Pasang Iklan Di Sini

Thursday, July 19, 2012

Jalan Menuju Nibbana

DIBUTUHKAN SEGERA KARYAWAN UNTUK MENJAGA TOKO PRIA / WANITA MINIMAL LULUSAN SMP
KIRIM CV KE ALAMAT EMAIL :
ricky_kurniawan02@yahoo.com
PALING LAMBAT TANGGAL 31 DESEMBER 2014


======================================================
Dijual biji jagung Popcorn ukuran:
1. 200 gram   = Rp. 8.000,-
2. 250 gram   = Rp. 10.000,-
3. 500 gram   = Rp. 20.000,-
4. 1000 gram = Rp. 40.000,-

Bagi yang berminat hubungi : 089652569795 / pin bb: 7dfe719a

Nibbana atau yang sering dikenal dengan Nirwana bukanlah merupakan sebuah tempat layaknya surga tetapi merupakan sebuah kondisi atau keadaan batin yang sudah terbebas dari penderitaan. Ada sebuah kitab suci dalam agama Buddha yang menuliskan bahwa justru kondisi tidak merasakan apa apa lah yang merupakan kebahagiaan tertinggi. Saya memberikan ilustrasi seperti orang yang sedang masih dapat menjaga kesadarannya tetapi dalam kondisi tidur pulas tanpa mimpi. Orang yang sedang tidur pulas tanpa mimpi itulah yang saya analogikan sebagai kebahagiaan tertinggi.
Tetapi apa yang sebenarnya dialami oleh orang yang sudah mencapai Nibbana tidaklah mungkin bisa dijelaskan kepada orang yang belum mencapainya. Hal itu karena hanya orang yang sudah mencapai Nibbana saja yang mengetahuinya. Saya berikan contoh bila ada 2 orang sedang berdiskusi tentang rasa pedasnya cabe dimana salah seorang tersebut sudah pernah merasakan pedasnya cabe sedangkan yg satu lagi belum pernah merasakan pedasnya cabe. Ketika Orang yang belum pernah merasakan pedasnya cabe ini bertanya " Bagaimanakah Rasanya cabe?", meskipun orang yang sudah pernah merasakannya tadi menjelaskan, orang yang bertanya ini belum tentu bisa memahaminya selama dia belum mencoba merasakannya sendiri. Demikian juga dengan kondisi yang dialami saat pencapaian Nibbana hanya bisa diketahui oleh yang bersangkutan sendiri dan meskipun dijelaskan, pendengarnya pun belum tentu dapat mengerti.

Lalu ada yang menanyakan kemanakah orang yang sudah mencapai Nibbana saat meninggal?
Jawaban nya tidak kemana mana karena Sang Buddha pernah menjelaskan bahwa ada suatu tempat yang tanpa cahaya, tanpa landasan, tanpa ada apapun disana yang mana orang yang sudah mencapai Nibbana kesana tetapi bukan terlahir karena Setelah mencapai Nibbana, tidak ada lagi kelahiran baginya. Saya berikan ilustrasi bagaikan sebuah lilin dengan api yang menyala, ketika api itu dimatikan, kemanakah perginya api itu?? Silahkan anda menjawabnya sendiri.

Nibbana dalam agama Buddha merupakan tujuan akhir para umat Buddha karena Kebahagiaan tertinggi yang diajarkan dalam Agama Buddha adalah Nibbana. Untuk mencapai Nibbana Memang tidak mudah tetapi bukan berarti tidak bisa karena ketika Pangeran Siddharta menjadi Buddha, yang artinya beliau sudah mencapai Nibbana, beliau mengatakan bahwa pencapaian Nibbana bukanlah monopoli dia seorang saja melainkan siapapun juga bisa mencapai Nibbana juga sama seperti beliau jika menempuh jalan dan usaha yang sama seperti yang beliau tempuh.
Saya berikan ilustrasi apabila setiap anda pergi ke sekolah atau pergi bekerja selalu menempuh jalan yang sama setiap harinya, lalu ada tetangga anda yang bertanya kepada anda "Bisakah anda tunjukan jalan kepada saya bila saya ingin menuju ke sekolah yang sama dengan sekolah anda atau menuju ke kantor yang sama dengan kantor anda?" Tentu anda akan menjawab "Ya saya bisa, mari ikuti saya tetapi syaratnya jangan menyimpang dari jalan yang saya tunjukan. Bila saya lurus, anda juga berjalan lurus jangan berbelok, nanti anda bisa nyasar. Bila saya berbelok, Anda jangan Lurus, nanti anda bisa nyasar." demikian juga Sang Buddha bisa menunjukkan jalan menuju Nibbana kepada mereka yang mau berusaha mencapainya dengan syarat orang tersebut benar benar mengikuti petunjuk yang diberikan Sang Buddha, Jangan Menyimpang karena nanti nyasar, tidak akan mencapai Nibbana.

Untuk Itu Sang Buddha Menjelaskan Jalan Menuju Nibbana adalah Jalan mulia berunsur Delapan. Jalan ini hanya 1, tetapi unsurnya ada 8. Bukan berarti jalannya ada 8. Saya berikan contoh bila anda mempunyai kendaraan sepeda atau sepeda motor atau mobil, dimana rodanya mempunyai velg yang mempunyai jari jari, dan bila roda tersebut mempunyai anggaplah 1000 buah jari jari apakah artinya rodanya ada 1000? Tentu saja bukan, tetapi yang benar adalah rodanya hanya 1 tetapi jari jarinya ada 8. Demikian juga jalan mulia berunsur 8, jalnnya hanya 1 tetapi unsurnya ada 8.

Jalan Mulia Berunsur Delapan tersebut adalah:
1. Pandangan Benar (Samma Ditthi)
2. Pikiran/Kehendak Benar
3. Ucapan Benar
4. Perbuatan Benar
5. Usaha Benar
6. Mata Pencaharian Benar
7. Perhatian Benar
8. Konsentrasi Benar (Samma Samadhi)

Kemudian Sang Buddha menjelaskan lebih lanjut masing masing unsur tersebut seperti tertulis dalam

SN 45.8 PTS: S 5.8
Vibhaṅga Sutta Analisa Diterjemahkan dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh Bhikkhu Bodhi © 2011-2012 Terjemahan alternatif: Pāḷi, Bhikkhu Thanissaro

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian mengenai Jalan Mulia Berunsur Delapan dan Aku akan menganalisanya untuk kalian. Dengarkan dan perhatikanlah, Akuakan menjelaskan.”

“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu
itu menjawab.
Sang Bhagavā
berkata sebagai berikut:
“Dan apakah, para bhikkhu, Jalan
Mulia Berunsur Delapan itu? Pandangan Benar ... Konsentrasi
Benar. [1]

“Dan apakah, para bhikkhu, pandangan benar? Pengetahuan atas penderitaan, pengetahuan atas asal-mula penderitaan [9] pengetahuan atas lenyapnya penderitaan, pengetahuan atas jalan menuju lenyapnya penderitaan: ini disebut pandangan benar.

“Dan apakah, para bhikkhu, kehendak benar? Kehendak untuk melepaskan keduniawian, kehendak untuk tidak memusuhi, kehendak untuk tidak mencelakai: ini disebut kehendak benar.

“Dan apakah, para bhikkhu, ucapan benar? Menghindari ucapan salah, menghindari ucapan yang memecah belah, menghindari ucapan kasar, menghindari gosip: ini disebut
ucapan benar.

“Dan apakah, para bhikkhu, perbuatan benar? Menghindari pembunuhan, menghindari
mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari perbuatan seksual yang salah: [2] ini disebut perbuatan benar.

“Dan apakah, para bhikkhu, penghidupan benar? Di sini seorang siswa mulia, setelah
meninggalkan cara penghidupan yang salah, mencari penghidupan dengan cara penghidupan yang benar: ini disebut penghidupan benar.

“Dan apakah, para bhikkhu, usaha benar? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu memunculkan keinginan untuk tidak memunculkan kondisi-kondisi tidak bermanfaat yang belum muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengarahkan pikirannya, dan berupaya. Ia memunculkan keinginan untuk meninggalkan kondisi-kondisi tidak bermanfaat yang telah muncul.... Ia memunculkan keinginan untuk
memunculkan kondisi-kondisi bermanfaat yang belum muncul....
ia memunculkan keinginan untuk mempertahankan kondisi-kondisi
bermanfaat yang telah muncul, untuk ketidakmundurannya, untuk meningkatkannya, untuk memperluasnya, dan memenuhinya melalui pengembangan; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengarahkan pikirannya, dan berupaya. Ini disebut usaha benar.

“Dan apakah, para bhikkhu, perhatian benar? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu merenungkan jasmani di dalam jasmani, tekun, memahami dengan jelas, penuh perhatian,
setelah melenyapkan keserakahan dan ketidaknyamanan sehubungan dengan dunia. Ia
merenungkan perasaan di dalam perasaan, tekun, memahami dengan jelas, penuh perhatian, setelah melenyapkan keserakahan dan ketidaknyamanan sehubungan dengan dunia. Ia merenungkan pikiran di dalam pikiran, tekun, [10] memahami dengan jelas, penuh perhatian, setelah melenyapkan keserakahan dan ketidaknyamanan sehubungan dengan dunia. Ia merenungkan fenomena di dalam fenomena, tekun, memahami dengan jelas, penuh perhatian, setelah melenyapkan keserakahan dan ketidaknyamanan sehubungan dengan dunia. Ini disebut perhatian benar.

“Dan apakah, para bhikkhu, konsentrasi benar? Di sini, para bhikkhu, dengan terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang timbul dari keterasingan. Dengan meredanya awal pikiran dan kelangsungan pikiran, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan internal dan keterpusatan pikiran,
yang tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dan memiliki kegembiraan dan kebahagiaan yang timbul dari konsentrasi. Dengan meluruhnya kegembiraan, ia berdiam dalam keseimbangan dan penuh perhatian dan pemahaman jernih, ia mengalami kebahagiaan dalam jasmani; ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga yang dikatakan
oleh para mulia: ‘Ia seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dalam kebahagiaan.’ Dengan meninggalkan kesenangan dan kesakitan, dan dengan meluruhnya kegembiraan dan ketidaknyamanan sebelumnya, ia masuk dan berdiam dalam jhāna
ke empat, yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan dan termasuk pemurnian perhatian oleh keseimbangan. Ini disebut konsentrasi benar.”

No comments:

Post a Comment