikir, "Ketika mengunjungi para keluarga (pada saat mengumpulkan dana makanan) saya tidak akan membiasakan diri untuk sombong.' Demikianlah seharusnya engkau melatih diri.

"Di dalam para keluarga itu, orang-orang mungkin sibuk bekerja sehingga tidak melihat kedatangan seorang bhikkhu. Jika seorang bhikkhu (jika membiasakan diri untuk sombong) mungkin berpikir, 'Siapa kira-kirayang telah menjauhkan aku dari keluarga ini? Orang-orang ini kelihatannya tiadk senang padaku.' Jadi, karena tidak menerima (dana makanan dari mereka), dia merasa jengkel; karena jengkel, dia menjadi tidak tenang; karena tidak tenang, dia kehilangan pengendalian diri; dan jika tidak terkendali, pikirannya akan jauh dari konsentrasi.

"Selanjutnya, Moggalana, engkau seharusnya melatih diri dengan cara ini: 'Saya tidak akan menyampaikan percakapan yang menyebabkan pertengkaran.' Demikianlah seharusnya engkau melatih diri. Jika ada percakapan yang menyebabkan pertengkaran, berarti kata-katanya terlalu banyak; kalau terlalu banyak kata-kata, pasti ada ketidaktenangan; dia yang tidak tenang akan kehilangan pengendalian diri; dan jika dia tidak terkendali, pikirannya akan jauh dari konsentrasi.

"Moggalana, Aku tidak memuji semua persahabatan, tidak juga Aku mencela semua persahabatan. Aku tidak memuji persahabatan dengan bhikkhu dan umat awam. Tetapi persahabatan dengan tempat berdiam dimana hanya ada sedikit suara dan sedikit kebisingan, yang dihembus angin sejuk, jauh dari hunian manusia, yang cocok untuk kesendirian - inilah yang kupuji. "

Setelah kata-kata ini YM Moggalana berkata kepada Yang Terberkahi: "Dengan cara bagaimana, Bhante, dapat dijelaskan secara ringkas bagaimana seorang bhikkhu terbebas melalui hilangnya nafsu keserakahan - orang yang telah mencapai tujuan akhir, jaminan kebebasan akhirdari belenggu, kehidupan suci yang terakhir, penyempurnaan yang terakhir, dan yang tertinggi di antara para dewa dan manusia?"

"Di sini Moggalana, seorang bhikkhu telah mempelajari hal ini:
'Segala hal tidak cocok untuk dilekati.' Jika seorang bhikkhu telah mempelajari bahwa tidak ada sesuatu pun yang cocok untuk dilekati, dia langsung mengetahui segalanya ; dengan langsung mengetahui segalanya, dia sepenuhnya memahami segalanya; jika dia sepenuhnya memahami segalanya, perasaan apapun yang dialami - apakah menyenangkan, menyakitkan atau tidak tidak menyakitkan pun tidak menyenangkan - sehubungan dengan perasaan-perasaan yang sama itu, dia berdiam dengan merenungkan ketidakkekalan, mereungkan hilangnya nafsu, merenungkan penghentian, merenungkan pelepasan. Ketika dia berdiam demikian merenungkan ketidakkekalan, hilangnya nafsu, penghentian dan pelepasan sehubungan dengan perasaan-perasaan itu, dia tidak melekati apapun di dunia ini; tanpa kemelkatan dia tidak akan merasa gelisah; karena gelisah, secara pribadi dia mencapai Nibbana. Dia memahami: "Hancurlah sudah kelahiran, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dikerjakan, telah dikerjakantidak ada lagi apapun untuk dunia ini.'

"Itulah, Moggalana, dengan ringkas, bagaimana seorang bhikkhu terbebas melalui hilangnya nafsu keserakahan - orang yang telah mencapai tujan akhir, jaminan kebebasan akhir dari belenggu, kehidupan suci terakhir, penyempurnaan akhir, dan yang tertinggi di antara para dewa dan manusia."




No comments:

Post a Comment