PEKERJA DHAMMA
“Na tavata dhammadharo, yavata bahu bhasati,
Yo ca appampi sutvana, dhammam kayena passati,
Sa ve dhammadharo hoti, yo dhammam nappamajjati.”
Bukan karena banyak berbicara,
seseorang dianggap sebagai pakar Dhamma, orang yang walaupun baru menerti sedikit,
tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya, maka, ia lebih petut
disebut sebagai orang yang menegtahui Dhamma.
(Dhammapada,
Dhammattha Vagga : 259)
Bertepatan dengan hari buruh
internasional, sebagian kalangan memperingati perjuangan kelas pekerja untuk
meraih kemerdekaan ekonomi politis hak-hak industrial. Tidak terkecuali di
Indonesia, hari buruh juga ditetapkan menjadi hari libur nasional yang biasanya
diwarnai dengan unjuk rasa. Serikat pekerja berusaha menyampaikan aspirasi
fundamental kepada pemerintah dan pemilik perusahaan. Dalam konteks agama
Buddha, setiap individu diharapkan selalu berjuang dalam Dhamma (hukum kebenaran). Siapa pun yang
menegakkan Dhamma dalam keseharian, ia dikatakan memiliki gairah dalam Dhamma
meski bukan pemeluk agama Buddha. Selain bhikkhu dan bhikkhuni, komunitas
buddhis menjadi utuh berkat adanya upasaka
dan upasika yang memilih jalan
hidup sebagai perumah tangga dan atau menjalani penghidupan umat awam Kedua kelompok
ini juga termasuk dalam golongan pekerja Dhamma.
Secara leksikal, upasaka/sika terhubung dengan kata upasati (duduk dekat) dan upasana
(mengikuti). Buddha berkata bahwa untuk menjadi pengikut (umat) Buddha , Dhamma
dan Sangha. Tiga objek perlindungan ini disebut Tiratana (Tiga Permata).
Berlndung kepada Tiratana bukanlah sekedar memiliki altar dengan patung Buddha
yang indah sembari melafalkan paritta suci. Bukan pula membungkuk, merangkapkan
kedua tangan, ataupun meletakkan lilin, dupa, dan bunga di tempat pemujaan.
Walaupun sudah tentu, segala upaya tersebut adalah suatu hal yang sangat baik
dan amat membantu dalam meningkatkan keyakinan. Tetapi sesungguhnya, siapapun
yang sempurna menempuh jalan Dhamma, maka ia telah memberikan penghormatan dan
pemujaan tertinggi kepada Guru Agung Buddha, sebagaimana pesan yang disampaikan
sesaat sebelum beliau mangkat.
Bekerja dalam Dhamma berarti harus siap dan
berani mengubah cara berpikir sesuai dengan kenyataan yang ada. Tatkala
kehidupan berjalan dengan seperti apa yang diharapkan, tentu hal ini mudah
diterima. Namun, seringkali realitas yang dihadapi tidak sesuai dengan
keinginan pribadi. Apabila umat Buddha mampu melihat kenyataan secara terus
terang dan apa adanya, maka ia akan tumbuh menjadi sosok dewasa dan bijaksana.
Itulah cara berpikir Buddhistis bai para pekerja Dhamma. Ada sepuluh kualitas
yang hendaknya dimiliki oleh seorang pekerja Dhamma (upasaka/upasika) seperti
yang tercatat dalam Milinda Panha, yakni :
1. Berperan
sebagai penyokong Sangha, baik dalam suka maupun dukkha
2. Menjadikan
Dhamma sebagai pedoman hidupnya
3. Senang
berbagi sesuai dengan kemampuannya.
4. Berjuang
mengmbangkan Buddhisme apabila mengalami kemunduran
5. Memiliki
pandangan benar
6. Setelah
terbebas dari ritual / acara tertentu, enggan mencari guru lain bahkan dalam
keadaan apapun.
7. Menjaga
perbuatan jasmani dan ucapannya.
8. Bergembira
dalam persatuan dan keharmonisan
9. Bukan
seorang yang iri hati
10. Berada
dalam sasana (ajaran) menjadi upasaka/sika bukan karena kepura-puraan.
Lebih lanjut, pekerja Dhamma juga
diharapkan sellau menuntun diri dalam 5 pelatihan kemoralan (Pancasila
Buddhis). Praktik moral ini sangat minimalis. Buddha mengharapkan aspirasi
intelektual dan spiritual yang lebih dalam bentuk kemurahan hati, toleransi,
menjaga persatuan dan kerukunan, melakukan pekerjaan yang baik, memiliki
integritas dalam menjalankan bisnis, menjadi sahabat sejati bagi orang lain,
mengunjungi dan menghibur yag sakit, memelihara kepedulian sosial dan
lingkungan, mengembangkan kewaspadaan, melaksanakan pemurnian batin dari waktu ke
waktu, singkatnya melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan secara dalam dan
luas. Bukan dengan demonstrasi, bukan pula dengan kerusuhan, apalagi sampai
mengarah pada tindakan anarki. Pekerja Dhamma berjuang dengan landasan
kebajikan demi mencapai tujuan dan cita-citanya. Tanpa adanay keuletan,
kesabaran, ketulusan, dan kesemimbangan batin, tidaklah mungkin terbebas dari
jeratan Mara. Pembebasan sejati, padamnya nafsu keinginan, atau berakhirnya
penderitaan adalah tujuan utama bekerja dalam Dhamma.
Ceramah Dhamma
: oleh Bhikkhu Ratanadhiro tanggal 1 Mei 2016-05-09
Sumber :
Berita Dhammacakka No. 1138
Apakah Anda dalam kesulitan keuangan? Apakah Anda perlu
ReplyDeletepinjaman untuk memulai bisnis atau untuk membayar tagihan Anda? Kita
memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan bantuan dan kami memberikan pinjaman kepada perusahaan lokal, internasional dan juga pada tingkat bunga yang sangat rendah dari 2%.
Terapkan Sekarang Via Email: kellywoodloanfirm@gmail.com
Terima kasih
Terima kasih dan Tuhan memberkati
Ibu Kelly