Pasang Iklan Di Sini

Tuesday, February 5, 2013

Kisah beberapa mahluk peta

(Dijual sebuah Counter di dalam City Mall Tangerang, ukuran 2 x 2 meter. Harganya sangat murah, hanya Rp 110 juta saja. Cocok untuk usaha di dalam Mall. Hubungi: 0818111368 / 02190450533. Pin bb: 7dfe719a. Foto counter menyusul. Bagi yang membantu memasarkan, akan dapat komisi.)

======================================================
Dijual biji jagung Popcorn ukuran:
1. 200 gram   = Rp. 8.000,-
2. 250 gram   = Rp. 10.000,-
3. 500 gram   = Rp. 20.000,-
4. 1000 gram = Rp. 40.000,-

Bagi yang berminat hubungi : 089652569795 / pin bb: 7dfe719a


Kisah beberapa mahluk peta

Kisah Mahkluk Peta berbentuk Kerangka
Suatu kali Maha Moggalana Thera dan Lakkhana Thera tinggal di bukit Gijjhakuta yan terletak di sebelah utara kota Rajagraha. Pada hari berikutnya kedua Thera itu menuruni bukit untuk ber-pindapatta di kota. Moggalana Thera, dalam perjalanan menuruni bukit, dengan kekuatan supranaturalnya, melihat mahkluk peta yang hanya terdiri dari tulang belulang saja. Si mahkluk, kerangka itu, menangis dengan keras dan sangat menyayat hati. Sementara dibelakangnya mengejar burung layang-layang, burung gagak dan burung pemakan bangkai mematuki sisa-sisa daging dari mahkluk ini.
Lalu muncul suatu penglihatan di dalam diri Moggalana Thera atas semua kekuatan kamma-nya. Beliau melihat bagaimana kekotoran batinnya telah punah sama sekali. Sehingga tak ada kesempatan baginya untuk terlahir seperti mahkluk yang dilihatnya barusan. Pengetahuan batin ini membuat Sang Thera diliputi kebahagiaan sehingga beliau tersenyum. Perlu diketahui, seorang arahat yang merasa gembira tidak pernah tertawa keras-keras. Mereka pun jarang tersenyum kecuali untuk alasan yang sangat penting. Lakkhana Thera yang melihat hal ini, bertanya kepada Moggalana Thera, mengapa beliau tersenyum. Beliau menjawab kepada Lakkhana Thera bahwa ia akan menceritakan alasannya nanti di hadapan Sang Buddha.
Setelah berkeliling mengumpulkan dana makanan kedua thera pergi ke vihara dimana Sang Buddha berdiam. Kemudian Lakkhana Thera bertanya lagi kepada Moggalana Thera mengapa beliau tersenyum. Beliau menjawab, “Ketika kami menuruni bukit Gijjhakuta, saya melihat sesosok peta berlari di angkasa dikejar oleh burung gagak, burung layang-layang dan burung pemakan bangkai. Burung-burung itu mematuki dan memakan sisa daging dan ‘jeroan’ dari kerangka tersebut. Si peta menjerit dan menangis kesakitan. Ketika melihat hal ini saya mengatakan kepada diri sendiri alasan yang membuat mahkluk itu terlahir dengan penderitaan semacam itu”.
Mendengar hal ini Sang Buddha memberi penjelasan demikian, “O, para bhikkhu. Muridku Moggalana Thera memiliki mata kebijaksanaan sehingga ia telah melihat mahkluk demikian. Dan, biarlah kenyataan ini menunjukkan bahwa mahkluk semacam ini memang ada. Aku sendiri telah melihat mereka ketika pertama kali memperoleh pencerahan di bawah pohon Bodhi. Tapi, aku tak pernah mengatakan kepadamu sebelumnya tentang hal ini. Bila aku menceritakan hal ini sebelumnya, maka akan menimbulkan keraguan bagi orang yang tidak percaya. Keragu-raguan itu akan menumbuhkan akusala kamma, akibat yang tak bermanfaat, pada diri mereka”.
“Kenyataannya, yang telah dilihat oleh Moggalana Thera, dalam salah satu kehidupannya dulu adalah seorang penjagal hewan. Karena perbuatan buruknya setelah meninggal dunia ia terlahir di neraka dan tinggal di tempat itu ber-kalpa-kalpa lamanya. Perbuatan buruk itu tetap bekerja dan menghukumnya. Sehingga dalam kehidupannya saat ini ia terlahir lagi sebagai sesosok peta dengan tubuh berbentuk tulang-belulang”.
Sang Buddha menyebut mata kebijaksanaan. Dimana dikatakan, orang-orang awam tak mungkin melihat mahkluk-mahkluk semacam ini. Mereka hanya bisa terlihat oleh para arahat yang memiliki kekuatan supranatural yang disebut abinna. Pengetahuan moderen belum mampu membuktikan keberadaan mahkluk-mahkluk ini. Tapi ketiadaan bukti bagi ilmu pengetahuan moderen tidak menuju kesimpulan bahwa mereka tidak ada.
Sebelumnya Sang Buddha menolak menceritaan keberadaan mahkluk ini. Biarlah orang yang ragu-ragu dan memiliki pikiran buruk mencatat kenyataan ini. Bentuk-bentuk pikiran tak bermanfaat ini bisa mengakibatkan aksi yang tak bermanfaat. Sehingga, saat Moggalana Thera menceritakan pengalamannya barulah Sang Buddha mendukung cerita nyata dari muridnya ini. Para pengkritik dan orang yang suka beradu argumentasi muncul dari ketiadaan bukti fisik secara jelas yang secara umum akan menciptakan keragu-raguan. Bentuk pikiran semacam ini adalah akusala dhamma dan ini akan membuka jalan bagi pemilik pikiran ini untuk menuju ke kehidupan di alam-alam bawah.
Apa yang ingin saya tegaskan dengan penuh hormat tentang cerita ini adalah si peta, dulunya sebagai seorang penjagal binatang, telah membunuh dan memenggal banyak kepala hewan yang memungkinkan baginya untuk memenuhi kebutuhannya. Ia membunuh hewan-hewan itu untuk menyantap dagingnya dan untuk memenuhi kebutuhan ke-5 khandha-nya. Tapi, orang ini harus membayar seluruh perbuatannya dengan menderita di alam neraka setelah kematiannya selama tak berbilang tahun. Meski kemudian ia bisa keluar dari alam neraka, akibat dari endapan kamma buruknya masih ia terima. Beban ke-5 khandha memang berat.
Kisah Peta Daging
Pada kesempatan lain Maha Mogallana Thera bersua dengan peta yang seluruh tubuhnya terdiri dari daging saja. Mahkluk ini pun sedang dikejar-kejar oleh tiga jenis burung yakni burung layang-layang, gagak dan pemakan bangkai. Ketiga burung itu mengejar peta daging ini dan mematuki tubuhnya. Si peta daging berlari sambil menangis kesakitan karena tubuhnya terus-menerus dipatuki oleh burung-burung tersebut.
Pada kesempatan itu sekali lagi Lakhana Thera, teman seperjalanan Maha Mogallana Thera, bertanya mengapa beliau tersenyum. Kemudian Mogallana Thera menjelaskan sebabnya ketika kedua Thera telah berada di hadapan Sang Buddha.
Sekali lagi Sang Buddha menjelaskan sebab-musabab mahkluk ini menjadi peta daging. Ini akibat kamma buruknya dalam salah satu kehidupannya di masa lalu. Dulunya si peta daging dalam salah satu kehidupannnya adalah seorang penjagal hewan juga yang tinggal di kota Rajagraha. Akibat perbuatan buruknya ini setelah meninggal dunia ia terlahir di alam neraka selama jutaan tahun. Setelah keluar dari alam neraka ia terlahir lagi sebagai peta berbentuk gumpalan daging yang tengah dikejar oleh burung layang-layang, burung gagak dan burung pemakan bangkai. Kehidupannya sebagai peta akan berakhir setelah kamma buruknya saat menjagal hewan berakhir.
Di sini perlu dijelaskan mengapa kedua peta itu memiliki penampilan fisik yang berbeda. Yang satu berpenampilan seperti tulang belulang sementara lainnya berbentuk gumpalan daging. Padahal perbuatan buruk yang mereka lakukan sama. Mengapa “takdir” keduanya menjadi berbeda?
Penjelasannya demikian: Ketika kematian menjelang, muncul kesadaran kematian, cuti. Itu adalah suatu tanda atau simbol yang berhubungan dengan perbuatan buruk atau baik yang telah dilakukannya dalam satu kehidupan ini. Ini dinamakan kammanimitta. Kammanimitta hadir di dalam pikiran saat suatu mahkluk berada di ambang kematian. Dalam bahasa awam fenomena ini bisa diterangkan sebagai suatu pertanda yang terlihat saat seseorang tengah menghadapi sakaratul maut.
Lambang kematian yang terlihat oleh penjagal hewan pertama tidak sama dengan yang dilihat oleh penjagal kedua. Tak diragukan lagi perbuatan buruk keduanya sama. Tapi, nimitta yang mereka saksikan berbeda. Saat sakaratul maut penjagal pertama melihat nimitta berupa tulang belulang. Sebagaimana pekerjaannya selama ini yakni memisahkan tulang-tulang dari daging sehingga terikat dengan bentuk tulang ini. Dimana tumpukan tulang telah terlihat sebagai kammanimitta saat menjelang ajal. Sehingga ketika terlahir sebagai peta, ia lahir dengan bentuk tulang belaka.
Dalam kasus kedua, pekerjaannya sebagai penjagal dulu dikonsentrasikan untuk mengumpulkan semua daging tanpa tulang. Dan saat ajalnya ia melihat tumpukan daging sebagai pertanda di ranjang kematian. Sehingga saat terlahir kembali sebagai peta, ia berwujud tumpukan daging.
Kisah berbagai jenis Peta
Pada kesempatan yang berbeda Maha Mogallana Thera melihat berbagai jenis peta yang berbeda-beda. Ada peta yang berbentuk daging cincang. Sang Buddha mengatakan, ini disebabkan pada salah satu kehidupannya yang lampau, mahkluk itu terlahir sebagai burung elang pemburu.
Ada lagi peta yang tanpa kulit dan selalu berdarah. Mahkluk ini dulunya adalah seorang penjagal sapi dan kambing. Juga ada sosok peta yang dipenuhi rambut lebat. Dimana rambutnya setajam pisau belati yang selalu terbang ke arah tubuhnya dan menghantam punggung belakangnya.
Tampaknya jalan kamma begitu aneh. Burung gagak, burung pemakan bangkai atau burung layang-layang yang mengejar para peta timbul akibat buah kamma buruk. Bisa diduga pisau-pisau belati dan burung-burung itu hanya momok atau setan yang muncul dari persetujuannnya sendiri untuk menghukum pelaku kejahatan.
Maha Mogallana Thera juga melihat sosok peta dengan rambut seperti lembing yang memukuli tubuhnya sendiri. Rambut-rambut yang seperti lembing itu mula-mula terbang ke udara dan jatuh dengan keras ke tubuh peta bersangkutan. Ini dikarenakan dalam salah satu kehidupannya di masa lampau ia adalah seorang pemburu.
Ada juga peta yang terlahir dengan rambut seperti panah yang tumbuh di atas tubuhnya. Ini merupakan akibat kehidupannya dimasa lampau yang selalu menghukum seseorang dengan menghujamkan panah ke tubuh para pesakitan tersebut.
Selain itu Maha Mogallana Thera juga bertemu dengan Kumbhanda Peta. Peta ini seperti tanaman air yang tumbuh dengan ukuran tertentu pada pot tanaman. Kamma buruk ini tumbuh karena dalam salah satu kehidupannya dulu ia adalah hakim yang sangat licik dan suka menerima uang sogokan.
Sang Thera juga bertemu dengan peta perempuan yang dalam kehidupannya terdahulu memiliki perilaku seks yang salah. Tubuh peta-nya tanpa kulit. Sementara di tempat yang sama ini pula Sang Thera bertemu dengan peta berwajah buruk. Hal ini merupakan akibat dalam salah satu kehidupannya ia adalah seorang nat-kadaw atau seseorang yang memiliki pandangan salah. Dan, ia selalu menyebarkan pandangan salahnya itu kepada orang lain.
Juga ada peta berwujud bhikkhu laki-laki dan perempuan. Perbuatan buruk yang mereka lakukan di masa lalu adalah mereka tidak menjalankan tugas-tugas kebhikkuannya dengan baik. Akibatnya mereka terlahir sebagai peta dimana jubah bhikkhu dan vihara mereka selalu terbakar.
Makhluk-makhluk itu terperangkap atau terlahir lagi di alam peta karena dalam salah satu kehidupannya dahulu mereka melakukan perbuatan buruk untuk memuaskan ke-5 khandha-nya, yakni memuaskan batin dan jasmaninya. Jelaslah bahwa beban khandha itu begitu berat. Sebenarnya masih ada banyak lagi cerita-cerita peta lainnya. Tapi, saya hanya akan mengulas lebih dalam tentang peta-peta perempuan yang dalam salah satu kehidupannya telah bertindak buruk.
Peta Perempuan
Pada masa Sang Buddha hidup ada empat perempuan pedagang yang tinggal di kota Rajagraha. Keempat perempuan ini sehari-harinya berjualan kebutuhan pokok bagi penduduk seperti beras, mentega, madu, gula, dan lain-lain. Mereka adalah pedagang yang tidak jujur. Caranya adalah dengan mengakali berat timbangan sehingga mereka selalu menimbang kurang dari berat sebenarnya.
Setelah meninggal dunia empat perempuan ini terlahir kembali sebagai peta. Ke-4 peta tinggal di sebuah parit di pinggiran kota. Sementara itu para suami mereka yang masih hidup telah menikah lagi dan menikmati hasil kekayaan tidak jujur yang dikumpulkan oleh istri-istri mereka.
Pada suatu malam ke-4 peta perempuan ini berkumpul. Mereka sepakat untuk memperlihatkan kehadirannya kepada orang-orang yang mereka kenal di masa lalu. Mereka memanggil-manggil dengan menjerit-jerit. Jeritan mereka terdengar oleh para penduduk. Penduduk merasa jengkel dan takut mendengar suara-suara yang begitu berisik. Untuk menghilangkan gangguan itu para penduduk sepakat pergi ke vihara dan berdana kepada Sang Buddha serta para muridNya. Di Vihara mereka menceritakan sebab kedatangan dan ketakutan mereka.
“O para umat awam yang berbakti. Tak ada bahaya apapun yang akan menimpa kalian akibat suara-suara yang menakutkan itu. Suara-suara itu berasal dari tangisan empat peta perempuan. Mereka merasa sedih karena dalam kehidupannya dimasa lalu telah melakukan perbuatan buruk. Mereka meratap dengan sangat sedih karena dalam kehidupannya sebagai manusia dulu telah mengumpulkan kekayaan dengan cara yang tidak jujur. Hal ini mereka lakukan hanya untuk melayani kebutuhan khandha-nya. Ketika meninggal dunia mereka terjatuh ke alam bawah yang disebabkan perilaku mereka yang salah dalam menjalani hidup. Karenanya, sungguh berat beban tubuh ini.”


http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/bhara-sutta/

No comments:

Post a Comment