MENGHADAPI KEGELISAHAN
DAN KETAKUTAN DALAM HIDUP
Ratiya jayati soko, ratiya jayati
bhayam
Ratiya vippamuttassa, natthi soko
kuto bhayam
Dari kemelekatan
timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan
Bagi orang yang telah
terbebas dari kemelekatan
Tiada lagi kesedihan
maupun ketakutan (Dhammapada ; 214)
Dalam menjalani kehidupan sehari hhari,
banyak cara yang ditempuh orang untuk memperoleh kedamaian. Apapun yang
dilakukan demi mencapai keinginannya tersebut, tetapi pada kenyataannya tidak
semua keinginan itu dapat terpenuhi. Sebaliknya kegelisahan dan ketakutan dalam
hiduplah yang didapat akibat dari ketidakmampuan membedakan dengan jelas,
apakah yang dijalaninya itu benar-benar menghasilkan kedamaian atau malah
sebaliknya mendatangkan kegelisahan dan ketakutan. Dalam hal ini seseorang
harus berjuang untuk mempertahankan kehidupannya agar kegelisahan dan ketakutan
dapat teratasi. Mempunyai materi yang cukup atau bahkan berlebihan dan tidak
menjamin bahwa hidupnya selalu damai. Apalagi yang kekurangan materi, mungkin
merasa beban hidupnya semakin bertambah sehingga kegelisahan dan ketakutan
menjadi bagian dan hidupnya. Kita sebagai manusia yang belum terbebas dari
belenggu kekotoran batin tentunya tidak bisa terhindar sepenuhnya dari
kegelisahan dan ketakutan.
Kegelisahan dan ketakutan sesungguhnya
bersumber dari pikiran kita sendiri. Dalam Anguttara Nikaya 184, terdapat empat
sebab munculnya kegelisahan dan kettakutan:
1. Kemelekatan
terhadap nafsu kesenangan indera.
Setiap orang
tentu mendambakan kesenangan kesenangan duniawi, seperti melihat hal-hal yang
indah atau menyenangkan, mendengarkan suara yang merdu, mencium aroma yang
wangi, makan makanan enak, memiliki rumah yang bagus, pakaian yang indah, alat
tranpsortasi yang bagus, serta memiliki keluarga yang harmonis. Kesenangan
indera tersebut merupakan kesenangan yang menyimpan derita, karena banyak orang
yang tidak bisa melepas kesenangan-kesenangan tersebut.
2. Kemelekatan
terhadap tubuh
Tubuh yang sehat
adalah dambaan setiap orang. Namun, tubuh pun akan berproses sesuai dengan
sifatnya yaitu akan mengalami perubahan. Apabila kita tidak menyadari perubahan
dari tubuh maka melekat pada keindahan tubuh akan memunculkan kegelisahan dan
ketakutan.
3. Merasa
belum melakukan perbuatan bajik dan bermanfaat
Dalam kehidupan
sehari-hari kita selalu dikejar oleh kebutuhan hidup, baik yang sudah berumah
tangga maupun yang belum berumah tangga. Sehingga apabila kita sibuk mencari
ekebutuhan hidup saja da tidak menghiraukan perbuatan bajik dan bermanfat dalam
hidup, maka pada saat mengalami sakit yang kritis, kita tidak memiliki bekal
kebajikan yang cukup. Sehingga membuat kita gelisah dan takut akan kehidupan
selanjutnya.
4. Masih
memiliki keraguan dan kebingungan terhadap Dhamma
Di lingkungan
tempat kita tinggal kita sendiri dari berbagai macam suku yang mempunyai
tradisi masing masing. Kehidupan kita tidak bisa terlepas dari tradisi. Setiap
daerah memiliki tradisinya masing masing. Apabila kita hidup dalam tradisi yang
kuat, maka orang yang sering belajar Dhamma dan tidak mempraktikkannya akan
mempunyai keyakinan yang lemah. Sehingga kemelekatan pada tradisi inilah yang
menyebbakan seseorang mengalami kegelisahan dan ketakutan.
Sebab-sebab kegelisahan dan ketakutan
yang sudah kita ketahui ini bisa kita hadapi dengan lima perenungan yang
terdapat dalam Anguttara Nikaya, 57 :
1.
Perenungan terhadap usia tua
Aku wajar mengakami usia tua. Aku takkan mampu
menghindari usia tua. Ketika masih muda dengan rambut yang berwarna hitam,
kulit yang masih kencang, tenaga yang masih kuat serta indera-indera yang masih
normal. Kita sering membuang waktu dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Tetapi
bagi kita yang mengerti tentang perenungan terhadap usia tua, maka kita tidak
akan membuang-buang waktu dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dan ketika kita
mengalami perubahan pada jasmani seperti; rambut menjadi putih, kulit menjadi
keriput, tenaga menjadi berkurang serta inderanya sudah tidak berfungsi dengan
baik lagi. Kita akan tetap tenang dan tidak gelisah serta tidak takut akan
perubahan itu.
2.
Perenungan terhadap penyakit
Aku wajar menyandang penyakit. Aku takkan mampu
menghindari penyakit. Terlahir menjadi manusia tidak akan lepas dari sakit.
Sakit merupakan bagian dari kehidupan yang akan kita alami. Dengan sering
merenungkan bahwa kita tidak akan terhindar dari sakit maka kegelisahan dan
ketakutan yang merupakan penyakit pikiran akan bisa teratasi. Sehingga, pada saat
sakit fisik datang, kita tidak akan menambah dengan penyakit pikiran.
3.
Perenungan terhadap kematian
Aku wajar mengalami kematian. Aku takkan mampu
menghindari kematian. Setiap kelahiran pasti akan diakhiri dengan kematian.
DEngan kita merenungkan tentang kematian, kita akan hidup dengan waspada dan
hati-hati dalam berpikir, berucap, dan berperilaku, sehingga kegelisahan dan
ketakutan bisa kita kurangi.
4.
Perenungan terhadap perubahan
Segala milikku yang kucintai dan kusenangi wajar
berubah, wajar berpisah dariku. Manusia dalam menjalani hidup memerlukan
kebutuhan hidup seperti apakaian, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan.
Kita juga memiliki orang tua, keluarga, serta teman-teman. Tetapi yang harus
kita pahami bahwa suatu saat apa yang kita miliki, cintai, dan senangi akan
berubah dan berpisah dengan kita. Oleh karena itu, perenungan tentang perubahan
ini mengajarkan kita agar tidak melekat pada apapun yang selama ini kita anggap
miliki kita.
5.
Perenungan tentang hukum kamma
Hukum kamma merupakan hukum yang berlaku universal
kepada siapa saja, kapan saja, serta dimana saja. Dengan kita merenungkan
tentang hukum kamma, maka kita akan lebih berhati-hati lagi dalam bertindak.
Pengertian yang benar tentang Dhamma dan mau
mempraktikkannya akan emmbantu kita dalam mengimbangi kesenangan-kesenangan
duniawi. Sehingga kemelekatan yang membawa kita pada penderitaan seperti
kegelisahan dan ketakutan akan dapat kita kurangi. Semoga kita semua tetap
terus mempraktikan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga semua mahluk hidup berbahagia.
Sumber : Berita Dhammacakka No. 1090
Ceramah Dhamma Oleh : Bhikkhu Ratanaviro, Minggu tanggal 31 Mei 2015
No comments:
Post a Comment