(Dijual sebuah Counter di dalam City Mall Tangerang, ukuran 2 x 2 meter. Harganya sangat murah, hanya Rp 110 juta saja. Cocok untuk usaha di dalam Mall. Hubungi: 0818111368 / 02190450533. Pin bb: 7dfe719a. Foto counter menyusul. Bagi yang membantu memasarkan, akan dapat komisi.)
======================================================
Dijual biji jagung Popcorn ukuran:
1. 200 gram = Rp. 8.000,-
2. 250 gram = Rp. 10.000,-
3. 500 gram = Rp. 20.000,-
4. 1000 gram = Rp. 40.000,-
Bagi yang berminat hubungi : 089652569795 / pin bb: 7dfe719a
TUGAS BIOANALISIS I
MAKALAH BIOPHARMACEUTICAL CLASSIFICATION SYSTEM (BCS)
Dibuat oleh:
Nama : Ricky Kurniawan
NPM : 2010210226
Kelas :
Rabu
Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila
Jakarta
2013
Daftar Isi Hal
Kata
Pengantar ………………………………………………………….. 1
I.
Pengertian Biopharmaceutical Excipients (BCS) ….……………. 2
II. Alasan
dan Tujuan Pembuatan BCS ..………………………….. 2
III. Parameter
dan Batasannya dalam BCS ..……………………….. 2
IV. Macam-Macam
Kelas dalam BCS …………….………………… 3
V. Penentuan
Kelarutan …………………………………………….. 3
VI. Penentuan
Permeabilitas ……………………………………........ 4
VII. Penentuan
Disolusi ……………………………………………….. 4
VIII. Syarat untuk BCS Biowaiver …………………………………….. 4
IX.
Data Pendukung yang diperlukan ……………………………….. 4
X. Contoh Aplikasi BCS untuk Ranitidin
Hydrochloride ………….. 5
Daftar
Pustaka ..…………………………………………………………. 6
Lampiran
1.
Kata
Pengantar
Salah satu tolok ukur
untuk melihat kesejahteraan rakyat adalah Kesehatan. Masyarakat yang sejahtera
akan ditunjukkan oleh jumlah masyarakat sakit yang lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah masyarakat yang sehat. Untuk itu obat menjadi sangat berperan
dalam usaha menyejahterakan rakyat karena obat berfungsi menyembuhkan
masyarakat yang sakit sehingga jumlah masyarakat yang sakit menjadi lebih
sedikit dibandingkan masyarakat yang sehat.
Dalam upaya
penyembuhan masyarakat yang sakit, peran obat yang sangat penting harus
diimbangi dengan keterjangkauan obat. Harga obat harus terjangkau sehingga
masyarakat dengan tingkat ekonomi yang paling bawah pun dapat membeli obat
tersebut dan akhirnya kesehatan masyarakat tetap terjaga. Harga obat yang
terjangkau hanya bisa dihasilkan oleh produsen obat bila produsen tersebut
tidak mengeluarkan biaya investasi yang mahal untuk memproduksi obat tersebut.
Semakin mahal biaya investasi untuk memproduksi obat tersebut, maka harga obat
yang dhasilkan pun akan semakin mahal. Sebaliknya, semakin sedikit biaya
investasi yang diperlukan untuk memproduksi obat tersebut, maka harga obat yang
dihasilkan akan semakin murah.
Salah satu factor
yang mempengaruhi besar kecilnya biaya investasi dalam memproduksi obat adalah
biaya untuk pengembangan obat. Untuk pengembangan suatu obat baru diperlukan
biaya yang sangat mahal. Namun biaya ini hanya berlaku untuk produsen yang
melakukan inovasi obat baru. Beberapa produsen obat lain yang tidak memiliki
biaya yang cukup untuk melakukan pengembangan obat baru, dapat meniru obat baru
tersebut bila masa paten obat tersebut sudah habis dan produk copy yang dibuat harus
memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan itulah yang diatur oleh suatu system
yang disebut Biopharmaceutical Classification System (BCS). Sebelum BCS dibuat,
produk copy yang dihasilkan tetap memerlukan biaya tambahan untuk melakukan uji
bioekuivalensi pada manusia. Setelah adanya gagasan dari Gordon Amidon untuk
membuat BCS, maka biaya yang diperlukan produsen untuk membuat produk copy menjadi
lebih berkurang jika dibandingkan dengan saat BCS belum dibuat karena dengan
adanya BCS, uji yang awalnya menggunakan manusia sebagai subjek penelitian
dapat digantikan dengan uji secara in vitro di laboratorium penelitian
independen yang ditunjuk, sehingga akhirnya biaya yang dikeluarkan akan menjadi
lebih sedikit.
Sebagai seorang
Apoteker ataupun Sarjana Farmasi yang akan bekerja pada produsen obat ataupun
di laboratorium penelitian obat, perlu mengetahui BCS ini karena hanya apoteker
atau setidaknya sarjana farmasi yang mengerti lebih rinci tentang obat
dibandingkan kelompok lain yang bukan apoteker ataupun sarjana farmasi.
Mengingat pentingnya
pengetahuan tentang BCS itulah maka penulis membuat makalah ini yang berisi
penjelasan penjelasan tentang BCS dan salah satu contoh penggunaan BCS terhadap
suatu bahan obat, yang dalam makalah ini adalah Ranitidin Hydrochloride, agar
mereka yang belum tahu menjadi tahu, mereka yang belum mengerti menjadi
mengerti dan mereka yang memiliki pengertian yang salah tentang BCS dapat
meluruskan pengertian mereka. Akhir kata saya sebagai penulis ingin mengucapkan
terima kasih telah membaca makalah ini.
2.
I.
Pengertian Biopharmaceutical Excipients (BCS)
BCS atau Biopharmaceutical Classification System merupakan hasil
dari usaha berkelanjutan dalam analisis matematika berkaitan dengan proses
kinetika dan dinamika obat dalam saluran pencernaan untuk memebuhi NDA dan
ANDA. System ini mengurangi tahapan
dalam proses pengembangan obat baru, secara langsung maupun tidak langsung,
mengurangi uji klinik yang sebenarnya tidak diperlukan, mendukung penggantian
uji bioekuivalen dengan uji disolusi secara in vitro.
BCS merupakan panduan umum untuk memprediksi absorpsi obat dalam
usus yang dibuat oleh FDA US. Ide untu membuat BCS diungkapkan oleh Gordon
Amidon, yang mendapat hadiah Distinguished Science Award pada Agustus 2006 pada
Kongres International Pharmaceutical Federation di Salvador Brazil.
Batasan untuk Prediksi dengan BCS adalah Kelarutan dan
permeabilitas intestinal.
Klasifikasi kelarutan didasarkan pada USP, sedangkan Permeabilitas
intestinal didasarkan pada perbandingan terhadap injeksi intravena. Semua
factor factor tersebut sangatlah penting karena 85 % jumlah obat yang terjual
di US dan Eropa terdaftar sebagai obat yang digunakan secara oral.
II. Alasan
dan Tujuan Pembuatan BCS
Alasan Panduan BCS:
-Memperbanyak pengaturan pemakaian dari BCS dan menyarankan metode
metode untuk mengklasifikasikan obat
-Menjelaskan ketika waiver diminta hasil studi bioavailibilitas
dan bioekuivalen berdasarkan pendekatan BCS.
Tujuan dari Panduan BCS:
-Meningkatkan efisiensi dalam
pengembangan obat dan meninjau ulang proses dengan cara yang disarankan untuk
identifikasi uji klinik bioekuivalensi yang tidak perlu dilakukan
-Menentukan kelas dari sediaan padat
oral yang cepat lepas yang kemudian bioekuivalensi dinilai berdasarkan uji
disolusi in vitro
-Memberikan metode untuk
mengklasifikasikan bentuk sediaan berdasarkan disolusi berkaitan dengan sifat
kelarutan dan permeabilitas zat aktif.
III. Parameter dan Batasannya dalam BCS
Suatu obat diklasifikasikan berdasarkan BCS atas dasar
parameter:
1. Kelarutan
2. Permeabilitas
3. Disolusi
3.
Batasan batasan setiap
parameter:
-Batasan kelarutan.
Didasarkan pada kelarutan produk dengan
dosis maksimum. Suatu zat aktif dikatakan sangat mudah larut bila dengan dosis
maksimum, obat dapat larut di dalam 250
mL atau kurang air dengan rentang pH
1-7,5. Volume sebanyak 250 mL ditentukan dari protocol studi bioekuivalen pada
umumnya yang mengatur bahwa penggunaan produk obat hanya dengan segelas air
pada sukarelawan dengan kondisi puasa.
-Batasan Permeabilitas.
Secara tidak langsung didasarkan pada banyaknya obat yang diabsorpsi dalam
tubuh manusia dan secara langsung pada pengukuran kecepatan transfer massa yang
melewati membrane usus manusia. Sistem lain yang tidak menggunakan manusia yang
dapat memprediksi absorpsi obat dalam tubuh manusia boleh digunakan ( seperti
metode kultur in vitro) . suatu zat aktif dikatakan sangat permeable bila
jumlah obat yang terabsorbsi di dalam tubuh yang diketahui > 90% atau lebih dosis
yang digunakan, berdasarkan keseimbangan massa atau dalam perbandingan dengan
dosis intravena.
-Batasan Disolusi. Suatu
produk obat yang lepas segera dianggap cepat terdisolusi bila > 85 % jumlah
obat yang tertera dapat terdisolusi dalam waktu 15 menit menggunakan Aparatus I
Disolusi USP pada 100 RPM atau Aparatus II pada 50 RPM dalam larutan media
sebanyak 900 mL atau kurang. Larutan media terdiri dari 0,1N HCl atau cairan
lambung buatan atau larutan dapar pH 4,5 dan dapar pH 6,8 atau cairan usus
buatan.
IV.
Macam-Macam Kelas dalam BCS
Dalam BCS, zat aktif obat diklasifikasikan menjadi 4 kelas:
-Kelas 1: Permeabilitas tinggi, Kelarutan tinggi
Contoh: Metoprolol. Sangat mudah diabsorbsi dan kecepatan absorbs
nya lebih besar dari keceparan ekskresinya.
-Kelas II: Permeabilitas tinggi Kelarutan Rendah
Contoh: Glibenclamida
Bioavailibilitasnya dibatasi oleh kecepatan solvasinya. Ada
hubungan antara bioavailibilitas secara in vivo dan in vitro.
-Kelas III: Permeabilitas Rendah Kelarutan tinggi
Contoh: simetidin. Absorbsinya dibatasi oleh kecepatan permeasinya
tetapi obat tersebut dapat tersolvasi dengan cepat. Jika formulasi tidak
mengubah permeabilitas atau durasi di dalam gastrointestinal, maka kriteria
kelasi I bisa digunakan.
-Kelas IV: Permeabilitas Rendah Kelarutan Rendah
Contoh: HCT. Senyawa ini mempunyai bioavailibilitas yang rendah
sekali. Biasanya tidak diabsorbsi dengan baik di sepanjang mucosa intestinal
dan variabilitasnya tinggi.
V.
Penentuan Kelarutan
Penentuan Kelarutan:
-Menggunakan Profil pH-Kelarutan dari obat uji dalam media
dengan pH antara 1-7,5
-Menggunakan Metode pengocokan dalam botol atau metode
titrasi
-Menggunakan Analisis dengan pengujian yang menunjukkan
stabilitas yang sudah divalidasi
4.
VI.
Penentuan Permeabilitas
Penentuan permeabilitas
A. Jumlah obat yang diabsorpsi dalam tubuh
-Studi farmakokinetik
-Studi bioavailibilitas absolut
B. Metode permeabilitas intestinal:
-Penelitian perfusi intestinal pada manusia secara in vivo
-Penelitian perfusi intestinal pada hewan coba secara in
vivo atau in situ
-Percobaan permeasi secara in vitro dengan jaringan usus
manusia atau hewan
-Percobaan
permeasi melewati sel epitel monolayer secara in vitro
VII.
Penentuan Disolusi
Penentuan Disolusi
-Menggunakan Aparatus I USP pada 100 rpm atau apparatus II
USP pada 50 rpm
-Media disolusi sebanyak 900 mL: 0,1N HCl atau cairan
lambung buatan , pH 4,5 dan pH dapar 6,8 atau cairan intestinal buatan
-Bandingkan profil disolusi dari hasil uji dengan profil
baku pembanding menggunakan factor kesetaraan (f2)
VIII.
Syarat untuk BCS Biowaiver
Syarat untuk BCS Biowaiver
-Disolusi yang sama dan cepat
-Permeabilitas yang tinggi
-Kelarutan yang besar
-Jendela/index terapi yang lebar
-Bahan
tambahan yang digunakan dalam sediaan adalah bahan yang sebelumnya sudah
disetujui FDA untuk digunakan untuk bentuk sediaan padat cepat lepas
IX. Data
Pendukung yang diperlukan
A. Data pendukung disolusi yang sama dan cepat
-Penjelasan yang jelas tentang produk yang digunakan untuk uji
disolusi
-Data disolusi diperoleh dari 12 produk uji dan produl
banding pada setiap interval uji yang spesifik untuk setiap dosis. Representasi
rata rata dari profil disolusi produk uji dan produk pembanding dalam 3 media.
B. Data pendukung Permeabilitas yang tinggi:
-Untuk studi farmakokinetik, informasi dalam design penelitian
dan metode yang digunakan bersama dengan data farmakokinetik
-Untuk metode permeabilitas langsung, informasi kesesuaian
metode pendukung dengan penjelasan setiap metode studi, kriteria manusia yang
menjadi subjek penelitian, binatang, atau sel epitel, konsentrasi obat,
penjelasan dari metode analisis, metode untuk menghitung jumlah obat yang
diabsorpsi atau permeabilitas dan informasi potensi eliminasi obat tersebut
(jika diperlukan).
5.
-Menghitung
jumlah yang diabsorpsi atau permeabilitasnya
-Sebuah daftar dari obat uji terpilih bersama dengan data
tentang jumlah absorpsi dalam tubuh manusia digunakan untuk menentukan
kesesuaian metode, nilai permeabilitas dan kelas untuk setiap obat uji, dan
kurva dari banyaknya obat yang diabsorpsi sebagai fungsi permeabilitas dengan
identifikasi batasan tinggi rendahnya permeabilitas dan standard internal yang
dipilih.
-Data permeabilitas pada zat aktif obat, standard internal,
informasi stabilitas dan mekanisme transport pasif pendukung yang sesuai dan
metode yang digunakan untuk mengembangkan permeabilitas yang tinggi atas zat
aktif obat yang diuji
C. Data yang mendukung Kelarutan yang Besar:
- Penjelasan Metode Uji (Metode analitik, komposisi buffer)
- Informasi struktur kimia, bobot molekul, tetapan
disosiasi, dan sifat bahan obat
- Hasil uji dirangkum dalam sebuah table yang berisi
informasi tentang pH larutan, kelarutan obat, volume yang diperlukan untuk
melarutkan obat dengan dosis maksimum.
- Representasikan rata rata profil
pH-Kelarutan dalam bentuk grafik
X. Contoh
Aplikasi BCS untuk Ranitidin Hydrochloride
Contoh yang
dapat digunakan untuk menggabarkan aplkasi BCS adalah penelitian yang dilakukan
oleh D.M.Barrends, dkk. Tentang peninjauan ulang kelas BCS untuk Ranitidin
Hydrochlride yang diterbitkan di Wiley Inter Science (www.interscience.wiley.com).
Data
eksperimental dan literature yang berkaitan dengan keputusan yang mengijinkan
seorang waiver tidak perlu melakukan uji bioekuivalen untuk perijinan bentuk
sediaan yang mengandung Ranitidin HCl akan ditinjau ulang. Berdasarkan BCS
terbaru, Ranitidin diklasifikasikan sebagai kelas III, akan tetapi berdasarkan
index terapi, data dan sifat farmakokinetiknya serta data mengenai kemungkinan
interaksi dengan eksipien, seorang biowaiver sebenarnya bisa disarankan bentuk
sediaan yang cepat terdisolusi dan mengandung eksipien yang dilaporkan dalam
penelitian tersebut.
Dalam penelitian
tersebut, dikatakan bahwa sifat alami dari Ranitidin HCl adalah sangat mudah larut
dan kurang permeable.
Dikatakan
sangat mudah larut karena kelarutan Ranitidin dalam air adalah 660 mg/mL.
Bahkan Kelarutan Ranitidin pada rentang pH 1-7,4 adalah 550 mg/mL Karena dosis
maksimumnya adalah 300 mg, maka kelarutannya akan kurang dari 0,55 mL, sangat
jauh dibawah batas volume kelarutan 250 mL. Data ini didapat pada suhu kamar
sedangkan kriteria sangat mudah larut dari FDA harus ditentukan pada suhu 37,
akan tetapi karena peningkatan suhu sebanding dengan peningkatan kelarutan maka
bila pada suhu kamar bersifat sangat mudah larut maka pada suhu 37 juga
bersifat sangat mudah larut. Ranitidin dikatakan kurang permeable karena
ranitidine adalah substrat protein P-gp, yaitu protein yang akan mengeliminasi
Ranitidin sehingga ketika ranitidine cepat terdisolusi dari bentuk sediaan,
maka akan terjadi penjenuhan protein P-gp.
Kesimpulan dari
penelitian tersebut adalah Ranitidin HCl dapat diklasifikasikan menjadi kelas
III BCS API. Peraturan yang sekarang menggambarkan bahwa Ranitidin HCL sebagai
kelas I BCS API jika produk hanya mengandung zat aktif Ranitidin HCl saja.
Sementara itu,
6.
persyaratan yang sekarang mempunyai aspek berbeda yang
menjadi perhatian. Data yang dievalusi dan didiskusikan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa keamanan yang beralasan untuk memberikan seorang biowaiver
untuk bentuk sediaan padat oral ini jika
diformulasikan menggunakan eksipien yang ada dalam table 2 dalam jumlah yang
umum digunakan dan hasil uji produk tersebut adalah cepat terdisolusi.
Daftar Pustaka
1.http://www.dissolutiontech.com/DTresour/201103Articles/DT201103_A05.pdf
3.http://www.fda.gov/AboutFDA/CentersOffices/OfficeofMedicalProductsandTobacco/CDER/ucm128219.htm