Pasang Iklan Di Sini

Wednesday, September 19, 2012

Panca Nivarana (Lima Penghalang Batin Saat Meditasi)

DIBUTUHKAN SEGERA KARYAWAN UNTUK MENJAGA TOKO DI DAERAH DEPOK , PRIA / WANITA MINIMAL LULUSAN SMP
KIRIM CV KE ALAMAT EMAIL :
ricky_kurniawan02@yahoo.com
PALING LAMBAT TANGGAL 31 MARET 2015


======================================================
Dijual biji jagung Popcorn ukuran:
1. 200 gram   = Rp. 8.000,-
2. 250 gram   = Rp. 10.000,-
3. 500 gram   = Rp. 20.000,-
4. 1000 gram = Rp. 40.000,-
Bagi yang berminat hubungi : 089652569795 / pin bb: 7dfe719a


Panca Nivarana (Lima Penghalang Batin Saat Meditasi)




Ada lima hal yang merintangi kemajuan samadhi seorang Praktisi Samma-Samadhi.
Jika kita telah memutuskan untuk menempuh kehidupan ‘samadhi’, demi kesuksesan pencapaian kita, maka kita sepantasnya melenyapkan kelima hal yang merintangi ini. Lima hal tersebut dikenal sebagai “Lima-Rintangan-Batin ( Panca-Nivarana ) “.
Lima rintangan batin ( Panca Nivarana ) merupakan ‘AKUSALA-DHAMMA”, yaitu Dhamma yang dapat melenyapkan Kusala Dhamma ( Dhamma yang Baik ) pencapaian tingkat Samadhi.
1. Sang Buddha melihat adanya Lima Rintangan atau halangan (paƱca nivarana) dalam melaksanakan meditasi dan memaklumkan kita bahwa selama ke limanya masih ada, kita tidak akan dapat melihat apa yang baik bagi diri sendiri dan diri orang lain, dan bahwa pengembangan batin yang sejati hanya akan bisa dapat dimulai setelah kita berhasil melemahkan lima rintangan tersebut. Ke Lima Rintangan adalah nafsu-indriawi (kamacchanda), kehendak-jahat (vyapada), kelambanan dan kemalasan (thina middha), keresahan dan kekwatiran (uddhacca kukkucca), dan keraguan (vicikiccha).
Ada lima unsur yang menurunkan nilai emas, yang dikarenakannya emas tidak dapat dilenturkan, tak dapat diolah serta tidak akan berkilau; tapi menjadi rapuh dan tak akan menjadi karya yang anggun. Apa yang lima itu? Besi, tembaga, timah-putih, timah-hitam dan perak. Tapi bila emas bebas dari lima unsur merugikan itu, maka emas akan lentur, dapat diolah, berkilauan, tidak rapuh dan dapat dijadikan karya yang anggun. Lalu, perhiasan apapun yang seorang inginkan – cincin stempel, anting-anting, kalung atau gelang – dapat dibuat darinya.
Sama halnya, ada lima unsur yang menurunkan nilai batin, yang dikarenakannya batin tidak dapat dilenturkan, tak dapat diolah serta tidak berkilauan, tapi menjadi rapuh dan tidak tersusun rapih untuk menghancurkan kotoran batin. Apa yang lima itu? Nafsu-indriawi, kehendak-jahat, kelambanan dan kemalasan, keresahan dan kekwatiran, dan keraguan. Tapi bila batin bebas dari lima unsur merugikan itu, batin akan lentur, dapat diolah, berkilauan, tidak rapuh tapi tersusun rapih untuk menghancurkan kotoran batin. Lalu, seseorang dapat mengarahkan batinnya pada terwujudnya pengetahuan batiniah atau apapun yang dapat diwujudkan dengan pengetahuan batiniah dan dapat melihatnya dengan langsung, betapa pun jaraknya.
(Anguttara Nikaya III : 15)
2. Setiap pengalaman indriawi yang menyenangkan, walau telah lama dialami, dapat ‘menggema’ berulang-ulang di batin dalam bentuk kenang-kenangan dan fantasi-fantasi yang mengisi batin secara sangat menetap. Ini akan menyebabkan nafsu-indriawi (kammacchanda), suatu kerinduan untuk dapat mengalami rangsangan indriawi itu lagi, yang pada akhirnya menyebabkan kegelisahan dan kekecewaan. Persiapan pada kemungkinan pemuasan nafsu-indriawi sendiri juga akan menyebabkan kegelisahan pula. Dengan menggunakan analogi yang tepat, Sang Buddha mengibaratkan kesenangan indriawi sebagai luka borok, makin di garut makin gatal “garutan hanya akan sedikit melegakan.” ( Majjhima Nikaya I :505) Semakin hebat dan akan semakin sulit untuk menenangkannya serta mengkonsentrasikan pikiran. Seperti dikatakan Sang Buddha:
Kesenangan indriawi memang manis seperti madu,
Tetapi membuat batin menyimpang dan kacau.
(Sutta Nipata :50)
3. Bila nafsu-indriawi adalah reaksi pada pengalaman-pengalaman yang menyenangkan. Kehendak-jahat (vyapada) adalah reaksi pada yang tidak menyenangkan. Ratusan situasi setiap hari dalam kehidupan kita dapat menyebabkan timbulnya kehendak-jahat; keadaan yang tidak terlaksana sesuai yang kita harapkan, berurusan dengan orang yang tidak menyenangkan atau canggung, dan sebagainya. Sang Buddha menggambarkan dengan jelas dampak negatif dari kemurkaan dan kehendak-jahat yang membara, dengan berkata:
Kebencian menyebabkan kemalangan besar;
Kebencian mengacaukan dan membahayakan batin.
Bahaya yang menakutkan ini tertanam dalam pada mereka yang
Tidak menyadarinya.
Tak berfaedah, seorang tak akan mengetahui kebaikan
Tidak dapat melihat sesuatu seperti apa adanya
Hanya kebutaan dan kegelapan yang menonjol
Bila seseorang diliputi kebencian.
(Ittivutaka : 84)
4. Hal yang ke tiga dari Lima Rintangan, dan yang selalu dihadapi dalam latihan meditasi, adalah kelambanan dan kemalasan (thina midha). Kelambanan dan kemalasan berbeda dengan kelelahan yang adalah masalah yang cukup diatasi dengan istirahat seperlunya. Rintangan yang dimaksud disini adalah keinginan setengah-hati dan kehilangan gairah yang menyebabkan kita menunda bermeditasi atau bila sedang bermeditasi ingin menghentikannya segera. Bila perasaan seperti itu timbul sementara bermeditasi, biasanya dapat teratasi dengan membuka mata sebentar serta menarik nafas yang dalam-dalam beberapa kali. Sang Buddha menganjurkan beberapa cara yang lain untuk menghilangkan kantuk sewaktu bermeditasi.
Lalu Sang Buddha berkata pada Maha Moggallana: “Apakah engkau mengantuk, Moggallana? Apakah engkau mengantuk?”
“Ya, Tuanku.”
“Baiklah, apabila pikiran malas menimpamu, janganlah perhatikan pikiran itu, jangan tinggal-berdiam dengannya. Dengan demikian, perasaan itu mungkin akan berlalu.
“Tetapi bila, setelah itu, kemalasan tidak berlalu, engkau hendaknya memikirkan dan merenungkan Dhamma di dalam batinmu – mengulanginya dalam batin sesuai yang telah engkau dengar dan pelajari. Dengan demikian, kemalasan mungkin akan berlalu.
“Tetapi bila, setelah itu, kemalasan tidak berlalu, engkau hendaknya membacakan Dhamma secara rinci sesuai yang telah engkau dengar dan pelajari. Dengan demikian, kemalasan mungkin akan berlalu.
“Tetapi bila, setelah itu, kemalasan tidak berlalu, engkau hendaknya menarik telingamu dan menggosok anggota badanmu dengan telapak tangan. Dengan demikian, kemalasan mungkin akan berlalu.
“Tetapi bila, setelah itu, kemalasan tidak berlalu, bangkitlah dari tempat dudukmu, basuhlah mukamu, pandanglah ke segala penjuru dan tataplah langit yang berbintang. Dengan demikian, kemalasan mungkin akan berlalu.”
“Tetapi bila, setelah itu, kemalasan tidak berlalu, engkau hendaknya mengembangkan pencerapan cahaya dengan kuat-seperti pada siang hari, demikian pula malam hari; seperti pada malam hari, demikian pula pada siang hari. Jadi dengan batin yang bersih dan tak terhalang, engkau hendaknya mengembangkan kesadaran yang memancar. Dengan demikian, kemalasan mungkin akan berlalu.”
“Tetapi bila, setelah itu, kemalasan tidak berlalu, engkau hendaknya sadar pada apa yang ada di depan dan di belakangmu. Berjalanlah naik turun dengan perasaan yang menatap ke dalam dan batinmu jangan mengembara kemana-mana. Dengan demikian, kemalasan mungkin akan berlalu.”
“Tetapi bila, setelah itu, kemalasan tidak berlalu, berbaringlah diatas sisi kananmu seperti posisi singa dengan satu kaki diatas lainnya, dalam kesadaran penuh dan bersih, dengan pikiran bahwa engkau akan segera bangkit kembali. Setelah bangkit, engkau hendaknya meluruskan badan, berpikir: “Saya tidak akan menuruti kesenangan berbaring, bersandar dan tidur.” Latihlah dirimu seperti ini.”
(Anguttara Nikaya IV : 85 )
5. Melalui pengamatan yang baik, maka kita akan menyadari bahwa selain sebagai pengguna meditasi, Lima Rintangan juga adalah pengganggu dalam kehidupan sehari-hari. Kehendak-jahat dan Keraguan dapat saja mengganggu hubungan kita dengan orang lain; Kelambanan dan Kemalasan berdampak pada pekerjaan dan pelajaran kita; Keresahan dan Kekwatiran berdampak pada kesehatan jasmani dan rohani kita. Apabila Lima Rintangan dapat dihancurkan dominasinya di dalam batin kita, kehidupan kita akan mendapatkan keberuntungan, sama halnya dengan yang dicapai oleh meditasi kita. Perasaan lega, perasaan sentosa, perasaan bebas dan aman akan menembus ke batin kita dan olehnya kita merasa lebih berbahagia.
Dengan menghentikan nafsu-duniawi, seseorang tenang berdiam dengan batin yang bebas dari nafsu-duniawi dan menjadi murni. Dengan menghentikan kehendak-jahat dan kebencian, kita berdiam dengan batin dipenuhi welas-asih dan cinta-kasih demi kesejahteraan semua makhluk, dan memurnikan batinnya dari kehendak-jahat dan kebencian. Dengan menghentikan kelambanan dan kemalasan, dia merasakan cahaya serta penghayatan yang sadar dan jelas, dia memurnikan batinnya dari kelambanan dan kemalasan. Dengan menghentikan keresahan dan kekwatiran dan tetap tenang di dalam batin, dia memurnikan batinnya dari keresahan dan kekwatiran. Dengan menghentikan keraguan, dia tenang-berdiam setelah mengatasi keraguan, tanpa ketakpastian dalam dirinya sebagai layaknya seorang terlatih, dia memurnikan batinnya dari keraguan.
Bagaikan seorang yang meminjam uang untuk mengembangkan usahanya, dan setelah usahanya berkembang, dia melunasi hutangnya dan berkecukupan untuk menunjang seorang isteri, dan olehnya ia berkata dalam hati: “Sebelumnya saya berhutang, tapi sekarang bebas dari hutang,” dan akan gembira dan bahagia dikarenakannya;
Bagaikan seorang yang sakit dan menderita, tak ada nafsu makan dan lemah, lalu beberapa waktu berselang pulih kesehatannya, nafsu makannya dan kekuatannya, dan olehnya ia berkata dalam hati: “Sebelumnya saya sakit, tapi sekarang saya sehat,” dan akan gembira dan bahagia dikarenakannya;
Bagaikan seorang yang dipenjarakan, sesudah beberapa waktu, dibebaskan tanpa penyitaan harta bendanya, dan olehnya ia berkata dalam hati: “Sebelumnya saya dipenjarakan, tapi sekarang bebas,” dan akan gembira dan bahagia dikarenakannya;
Bagaikan seorang budak, tidak menjadi tuan dari dirinya sendiri, dikendalikan oleh orang lain dan tak dapat melaksanakan apa yang dikehendakinya, lalu suatu waktu dibebaskan, lalu berkata dalam hati: “Dulu saya seorang budak, tapi sekarang saya telah dipersamakan,” dan akan gembira dan bahagia dikarenakannya;
Bagaikan seorang yang membawa barang-barang dan harta kekayaan mengembara seorang diri di dalam keganasan hutan yang penuh bahaya, namun bebekal hanya sedikit makanan, tapi setelah beberapa waktu, tiba dengan selamat dan terdengar sampai di pinggiran desa, dan akan berkata dalam hati: “Sebelumnya saya dalam keadaan berbahaya, tapi sekarang saya sudah aman,” dan akan gembira dan bahagia dikarenakannya;
Dengan cara yang sama, selama Lima Rintangan tidak diatasi, seseorang akan merasa berhutang, sakit, dipenjarakan, diperbudak, hilang dalam hutan belantara. Tetapi setelah Lima Rintangan teratasi, seorang akan merasa bebas dari hutang, sehat, bebas, dipersamakan dan aman. Dan ketika seorang menyadari bahwa Lima Rintangan telah teratasi, kegembiraan timbul, dari kegembiraan timbul keceriaan, dari keceriaan tubuh akan tenang, dari tubuh yang tenang seorang akan berbahagia, dan batin yang berbahagia senantiasa terkonsentrasi.
(Digha Nikaya I :72)
Lima rintangan batin ini adalah =
1. Kamacchanda, ( LIBIDO, DAN SEMUA SENSUALITAS TUBUH )
yaitu nafsu-nafsu indriya,
keinginan dan kegiuran terhadap bentuk-bentuk ( tubuh, material ( rupa ) ),
suara,
bau-bauan/Aroma-Keharuman,
rasa ( pada Mulut dan sensual – Lidah ),
sentuhan ( Kelembutan, Kehalusan ),
dan bentuk-bentuk pikiran.
Nafsu sexual,
kesenangan pada tontonan-tontonan
( seperti acara TV, pertunjukan musik, drama, tari, dan lain-lain termasuk kamacchanda yang seyogyanya dilenyapkan.
Jika anda perumah-tangga dan sulit melenyapkan kamacchanda ini,
sebaiknya dilemahkan, dikurangi ‘ ketagihannya’nya ).
2. Byapada, ( BENCI DENDAM IRI DENGKI )
yaitu keinginan jahat atau itikad jahat / dendam.
Jika kita membawa dendam dari masa lampau, ini pun akan menghalangi kesuksesan pencapaian samadhi kita.
Dendam dan keinginan jahat akan selalu menghalang-halangi pemusatan batin kita pada objek samadhi.
3. Thina-Middha, (MALA-LAMBAN, OGAH-SEGEN, BT-MANJA, LELAH-LEMES, NGANTUK-GAK SMANGET )
yaitu kemalasan dan kelambanan.
Seringkali kita malas untuk bersamadhi, merasa lebih baik jalan-jalan ke mall, kumpul dengan teman-teman, atau bercumbu dengan kekasih. Kemalasan, dan juga kelambanan kita dalam mempraktekkan samadhi, juga merupakan penghalang tercapainya pemusatan batin pada objek samadhi.
4. Uddhaccakukkucca, ( DASA-PALIBDHA / trauma / Kagetan / Tegang / Stress / )
yaitu kegelisahan atau kekhawatiran.
Sering timbul dalam batin kita perasaan gelisah dan khawatir ketika kita sedang bersamadhi.
Apalagi bila kita bersamadhi dalam ketiga tempat yang dianjurkan oleh Sang Buddha = didalam hutan, dibawah pohon besar, atau didalam rumah kosong yang sudah lama tidak ditempati.
Maka akan timbul perasaan takut, gelisah, khawatir, yang luar biasa hebatnya. Perasaan-perasaan ini harus bailk dengan keberanian dan kenekatan yang berharga dan baik.
Jika dibiarkan maka Ketakutan tak beralasan Ini akan menghalangi pemusatan batin kita pada objek samadhi.
5. Vicikiccha,
yaitu keragu-raguan. Pada tengah perjalanan kita sebagai seorang Yogi, bila kita merasakan tidak menemukan kemajuan-kemajuan yang berarti, terutama dalam pencapaian Pasca-Jhana , maka akan mulai timbul keragu-raguan.
Apakah aku mampu ? Apakah ini Jalan yang benar ?
Keragu-raguan ini merupakan bentuk halus dari kekotoran batin.
Karena, hasil dari keragu-raguan yang kuat, anda akan melepaskan kehidupan samadhi anda dan anda akan menempuh jalan lain, atau paling parah anda akan kembali lagi menempuh hidup keduniawian, tanpa seberkas kerohanian sedikitpun.
Kelima rintangan batin ini sesungguhnya merupakan ‘teman-teman’ dekat kita selama rentang pengembaraan kita dalam samsara ini.
Jhana akan mengatasi nivarana sementara waktu dan jhana merupakan teman baru bagi kita.
Sifat teman baru ini sangat halus dan baik, bertentangan dengan teman lama kita, panca nivarana.
Sebagai umumnya teman dekat, ia akan berusaha menghalang-halangi kedekatan kita dengan teman baru kita, Jhana ( Ketenangan dalam Keseimbangan Batin ).
Yang menyebabkan kita tidak dapat mencapai ketenangan dan memegang objek adalah karena kita selalu ingin ‘berjumpa’ dengan ‘teman-teman-lama’ kita tadi ;
panca-nivarana.
Hal ini merupakan corak hukum alam.
Bila kita telah mencapai Jhana I maka kita harus rajin berlatih hingga mahir,
supaya batin tidak goyah, jangan mundur dalam melatih Jhana dari latihan satu jam, dua jam, satu hari, dua hari, sampai dapat berlatih selama tujuh hari, dengan demikian kita dapat memegang Jhana dengan kuat.

No comments:

Post a Comment