DIBUTUHKAN SEGERA KARYAWAN UNTUK MENJAGA TOKO PRIA / WANITA MINIMAL LULUSAN SMP
KIRIM CV KE ALAMAT EMAIL :
ricky_kurniawan02@yahoo.com
PALING LAMBAT TANGGAL 31 MARET 2015
KIRIM CV KE ALAMAT EMAIL :
ricky_kurniawan02@yahoo.com
======================================================
Dijual biji jagung Popcorn ukuran:
1. 200 gram = Rp. 8.000,-
2. 250 gram = Rp. 10.000,-
3. 500 gram = Rp. 20.000,-
4. 1000 gram = Rp. 40.000,-
Bagi yang berminat hubungi : 089652569795 / pin bb: 7dfe719a
1. 200 gram = Rp. 8.000,-
2. 250 gram = Rp. 10.000,-
3. 500 gram = Rp. 20.000,-
4. 1000 gram = Rp. 40.000,-
Bagi yang berminat hubungi : 089652569795 / pin bb: 7dfe719a
PERLINDUNGAN MENURUT PANDANGAN AGAMA BUDDHA
A. Pendahuluan
Suatu hal yang sangat baik dalam kehidupan kita untuk mengembangkan kebajikan dan bermanfaat bagi kemajuana diri adalah hidup sesuai dengan dhamma, seperti menjalankan kehidupan suci, melaksanakan kebaktian, membaca paritta, mantra, maupun sutra, berlatih meditasi, suka berdana, memohon sila dan dhamma dan lain sebagainya. Itulah suatu ajaran yang membawa kepada kebahagiaan yang telah di babarkan oleh Sang Buddha. Dalam kesempatan ini kita akan membahas mengenai suatu perlindungan dalam agama Buddha. Apa yang sebenarnya dinamakan dengan perlindungan itu ? mengapa kita sering mencari suatu perlindungan ? dan apa kata Sang Buddha mengenai suatu perlindungan itu ? Inilah yang akan kita bahas bersama pada kesempatan ini.
Sudah menjadi suatu hal yang umum bahwa setiap manusia selalu berusaha untuk mencari suatu perlindungan, tidak perduli apakah dia orang yang kaya, miskin, tinggi, pendek, besar atau kecil dan apakah ia laki-laki atau perempuan, bahkan dari agama apapun juga. Kepada siapa mereka berlindung, hal ini tergantung pada keyakinan mereka masing-masing individu itu sendiri.
Sebagai umat Buddha seharusnya tahu kepada siapa kita harus berlindung ? Apakah kepada Buddha, Dhamma dan Sangha ? Atau mungkin kepada para dewa atau dewi di alam surga ? Mungkinkah itu terjadi dalam kehidupan kita. Kalau begitu marilah kita belajar Buddha Dhamma bukan hanya mengenal kulit luarnya saja, tetapi lebih jauh kedalam, itu lebih bagus dan tentun di perlukan suatu pemahaman yang lebih baik. Kalau kita hanya mengenal kulit luarnya saja dalam Buddha Dhamma maka akan kebinggungan dalam mencari suatu perlindungan itu, yang penting datang ke vihara, sembahyang tancap hio itu pikirnya sudah beres semuanya.
Sementara yang lain ada yang masih kebingungan dalam mencari suatu perlindungan. Penganut kepercayaan yang lain dengan penuh keyakina untuk mempropagandakan “percayalah kepadaNya maka engakau akan selamat”. Ahkirnya kita sendiri yang merasa kebinggungan untuk mendengarkan dari berbagai arah yang tak menentu. Namun saya yakin Anda semua pasti setuju bahwa keyakinan kepada perlindungan itu tidak cukup ditimbulkan dari hasil propaganda saja, akan tetapi harus melalui proses berpikir yang positif. Sekarang kita telah satu-persatu secara positif, sehingga kita yakin seyakin-yakinya, tidak secara membuta atau terpengaruh dari rayuan dan propaganda yang ada di luar, sekarang siapakah yang sebenarnya menjadi perlindungan itu.
B. Mengapa Mencari Perlindungan ?
Hal ini dapat kita contohkan, seorang anak kecil yang berlari-lari mencari ibunya sambil berteriak, “Bu…..kakak jahat, Bu !” Dibelakangnya tampak sang kakak mengejarnya sambil, mengacungkan kepalan tangannya. Sementara Si adik kecil meminta suatu perlindungan kepada ibunya. Orang kekar dan jago bertinju pun juga ingin mencari suatu perlindungan dengan mencari tukang pukul dan sejenisnya, sebab merasa takut dan merasa cemas akan keselamatannya.
Bukan hanya kepada mahluk-mahluk yang dapat dilihat saja kita mencari suatu perlindungan. Tetatpi juga kepada mahluk yang tidak terlihat, bahkan yang tidak diketahui secara keberadaanya. Kita mencari perlindunga, yakni dengan anggapan bahwa mahluk tersebut mampu untuk menyelesaikan dan mengatasi segala masalah kita serta memberikan kebahagia. Berbagai fakta menunjukan bahwa banyak sekali orang yang takut pada masa depannya. Berbagai upaya ia lakukan untuk menangkal hal-hal yang buruk (sial), mulai dari mendatangi tukang ramal, dukun, dengan mengantongi berpuluh-puluh jimat, bersembahyang meminta-minta keselamatan di vihara, klenteng, ataupun ditempat-tempat yang dianggap keramat, serta berbagai upaya yang lainnya ia lakukan.
Ini semua dilakukan untuk lebih menenangkan perasaan yang merasa takut atau was-was, jika memang demikian adanya, alangkah sia-sianya bagi mereka yang mengantungkan atau memasrahkan ketenangan dirinya hanya pada beberapa kalimat doa atau pada beberapa kantong jimat yang Cuma berisikan kembang maupun bentuk tulisan-tulisan. Tetapi pada saat dimana yang mereka harapkan melalui doa-doanya itu tidak tercapai, timbullah penderitaan, penyesalan, putus asa, kekecewaan dan sebagainya. Memang sungguh sulit menghilangkan pandangan seperti itu. Bukan hanya dalam kehidupan sekarang ini kita terikat dengan bentuk ritual dan upacara- upacara seperti itu, tetapi juga dengan bentuk ketahayulan yang sudah berjuta-juta sampai tak terhitung berapa kali kita mengalami bentuk kelahiran, kemelekatan yang masih ada didalam kehidupan kita. Dengan demikian, kita sekarang inilah saat yang paling tepat, selagi kita terlahir sebagai manusia dan mengenal dhamma untuk menghapus setahap demi setahap pandangan salah itu. Sungguh sulit untuk dapat terlahir sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk mendengarkan ajaran kebenaran, begitu pula sungguh sulit munculnya seorang Buddha (Dhammapada, XIV : 182).
Secara umum bahwa manusia mencari perlindungan karena adanya rasa takut, dan keinginan untuk mendapatkan kebahagiaan. Apa yang mendasari timbulnya ras takut dan keinginan untuk mencapai suatu kebahagiaan itu? Pada dasarnya manusia cenderung untuk memberontak dan tidak merasa puas pada satu kondisi yang dianggapnya tidak menyenangkan seperti; dicela, tidak disenangi di masyarakat (nama buruk), dirugikan, berpisah dengan orang yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, dan sebagainya. Kondisi batin diatas bisa muncul karena adanya keserakahan (loba) dan keinginan untuk selalu dalam kondisi yang menyenangkan. Maka melalui keinginan yang kuat terhadap suatu obyek, akan menimbulkan penderitaan dan ketakutan. Takut kalau keinginanya tidak tercapai dan takut untuk mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan
Jelaslah bahwa yang mendasari timbulnya ketakutan adalah lobha, dosa, dan moha dalam batin. Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbulah ketakutan, dari nafsu timbullah kesedihan, dari nafsu timbulahketakutan, dari keinginan timbulah kesedihan, dari keinginan timbul ketakutan bagi orang yang terbebas dari kemelekatan dan keinginan tiada lagi kesedihan dan ketakutan.
C. Perlindungan Dalam Hal Umum
Perlindungan dalam pandangan umum dapat dikatakan adalah sesuatu yang dituju dan dapat memberikan suatu ketenangan serta rasa aman, apabila seseorang merasa susah dan sedih akan hal-hal yang dialaminya maka akan berusaha untuk mencari suatu ketenangan dan ketentraman. Ketika pendudukMalasiya negara tetangga kita yang semakin padat, karena semakin banyak tenaga kerja dari Indonesia secara tidak resmi maka melakukan deportasi dan ahkirnya banyak para tenaga kerja Indonesia yang terlantar maka dengan penuh kebijaksanaan pemerintah Indonesia berusaha untuk melindunginya, menanggung biaya penggembalian penduduknya ke asalnya dan memberikan pengarahan, ketika nilai rupiah anjlok, maka para ibu-ibu rumah tangga berusaha untuk melindungi hartanya dengan membeli dolar, ketika seseorang mengalami frustasi dan cemas ia mungkin mencari perlindungan kepada sahabatnya dan ketika ajalnya datang mendekat, mungkin pula mencari suatu perlindungan tentang kepercayan adanya surga yang kekal abadi. Tetapi itu semua bukanlah bentuk perlindungan yang aman atau utama. Karena tidak didasarkan atas kenyataan dan tidak akan membebaskan kita dari penderitaan.
D. Perlindungan Yang Aman
Orang mencari perlindungan karena adanya rasa takut dan berkeinginan untuk tenang, tentram dan bahagia, maka sesuatu dapat dikatakan sebagai perlindungan yang aman jika mampu menghilangkan rasa takut dan memberikan kebahagiaan seseorang. Untuk mencari perlindungan seperti itu orang dapat melakukannya dalam dua level, yaitu :
1.Kebanyakan dilakukan oleh orang-orang yaitu mencari perlindungan kepada mahluk lain atau yang berada di luar diri sendiri. Mereka selalu mengharapkan kesejahteraan, keselamatan, usia panjang, dengan memohon mahluk yang lain, tetapi masih menyakiti dan menyiksa mahluk lain yang lebih lemah. Memohon untuk terlahir dialam yang berbahagia setelah kematiannya, namun masih tetap melakukan perbuatan yang tercela dalam hidupnya.
2.Ia menyadari suatu perlindungan yang aman dapat ia cari dari perbuatannya sendiri. Tak ada sesuatu pun yang timbul tanpa adanya suatu sebab yang mendahuluinya. Keselamatan, kesehatan, penyakit, penderitaan maupun nama baik timbul karena suatu perbuatanya sendiri. Mendapatkan kekayaan karena giat bekerjadan berusaha (faktor masa sekarang), sering berdana (faktor masa lalu) serta tidak suka mencuri barang orang lain semua ini tersirat dalam kutipan parita Brhamaviharaparanam, yaitu:
……………Aku adalah pemilik karmaku sendiri, pewaris karmaku sendiri, terlahir dari karmaku sendiri, behubungan dari karmaku sendiri, terlindungi oleh karmaku sendiri, apapun karma yang kuperbuat, baik atau buruk itulah yang akan ku warisi.
Dengan demikian setiap saat penuh dengan pengendalian diri, menyadari akan hal ini dan menyelidiki kedalam batin sendiri, maka kebahagiaan (Nibbana) adalah buahnya, yaitu lenyapnya semua kekotoran batin (loba, dosa, moha) yang berarti pula lenyapnya rasa takut dan tercapainya kebahagian yang sejati, berada diluar baik dan buruk tak ada rasa pamprih lagi, inilah perlindungan yang aman.
E. Perlindungan Utama Dalam Ajaran Sang Buddha
Apa yang dimaksud perlindungan yang utama? Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini, Sang Buddha bersabda; “Ia yang berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha dengan penuh kebijaksanaan dapat melihat empat kesunyataan mulia, yaitu: Dukkha, sebab dari dukkha, akhir dari dukkha serta jalan mulia berfaktor delapan yang menuju akhir dukkha. Sesungguhnya itulah perlindungan yang utama, dengan pergi mencari perlindungan seperti itu, orang akan bebas dari penderitaan (Dhammapada XIV ; 190-192).
Sekarang apa yang dimaksud perlindungan terhadap Buddha? Jika seseorang pergi berlindungBuddha, maka ia harus menyadari dan menerima kenyataan bahwa ia pun dapat mencapai apa yang telah dicapai oleh Sang Buddha. Apa yang telah dicapai oleh Sang Buddha? Sang Buddha telah mencapai suatu ketenangan, kebahagiaan, kesempurnaan tertinggi dan Nibbana. Kita pun bisa mencapai ketenangan, kebahagiaan, kesempurnaan tertiggi dan Nibbana. Yang menjadi suatu pernyataan adalah saat ini bagaimana caranya? Apakah hanya cukup menyatakan aku berlindung pada Buddha? Tentu tidak! Jawaban atas pertanyaan ini dapat kita temui dalam perlindungan yang ke dua yaitu perlindungan terhadap Dhamma.
Suatu ketika Sang Buddha berada dipinggiran sebuah hutan, beliau lalu mengambil segenggam daun yang berserakan di tanah dan berkata;” Wahai para Bhikkhu….. yang mana lebih banyak daun yang ada di hutan atau yang ada pada genggaman saya?”. Bhikkhu pun menjawab daun dihutanlah jauh lebih banyak Bhante. Sang Buddha melanjutkan “Begitu pula Dhamma yang telah diketahui adalah sebanyak daun yang ada di hutan tetapi Dhamma yang kuajarkan kepada-Mu hanyalah bagaikan segenggam daun ini, tetapi ini adalah cukup untuk membebaskan dari penderitaan”.
Atas dasar pernyataan tersebut jelaslah bahwa Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha adalah Dhamma yang merupakan pelindung kita yang ke dua dapat membebaskan diri kitadari penderitaan dan mencapai kebahagiaan. Perlindungan terhadap Dhamma berarti berusaha memahami empat kesunyataan mulia dan melandasi hidup kita dengan jalan mulia beruas delapan.
Perlindungan kita yang ketiga adalah perlindungan tehadap Sangha. Yang dimaksudkan perlindungan terhadap sangha adalah menerima dukungan inspirasi serta bimbingan dari mereka yang melaksanakan jalan mulia beruas delapan, siapakah mereka? Mereka adalah para Bhikku Sangha baik yang telah mencapai tingkat kesucian maupun yang belum. Itulah tiga perlindungan yang utama dan yang aman, perlindungan yang nyata dan dapat diandalkan bagi siapapun mahkluk di dunia, maka dari itu temukanlah tiga perlindungan ini dan manfaatkan sehingga penderitaan dapat di ahkirinya dan kebahagiaan tercapai.
Ada sebuah syair yang memperkokoh perlindungan ini dan meningkatkan rasa keyakinan kita kepada Sang Tri Ratna yaitu :
*Tiada perlindungan lain bagiku Sang Buddha – lah sesungguhnya perlindunganku
* Tiada perlindungan lain bagiku Sang Dhamma – lah sesungguhnya perlindunganku*Tiada perlindungan lain bagiku Sang Sangha – lah sesungguhnya perlindunganku
Berkat kesungguhan peryataan ini semoga aku/ Anda selamat dan sejahtera.
(Paritta Saccakriya Gatha).
Ketiga syair inilah yang memiliki esensi yang sama, karena ketiganya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainya. Sang Buddha mewujudkan Dhamma, Dhamma dilestarikan oleh Sangha. Sedangkan Sangha adalah siswa Sang Buddha. Ibaratnya tigatiang kayu yang saling menopang dan menyangga dengan baik.Jika kita berlindung salah satu maka secara otomatis berlindung kepada ketiganya. Sang Buddha adalah perlindungan yang tertinggi demikian pula Dhamma dan Sangha dalam sifatnya yang khusus secara masing-masing.
Didalam kesempatan yang lain Sang Buddha menyatakan bahwa diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri, mendengar peryataan tersebut mungkin diantara kita, bertanya-tanya. Apakah pertanyaan tersebut saling berlawanan? Jika dilihat sepintas tampaklah memang berlawanan tetapi sesungguhnya adalah tidak. Marilah kita lebih jauh melihat kedepan, jika kita ibaratkan, hidup kita ini seperti sebuah perjalanan yang melintas hutan samsara, kita mengambil Sang Buddha sebagai orang-orang yang terus berjalan pada jalan Dhamma sambil membimbing dan memberikan petunjuk kepada diri kita yang berjalan dibelakang Sangha.
Diri kita yang dimaksudkan disini adalah diri kita sendiri yang semenjak lahir hingga dewasa sampai sekarang ini tidak bisa kita tinggalkan dan telah tergantung pada kita sendiri. Marilah kita simak contoh yang lain, balita tidaklah mungkin memenuhi kebutuhan hidupnya, orang tuanya haruslah selalu membantu dan menopang hidupnya, tetapi dalam hal yang penting justru ia harus tergantung pada diri sendiri, orang tuanya dapat menyediakan makanan dan usaha yang paling mungkin dilakukan adalah meletakan makanan tersebut dimulut si bayi tetapi untuk dapat mencerna makanan tersebut si bayi harus berusaha dan tergantung pada dirinya sendiri. Ketika bayi tersebut berangsur-angsur tumbuh sehat dan menjadi anak-anak maka tiba waktunya untuk sekolah. Disini kembali orang tua hanyalah dapat membantu mencarikan uang sekolah, membayar SPP, member uang jajan, dan keperluan sekolah yang lain. Tetapi dalam hal belajar ia harus tergantung pada dirinya sendiri, ia harus tergantung pada kemampuan mencerap kemampuan pelajaran yang diberikan oleh gurunya, orang tua hanyalah dapat membantunya dalam materi maupun untuk belajar, sejauh mana anak tersebut dapat mencerap pelajaran itu tergantung pada usaha dan kemampuannya.
Dari contoh-contoh diatas jelaslah sudah bahwa Sang Buddha telah memberikan suatu petunjuk, Dhamma yang telah diputar, Sangha telah memberikan contoh dan diri kita sendirilah yang berlatih dalam mengikuti ajaran dan petunjuk Sang guru. Buddha, Dhamma dan Sangha telah menjadikan pelindung bagi kita, diri sendiri yang harus menentukan pada kemampuan dan tekat itu untuk menuju kebahagiaan.
Setelah kita mengetahui bahwa Tisarana telah menjadi perlindungan bagi kita yang dapat diandalkan, mungkin diantara mereka ada yang berpikir dimanakah Sang Buddha bersemayam? Kita yang mempelajari sejarah akan mengatakan bahwa sekarang yang tinggal hanyalah Dhamma dan vinaya. Dhamma dan vinaya yang menjadi wakil Sang Buddha. Hal ini dinyatakan oleh sendiri Sang Buddha menjelang Beliau parinibbana. Tetapi diantara kita ada yang berpikir dengan mengatakan bahwa Sang Buddha telah mencapai kebenaran Dhamma yang kekal. Beliau ada dan tetap ada selamanya, dimana beliau sekarang? Beliau ada didalam kebenaran Dhamma yang kekal. Ungkapan tersebut bukanlah tanpa dasar, jika kita inginkan melihat Sang Buddha kita harus mempraktekan Dhamma, kita harus melestarikan Dhamma dengan melatih konsentrasi dan membangun suatu kebijaksanaan. Hingga suatu saat nanti melihat indahnya dhamma (sang jalan) dengan pandangan yang benar. Sang Buddha telah menyatakan bahwa siapapun yang dapat melihat kebenaran Dhamma berarti dapat melihat Sang Buddha. Kesaksian tersebut menegaskan bahwa SangBuddah ada dan benar-benar dapat dilihat. Jadi memutuskan untuk berlindungan kepada Sang Tri Ratna adalah merupakan satu bentuk perlindungan yang bukan berlindung kepada kekosongan, tetapi Sang Tri Ratna adalah merupakan satu bentuk perlindungan yang sejati.
Salah satu metode latihan yang dapat kita gunakan untuk berlindung kepada Sang Buddha adalah dengan merenungakan sifat-sifat luhur yang dimiliki oleh Sang Buddha yang terungkap dalam syair Paritta Buddhanussati;
“Demikianlah Sang Baghava, Yang Maha Suci yang telah mencapai peneranganan sempurna, sempurna pengetahuan serta tidak-tanduk-Nya, sempurna menempuh Sang Jalan (Nibbana), pengenal segenap alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia yang sadar (bangun, yang patut dimuliakan)……..”
Kita harus brlatih dengan baik dalam perenungan ini, sampai dapat berkonsentrasi maka kegelisahan, kekawatiran, ketakutan dan kekecewaan serta frustasi akan lenyap adanya sehingga akan tampak jelas cara yang baik untuk memecahkan masalah yang ada.
Yang terpenting adalah; mempraktekan pikiran da mempertahankan pikiran juga berada dalam perlindungan Sang Buddha. Pikiran yang berada didalam perlindungan tersebut akan bersifat hangat dan tidak kesepaian, berani tidak takut, kuat tidak lemah dan murni tidak keruh. Pikiran tersebut cenderung memunculkan pandangan benar yan merupakan suatu alat seseorang untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
F. Kesimpulan
Marilah kita berlindung kepada Sang Buddha Guru pembimbing kita dengan cara berkonsentrasi dan membangun suatu kebijaksanaan sehingga kita dapat memiliki keyakinan yang kuat, melihat Sang Dhamma yang berarti melihat Sang Buddha. Ingatlah bahwa Sang Buddha dan ajaranya adalah benar-benar perlindungan kita yang nyata dan dapat diandalkan serta dibuktikan kebenarannya oleh siapapun mahluk didunia ini serta para siswanya, yaitu Sang Sangha yang telah melaksanakan Dhamma dan berupaya teguh pada sila dan vinaya secara sempurna, bertindak jujur, berjalan dijalan yang benar, penuh tanggung jawab dalam tindakan serta patut menerima persembahan, ladang yang subur untuk menanan kebijaksanaan, patut dicontoh. Landasan dari bentuk perlindungan ini adalah kemampuan yang ada pada setiap orang untuk mencapai tingkat-tingkat kesucian.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa Buddah, Dhamma dan Sangha dalam bentuk aspeknya sebagai perlindungan yang mempunyai sifat mengatasi keduniawian, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Buddha, Dhamma dan Sangha merupakan menifestasi dari pada yang Mutlak, Yang Esa, Yang menjadi tujuan terahkir bagi semua mahluk. Buddha, Dhamma dan Sangha sebagai Tiratana adalah bentuk kesucian yang tertinggi yang dapat ditangkap oleh manusia biasa, oleh karena itu diajarka sebagai perlindungan yang tertinggi oleh Sang Buddha. Jadi Buddha, Dhamma dan Sangha adalah merupaka bentuk menifestasi perwujudan, pengejawantahan dari Tuhan Yang Maha Esa dari alam semesta ini, yang di puja dan dianut oleh umat Buddha di dunia sehingga tercapainya Nibbana. Hal ini hanyalah dapat dicapai dan dirasakan dengan suatu usaha dan merealisasinya dari kebenaran Dhamma.
Semoga semua mahluk hidup berbahagia.
Sadhu……Sadhu……Sadhu……….
Sumber Pustaka :
Alm. Ven. Narada Mahathera, 1998, Sang Buddha dan Ajaran-Ajaranya, Yayasan Dhammadipa Arama, Jakarta.
…………,1980, Kebahagiaan Dalam Dhamma, Majelis Buddhayana Indonesia, Jakarta
Dr. R. Surya Widya, pandita Sasanadhaja, 2001, Dhammapada, Yayasan Abdi Dhamma Indonesia, Jakarta
Pandita S. Widyadharma, 1979, Riwayat Hidup Buddha Gotama, Yayasan Pendidikan Buddhis Nalanda, Jakarta.
MELEPASKAN DAN BERPISAH
Oleh Sujayanto
Apabilaseseorang membawa beban yang berat dan tidak kuat lagi membawanya, maka jalan satu-satunya agar ia tidak menderita ialah melepaskan beban itu. Tetapi melepas beban itu berarti kita harus berpisah, dan dalam kehidupan ini tidaklah mudah, karena umumnya manusia sangat terikat sekali dengan miliknya. Namun dengan sedikit pengertian dalam pemahaman dhamma dalam kehidupan sehari-hari hal itu akan sedikit mudah kita lakukan.
Setiap manusia akan berusaha mati-matian untuk mempertahankan milik (hartanya) tersebut. Padahal semua orang mengetahui bahwa miliknya (hartanya) di dunia ini tidaklah kekal. Terikat atau melekat kepada sesuatu yang tidak kekal pastilah akan menimbulkan penderitaan.
Sang Buddha telah menemukan cara yang bijaksana untuk meringankan beban hidup “jangan memegang erat-erat sesuatu apapun yang ada di dunia ini”. Kalau sudah waktunya untuk dilepaskan, ya…….lepaskan dengan iklas. Semua berproses sesuai dengan keadaan dan perubahan di dunia ini tidak ada yang menyimpang dari Niyama-dhamma (Hukum Karma).
Seekor burung yang walaupun dipelihara di dalam sangkar emas, dia tetap akan merasa lebih bahagia bila dilepas dan hidup di alam yang bebas. Begitu pula ketika kita sakit. Salah satu pertanyaan yang dianjurkan oleh dokter adalah apa yang mudah untuk melepaskan? Hal yang sangat sulit tentunya. Jadi mudah melepas merupakan pertanda jasmani yang sehat.
Orang yang makan terus bisa melepas “buang hajat” tidak akan menderita, namun apabila pikiran selalu ingin memiliki terus tanpa ada keinginan untuk melepas “berdana”, batin akan menjadi kikir dan kekikiran tidak akan menimbulkan kebahagiaan. Sebaliknya Dhamma menyatakan bahwa kikir adalah merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Sang Buddha menyatakan “kekikiran seperti karat pada sebuah besi yang sedikit demi sedikit akan merusak besi tersebut”. Jadi sifat kikir yang tidak segera dikikis akan merusak moral seseorang dan akan menyeret ke alam penderitaan. “seseorang yang berkeyakinan dan melaksanakan aturan moralnya dengan sempurna yang memiliki kemasyuran dan kekayaan, dimana saja dia bertempat tinggal disitulah dia akan selalu dihormatinya” (DhammapadaXXII ; 303).
Kathina-kala atau masa kathina yang berlangsung selama sebulan penuh merupakan saat yang sangat tepat bagi umat Buddha untuk melepaskannya, dan melaksanakan kebajikan melalui berdana. Berdana merupakan cara yang mudah untuk dilakukan oleh siapa saja yang ingin mengembangkan kebajikan dan untuk mengikis kekotoran batin yang disebut kemelekatan terhadap milik-lobha (kikir). Dimana berdana adalah pemberian, baik materi, uang, tenaga, perlindungan, rasa aman, atau nasehat kepada orang atau organesasi yang membutuhkan secara suka rela tanpa ada paksaan dan tidak mengharapkan balasan atau imbalan. Berdana adalah berkorban. Dalam agama Buddha berdana yang baik tentunya berdasarkan pada kesadaran dan pengertian yang benar dari si pemberi dana itu sendiri.
Karena kurang mengerti tentang makna yang terkandung dalam ajaran Sang Budhha, maka manusia pada umumnya akan berbuat yang salah. Bahwa dengan memberikan dana yang mereka milikinya akan berkurang. Sebaliknya mereka yang berpikiran benar, mengerti bahwa dengan berdana berarti menanam bibit kebajikan yang akan menjadi “sebab” untuk melahirkan kebahagian atau “nilai tambah” bagi dirinya sendiri.
Sesungguhnya, dalam pengertian yang benar dana mempunyai fungsi ganda, yaitu pertama mengikis kekikiran dan keserakahan, kedua melahirkan nilai tambah atau rejeki di kemudian hari atau di kehidupan yang akan datang, bahkan juga dalam kelahiran yang akan datang. Sudah menjadi sifat yang alami dalam kehidupan kita ini untuk selalu melepaskan dan berpisah. Melawan berarti menyiksa diri sendiri. Kitalah yang mestinya menyesuaikan diri dengan sifat alam. Kita menarik nafas untuk dilepas lagi. Kalau kita hanya ingin menarik nafas saja, tidak mau melepaskan udara yang dihirupnya maka kita akan tersiksa sendiri.
Kita pasti pernah merasakn kehilangan, berpisah dengan apa yang sangat kita sukai, cintai baik itu harta, kedudukan, ataupun orang yang kita sayangi dan cintai. Bahkan kalau kita mati semuanya kita lepaskan. Kalau tidak rela melepaskan, akibatnya sudah pasti, penderitaan dan kesedihan, serta stress bahkan bisa menjadi gila. Atau lebih jauh kalau kita terlalu terikat dan tolol karena ditinggal orang yang sangat kita cintai, kita mencoba menyusul keliang kubur alias bunuh diri.
Untuk menyelaraskan dengan sifat yang alami, melepas, berpisah, kita perlu melatih diri melepas dengan cara berdana. Melepas adalah sebagian kecil milik kita. Sehingga kita tidak perlu shock bila mengalami kehilangan milik kita. Kalau kita tidak suka melepas, hanyalah mengumpulkan dan mengumpulkan terus, maka kita juga bakal mengumpulkan problem (timbulah keserakahan), dan kesedihan….semua itu sulit untuk dilepaskan. Akibatnya hidup kita dibebani barang-barang busuk itu terus menerus. “walaupun memiliki harta, aset, kekayaan yang berlimpah, namun dia menikmatinya sendiri, inilah sebab daripada keruntuhan seseorang” (Sutta-Nipata I ; 6 : 102).
Kalau kita suka berdana, melepas, maka kalau prblem, masalah, kebencian, kesedihan, juga bakal mudah kita lepas. Hidup menjadi enteng, tentram dan melegakan serta damai. Harapan semua orang itulah sebagian manfaat dari berdana yang diperolehnya.
Dalam ajaran Sang Buddha, berdana merupakan keharusan yang dilaksanakan bila kita menginginkan kemajuan lahir dan batin. Berdana bukanlah monopoli bagi orang yang kaya. Dana juga bukanlah merupakan hadiah dari si kaya dan si miskin, dana merupakan bentuk paramita yang paling awal dan yang paling mudah untuk di lakukannya oleh semua orang. Sebelum melaksanakan bentuk paramita-paramita yang lain. Seperti sebuah tangga, dana merupakan step (anak tangga) pertama yang harus di injak dalam menaiki tangga berikutnya.
Oleh karena itu, Sang Buddha setiap membabarkan dhamma kepada umatnya selalu membuka pembicaraan dengan apa manfaat berdana dan apa tujuan dari berdana. Setelah hati para umat mulai tenang, terbuka dan siap untuk menerima Dhamma, barulah Beliau memulai untuk membabarkan Dhamma yang lebih tinggi.
Pada umumnya, batin manusia sangatlah terikat dengan harta atau miliknya tanpa menyadari bahwa tidak ada harta duniawi yang kekal. Dimana saja ia menyimpannya suatu saat akan mengalami suatu perubahan, lenyap dengan berbagai cara. Sang Buddha memberikan satu cara agar harta yang kita miliki ini menjadi “harta yang sejati” yaitu dengan mengubahnya menjadi kebaikan atau paramita. Kemana saja kita mengalami kelahiran “harta sejati” tersebut pastilah akan menyertainya.
Terdapat suatu cerita, demikian kisahnya : ada dua orang yang bersahabat baik dan bertemu di vihara. Pada waktu itu sedang mengikuti upacara Kathina. Seorang dari mereka turut memberikan dan mempersembahkan dana kepada Sangha. Sedangkan yang lain lagi orang itu tidah melakukan dana atau persembahan kepada sangha. Bahkan ia hanyalah sebagai penonton saja. Dalam perjalanan pulang yang tadi berdana bertanya kepada temannya, “mengapa anda tidak berdana hanyalah sebagai penonton saja?”
Kawan yang ditanya menjawab, ”buat apa saya berdana, karena dengan berdana uang yang saya miliki ini akan berkurang. Bahkan sekarang uangmu tinggal separuh”. Orang yang berdana memberikan penjelasan, “benar teman, uangku sekarang berkurang bahkan tinggal separuh akan tetapi uang ini bukanlah milikku, karena uang atau harta yang aku miliki ini yang belum di pergunakan itu bukanlah milikku yang sebenarnya. Hanyalah uang atau harta yang kita gunakan ini (kita sumbangkan) untuk kepentingan umum, menolong orang lain yang sedang membutuhkan bantuan kita, atau untuk kepentingan vihara dan kelestarian sangha, itulah yang baru sesungghunya menjadi “milik yang sejati”. Mengapa demikian, karena tidak ada orang lain yang bisa mencurinya lagi.
Dengan manggut-manggut tanda mengerti dan malu, kawanya berkata, “jadi sesungguhnya sekarang anda telah mempunyai milik yang sejati separuh itu tadi, sedangkan saya belum memiliki apa-apa. Kalau begitu lain waktu dan kesempatan yang akan datang saya akan berdana sebanyak-banyaknya, supaya “harta yang sejati” yang kumiliki makin banyak.
Begitulah perbedaan pandangan yang sering timbul dalam diri manusia masing-masing yang terlihat melalui “kacamata” Dhamma. Dhamma menuntun kita melihat jauh ke depan sampai ke alam kelahiran yang selanjutnya. Sedangkan manusia hanya bisa melihat dalam beberapa pereode kehidupan sekarang ini saja atau secara sekilas saja.“Demikian besarnya hasil yang diperoleh dari buah kebaikan (paramita). Oleh karena itu orang bijaksana akan selalu bertekad untuk menimbun harta yang sejati, buah dari kebajikan adalah kebahagiaan, tak seorangpun dapat mengambilnya, perampok-perampok tak dapat merampasnya maka lakukanlah perbuatan baik, inilah harta yang akan selalu mengikutinya” (Khuddakapatha 8).
Dilihat dari begitu banyaknya manfaat yang bisa didapat dari berdana dan berbuat baik maka tidaklah mengherankan bila kita baca cerita tentang Visakha, murid langsung Sang Buddha, bukannya memohon atau meminta berkah materi, rejeki, tetapi justru memohon agar diberikan hak atau kesempatan yang lebih untuk berdana kepada para bhikkhu. Bukan umatnya yang dibatasi dalam berdana, tetapi Vinaya (peraturan tata tertib kebhikkhuan) yang dimiliki para bhikkhu-lah yang secara tidak langsung membatasi kesempatan pada umat.
Bahkan dikisahkan, ada dewa yang sampai memakai taktik agar bisa selalu berdana kepada seorang bhikkhu yang telah meraih kesucian. Syarat untuk menjadi sukses, murah rejeki, keberuntungan atau hokkie tidak lain dari banyaknya perbuatan baik (menabur benih), kerja keras, rajin, dan ulet, tekun, hemat, tidak boros dan jujur. Begitu pula didasari dengan pengertian yang benar serta niat (kehendah atau cetana), barang yang kita berikan (Vathu) serta penerimanya yang baik (Punggala). Setiap kejayaan manusia dan kebahagiaan surga, bahkan kesempurnaan Nibbana, semua itu diperoleh karena perbuatan perbuatan jasa. Inilah hukumnya.
Apa yang disebut rejeki keberuntungan dan hokkie tidak lain dari pada masaknya perbuatan/karma baik yang dilakukan/yang ditaburkan pada waktu yang lampau. Rejeki, bukan berkah yang jatuh dari langit untuk orang-orang tertentu (pilih kasih) dan tanpa sebab. Segala sesuatu ada sebab adanya penyebabnya. Dan hukum karma menjelaskan bahwa kita sendirilah yang membuat dan mengembangkan sebab itu; bukanorang lain atau mahluk lain.
Marilah kita gunakan kesempatan dalam hidup ini selalu mengumpulkan paramita sebanyak mungkin yang kita mampu, agar “harta sejati” kita makin bertambah banyak dan kualitas hidup kita ini akan semakin baik.
Semoga semua mahluk hidup bahagia.
Sadhu……..Sadhu………Sadhu……..
KEMULIAAN DI BULAN MAGHA
Oleh Bhikkhu Vajhiradhammo
Namo Sanghyang Adhi Buddhaya
Namo Buddhaya
A. Pendahuluan
Saudara sedhamma, kehidupan ini terus berlangsung dari waktu ke waktu, hari berganti hari, bulan pun berganti bulan dan tahun terus bertambah. Di tengah putaran sang waktu, kita sering tenggelam dalam berbagai kesibukan dan kegiatan sehari-hari, bahkan masing-masing individu atau sekelompok orang selalu berlomba-lomba untuk mengejar apa yang selalu di inginkan, sehingga terkadang lupa apa yang semestinya sebagai tujuan dalam kehidupan ini. Dimana terhanyut oleh segala keindahan dan harapan yang belum pasti membawa kebahagiaan dalam kehidupan ini. Pada hari ini seolah-olah ditemukan kembali sebuah waktu yang menurut perhitungan tahunnya hadir lagi, dan mengulangi perjalanan panjang yang telah kita lalui bersama.
Setiap insan manusia dalam hidupnya pasti menghendaki adanya suatu kebahagiaan dan kesejahteraan. Terkadang manusia hanyalah terlena dan lelap oleh segala impian dan ilusi indahnya masa depan yang tak pasti di warnai dengan penuh kebahagiaan dan kesejahteraan. Jalan emas yang harus dilaksanakan untuk membangun sebuah pondasi rumah yang megah itu tidak datang secara tiba-tiba. Namun perlu suatu usaha bekerja yang didasari dengan kemampuan dan semangat serta persiapan yang matang, sehingga dapat membangun rumah dengan indah sebagai tempat peristirahatannya yang nyaman. Usaha-usaha itu diperlukan tidak seperti seseorang dengan menggunakan sebuah komputer, setelah kita panggil melalui keybord atau papan pengetikan akan mucul yang kita kehendaki pada tampilan layar sebuah monitor. Begitu pula untuk mendapatkan kebahagiaan tidaklah cukup dengan sebuah rengekan-rengekan seperti anak kecil, dan tetesan air mata disaat penderitaan itu datang. Kemudian memohon mahluk adikodrati, namun selangkah uantuk maju dalam mengembangkan kebajikan atau berbuat baik sebagai modal untuk menambah kebahagiaan dan kesejahteraan di hari esok yang cerah.
Tak terasa bulan Magha puja telah kembali hadir dan saat ini kita tentunya melaksanakan puja bakti bersama secara khusus untuk memyambut hari tersebut dengan perasaan bahagia. Disinilah ada kebahagiaan tersendiri bagi umat Buddha untuk berbakti kepada Sang Tri Ratna. Namun sudah sesuaikah yang kita lakukan selama ini dengan apa yang diteladankan oleh sikap luhur Sang Guru junjungan kita yaitu Sang Buddha….? Kalau sudah, mari kita tingkatkan terus sikap luhur dalam kehidupan ini. Kemudian bila belum marilah pada saat ini kita di ingatkan kembali bersama untuk memulai dan berusaha berlatih agar sedikit demi sedikit dapat menyesuaikan diri kita dengan sikap luhur Sang Buddha dalam khidupan sehari-hari, sehingga ada satu perubahan yang lebih baik kehidupan yang dilaluinya.
B. Peristiwa Penting Bulan Magha
Pada saat bulan purnama di bulan Magha, mengingatkan kembali seluruh umat Buddha kepada peristiwa yang bersejarah, yang terjadi dalam kehidupan Sang Buddha. Suatu peristiwa yang tidak pernah terjadi pada saat kehidupan sekarang ini dengan perubahan pola kehidupan yang serba moderen serta tantangan kehidupan manusia yang banyak.Peringatan Hari Suci Magha Puja kesempatan ini adalah merupakan bentuk upacara keagamaan khususnya bagi umat Buddha, yakni dengan memperingati dengan mengadakan kebaktian bersama di vihara-vihara atau cetiya, hendaknya kita juga meluangkan waktu yang sejarah untuk merenungkan, menghayati serta menjalani apa sebenarnya hakekat dan makna Hari Suci Magha Puja.
Kurang lebih 30 abad yang lampau pada masa kehidupan Sang Buddha Gautama di dunia ini, terjadilah peristiwa yang sangat bersejarah di bulan purnamasidhi di bulan Magha di vihara Veluvanarama (Hutan Bambu)di kota Rajagaha.Peristiwa besar dan suci di bulan Magha yang sangat istimewa ini ditandai dengan empat ciri khusus atau tanda yang sangat istimewa yang dikenal dengan Caturrangga Sannipatta yaitu:
1.Para Bhikkhhu arahat berjumlah 1250 tersebut berkumpul serentak di vihara Veluvanarama tanpa ada kesepakatan dan perjanjian atau undangan terlebih dahulu. Mereka datang dari berbagai penjuru dalam waktu yang sama, tempat yang sama dan mempunyai tekad yang sama pula, yaitu untuk menghaturkan rasa hormat dan baktikepada Guru Agung Sang Buddha Gautama.
2.Kemudian 1250 Bhikkhu kesemuanya telah mencapai tingkat kekuatan batin dan telah mencapai tingkat kesucian tertinggi Arahat (memiliki 6 kekuatan batin).
3.Sejumlah 1250 Bhikkhu tersebut yang hadir pada pertemuan itu adalah ‘Ehi Bhikkhu Upasampada’ yaitu para Bhikkhu yang telah menerima pentahbisan langsung dari Sang Buddha Gautama sendiri.
4.Pada peristiwa yang yang istimewa dan bersejarah inilah Sang Guru dunia Buddha Gautama menguraikan Dharma ajaran-Nya yang merupakan intisari dari semua ajaran yang dikenal dengan Ovada Patimokkha.
C. Makna Di Bulan Magha
Satu hal yang terpenting pada peristiwa Magha Puja ini Sang Buddha membabarkan prinsip-prinsip ajara-Nya yang disebut Ovada Patimokha, adalah suatu khotbah yang sangat mulia yang dibabarkan oleh Sang Buddha kepada para siswanya dengan sangat ringkas, jelas, padat dan sederhana sekali Beliau dalam menguraikannya. Tetapi perlu kita ketahui bersama dan kita sadari bahwa didalam uraian yang ringkas dan sederhana inilah merupakan intisari atau jantung dari ajaran Agama Buddha (Buddha Dharma). Demikianlah Sang Buddha Gautama membabarkan Dharma-Nya kepada para siswanya di bulan Magha yakni:
Khanti paramam tapo titikha
Nibbanam paramam vadanti Buddha
Na hi pabbajito parupaghati
Samano hoti param vihethayanto
Artinya:
Kesabaran adalah cara pertapa yang tertinggi
Nibbana adalah kebahagiaan yang paling tertinggi
Bukan seorang pertapa dan bukan pula seorang
Yang telah meninggalkan kehidupan duniawi
Bila mereka masih
Menyakiti dan merugikan orang lain
Menumbuhkan dan mengembangkan kesabaran di dalam kehidupan sebagai umat Buddha adalah merupakan suatu hal yang sangat penting yang kita lakukan dan memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kemajuan batin. Seseorang tidak mungkin dapat melakukan kusala kamma ( perbutan baik), jika kondisi batinnya diliputi adanya suatu kemarahan, kebencian dan rasa dendam yang membara. Maka berusahalah untuk selalu mengembangkan suatu kesabaran yang merupakan basis dalam meningkatkan kualitas batin. Sifat cinta kasih, kasih sayang serta toleransi dan ketekunan berlatih meditasi, perbuatan baik tidak bisa dilakukan, sehingga timbul kekerasan, kekejaman dan pemerasan yang mewarnai dalam sikap dan tingkah laku. Pengembangan kesabaran dalam diri kita akan memudahkan dalam penggendalian kehidupan kita sesuai dengan sila dan vinaya. Sehinga dalam diri manusia tidak ada kesempatan lagi untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. Peningkatan batin yang semakin maju, akan mengarahkan diri kita pada munculnya kebahagiaan. Nibbana adalah kebahagiaan yang tertinggi, yang merupakan akhir dari perjalanan panjang kehidupan kita ini.
Sang Buddha Guru junjungan kita telah menunjukkan dan mengajarkan pada kita bagaimana untuk mencapai kebahagiaan yang mulia itu, yaitu dengan mengembangkan dan melaksanakan delapan unsur jalan mulia (Arya Attangika Magga) di dalam kehidupan sehari-hari yang selalu tidak menyakiti atau merugikan orang lain inilah unsur-unsur jalan kebahagiaan yang mulia, yaitu :
Sabba passa akaranam
Kusalassa upasampada
Sacitta pariyodapanam
Etam Buddhana sasanam
Artinya :
Menghindari semua perbuatan jahat
Mengembangkanperbuatan baik
Membersihkan pikiran sendiri
Inilah ajaran para Buddha
Bila kita renungkan kembali syair dari sabda Sang Buddha ini, ibaratnya jantung kemanusiaan yang sangat berarti yang merupakan idaman dan impian bagi setiap manusia dimuka bumi ini, untuk selalu tidak melakukan perbuatan jahat. Semua ajaran pasti selalu memberikan tuntunan seperti ini sehingga merupakan suatu cetusan hati manusia yang paling dalam dan murni, karena kejahatan hanya akan mendatangkan penderitaan dan kesengsaraan baik bagi pelakunya sendiri maupun bagi mahkluk-mahkluk lain, akhirnya menjadi penyebab kehancuran atau rusaknya kehidupan dunia ini. Tetapi mengapa masih banyak orang selalu melakukan bentuk-bentuk kejahatan di dunia ini? Dan tidak mau menyadari akan akibatnya. Untuk itu, sudah saatnya kita mengerti semua ini dengan melakukan perbuatan yang baik serta menyadarkan diri kita yang akan membawa ketentraman dan kebahagiaan bagi diri kita. Akhirnya dapat pula menyelamatkan dunia dari kekejaman.
Mengembangkan perbuatan yang baik adalah tuntutan bagi setiap hati nurani manusia dan juga tuntunan bagi semua ajaran agama. Hal ini akan sulit sekali dilaksanakan apabila kita tidak berlatih dengan baik dalam sila dan dharma. Hanya kebaikan yang berdasarkan cinta kasih yang tulus dan murnilah yang akan mengatasi semua permasalahan kehidupan kita, yang dapat menyelamatkan dunia ini pula dari kekerasan, kekejaman, dan peperangan, serta peyimpangan-penyimpangan yang tidak benar. Di dalam kehidupan manusia tentunya tidak mudah untuk melepaskan kondisi duniawi yang banyak kekurangan dan kelemahan serta hinaan dan celaan. Tetapi haruslah kita waspada untuk selalu menyadarinya. menyadari pikiran kita sendiri merupakan ajaran Buddha Dharma yang sangat penting kita terapkan, karna tidak ada satu pun makhluk lain yang dapat menyadari dan membersihkan pikiran kita, kecuali diri kita sendiri. Pikiran adalah sumber, pikiran adalah pelopor dan memimpin, untuk ini sangat penting untuk kita renungkan bersama dari ketiga baris sair ini yang merupakan pondasi dan inti sari dari ajaran semua Buddha.
Anupavada, Anupaghato
Patimokkhe Cu sanvaro
Mattannuta Ca bhathasmim
Patanca sayanasanam
Adhicitte ca ayogo
Etam buddhana sasanam
Artinya :
Tidak menghina tidak menyakiti
Mengendalikan diri selaras dengan patimokha
Makan secukupnya, sesuai dengan kebutuhan
Bertempat tinggal/berdiam ditempat yang sesuai
Barsemangat mengembangkan keluhuran batin
Inilah ajaran para buddha
Di dalam sejarah kehidupan Sang Buddha dalam pembabaran Dharma-Nya, tak ada bentuk kekerasan sedikit pun dalam pengembangan Dharma hingga kini. Sebab Sang Buddha dan Dharma-Nya ( agama buddha ) adalah ajaran yang sangat agung yang berdasarkan cinta kasih, kasih sayang dan toleransi tanpa ada paksaan atau pun pertumpahan darah, bahkan senatiasa berkembang dengan penuh kedamaian dan cinta kasih kepada semua mahluk.
Tidak menghina merupakan perbuatan yang mulia bagi manusia dalam kehidupan ini. Ajaran untuk tidak menghina, mencaci atau pun melecehkan agama atau kepercayaan lain adalah ajaran langsung yang dapat dicontoh dalam kehidupan Sang Buddha sendiri dan para siswanya di jaman yang lampau (seperti Raja Asoka). Sang Buddha membabarkan Dharma-Nya mempunyai tujuan untuk selalu melenyapkan penderitaan dan mendatangkan ketentraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan bagi semua makhluk bukan untuk menimbulkan keresahan, ketakutan dan kesengsaraan bagi makhluk yang lain. Dan selalu ditekankan dalam pelaksanaan sila(moralitas) dalam kehidupan sehari-hari. Bagi umat buddha sila bukan merupakan suatu belenggu dalam kehidupan tetapi sila merupakan suatu benteng, pondasi, pelindung kita dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik (jahat).
Terkendali dengan aturan dalam kehidupan sehari- hari, melatih hidup sederhana, tempat tinggal yang sesuai serta memiliki semangat keluhuran batin merupakan bentuk kemajuan batin yang baik. Dalam Ovada Patimokha seorang bhikkhu diharapkan berlatih baik dan terkendali sesuai dengan sila (vinaya) mengingat sila (vinaya) merupakan suatu cara latihan kedisiplinan diri yang harus dilaksanakan agar dapat menigkatkan kualitas batin kita. Inilah tiga bait yang sangat sederhana, yang sangat istimewa dan merupakan suatu tuntunan yang suci dihati sanubari setiap umat manusia.
D. Kesimpulan
Dengan dilandasi kedisiplinan moral (sila) yang telah dikembangkan dengan baik akan memberikan pahala dan manfaat yang besar, dengan dilandasi samadhi (pengembangan pikira) yang telah dikembangkan akan membawa kebijaksanaan (panna) maka pikiran akan terbebas dari semua noda nafsu rendah indriawi.
Kepedulian terhadap peristiwa di bulan Magha bukan sekedar untuk di dengarkan atau didengung-dengungkan dalam kehidupan ini. Justru sekarang bagi kita semua adalah sejauh mana kita menerapkan dan melaksanakan serta merealisasikannya. Realisasi itu sendiri sebenarnya hasil praktek yang nyata. Tidaklah mungkin dengan tidak menguasai pengembangan batin untuk dapat mencapai kebijaksanaan.
Untuk mewujudkan bentuk bangunan yang bersetruktur tinggi tidak akan terbenruk bangunan yang megah dan kuat apabila pondasinya itu sendiri tidak kuat atau kokoh. Poondasi yang kuat dan kokoh merupakan bentuk dari dasar bangunan itu sendiri. Demikian pula seseorang yang berusaha untuk mengembangkan batin yang lebih maju, membutuhkan dasar dan landasan yang kuat dalam latihan atau praktek pengembangan batin yang baik. Praktek pengembangan batin yang baik untuk mengetahui semua kondisi. Bagaimana dapat melaksanakan konsentrasi tanpa dilandasai dengan disiplin moral yang baik. Seperti pohon yang besar tentu akarnya kuat. Kehidupan dalam melatih diri atau pengembangan batin yang baikperlu akar yang kuat. Akar kehidupan pengembangan batin (meditasi) adalah kesucian prilaku dan pikiran serta ucapan yang terkendali. Kalau kita tidak dapat memelihara hal ini tidak akan ada kemajuannya dalam usaha mengembangkan batinnya.
Semoga dengan sedikit ulasan Dharma dibulan Mgha ini akan memberikan kemuliaan hati kita dan memberikan sinar yang terang dalam membuka kaca mata kita yang telah terselumuti oleh debu. Membuka wawasan yang luas akan Dharma ajaran-ajaran Sang Buddha yang lebih tinggi berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran ajaran suci Sang Buddha (patimokha dan vinaya) dan menjauhkan pandangan manusia yang bersifat spekulatif semata (salah). Kita hadirkan kembali makna hari suci Magha Puja ini di dalam kehidupan kita sehari-hari dengan melatih kesabaran dan memegang teguh sila (vinaya) sebagai pengendalian diri kita yang lebih baik. Kita tingkatkan perbuatan-perbuatan yang baik dengan menghancurkan segala bentuk kejahatan sehingga dunia yang kita tempati ini akan menjadi dunia yang sejuk dan tersenyum memancarkan cinta kasih dan kasih sayang-Nya. Sehingga Buddha Dharma akan lestari dan begitu juga para mereka yang memakai jubah Dharma akan tetap jaya sepanjang masa.
Akhirnya pada kesempatan yang berbahagia ini kami ucapkan “Selamat Hari Suci Magha Puja” di tahun 2003. semoga kita semua semakin teguh dan mantap maju dalam Dharma. Barang siapa yang memiliki kebijaksanaan sempurna, para cendikiawan akan diberkahi budi pekerti, terkendali serta ulet dalam kebaikan, dengan demikian kebijaksanaan mereka pasti dapat menembus kebenaran ini.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia
Sadhu… sadhu…sadhu…
PENGEMBANGAN BATIN MELALUI
Suatu hal yang sangat baik dalam kehidupan kita untuk mengembangkan kebajikan dan bermanfaat bagi kemajuana diri adalah hidup sesuai dengan dhamma, seperti menjalankan kehidupan suci, melaksanakan kebaktian, membaca paritta, mantra, maupun sutra, berlatih meditasi, suka berdana, memohon sila dan dhamma dan lain sebagainya. Itulah suatu ajaran yang membawa kepada kebahagiaan yang telah di babarkan oleh Sang Buddha. Dalam kesempatan ini kita akan membahas mengenai suatu perlindungan dalam agama Buddha. Apa yang sebenarnya dinamakan dengan perlindungan itu ? mengapa kita sering mencari suatu perlindungan ? dan apa kata Sang Buddha mengenai suatu perlindungan itu ? Inilah yang akan kita bahas bersama pada kesempatan ini.
Sudah menjadi suatu hal yang umum bahwa setiap manusia selalu berusaha untuk mencari suatu perlindungan, tidak perduli apakah dia orang yang kaya, miskin, tinggi, pendek, besar atau kecil dan apakah ia laki-laki atau perempuan, bahkan dari agama apapun juga. Kepada siapa mereka berlindung, hal ini tergantung pada keyakinan mereka masing-masing individu itu sendiri.
Sebagai umat Buddha seharusnya tahu kepada siapa kita harus berlindung ? Apakah kepada Buddha, Dhamma dan Sangha ? Atau mungkin kepada para dewa atau dewi di alam surga ? Mungkinkah itu terjadi dalam kehidupan kita. Kalau begitu marilah kita belajar Buddha Dhamma bukan hanya mengenal kulit luarnya saja, tetapi lebih jauh kedalam, itu lebih bagus dan tentun di perlukan suatu pemahaman yang lebih baik. Kalau kita hanya mengenal kulit luarnya saja dalam Buddha Dhamma maka akan kebinggungan dalam mencari suatu perlindungan itu, yang penting datang ke vihara, sembahyang tancap hio itu pikirnya sudah beres semuanya.
Sementara yang lain ada yang masih kebingungan dalam mencari suatu perlindungan. Penganut kepercayaan yang lain dengan penuh keyakina untuk mempropagandakan “percayalah kepadaNya maka engakau akan selamat”. Ahkirnya kita sendiri yang merasa kebinggungan untuk mendengarkan dari berbagai arah yang tak menentu. Namun saya yakin Anda semua pasti setuju bahwa keyakinan kepada perlindungan itu tidak cukup ditimbulkan dari hasil propaganda saja, akan tetapi harus melalui proses berpikir yang positif. Sekarang kita telah satu-persatu secara positif, sehingga kita yakin seyakin-yakinya, tidak secara membuta atau terpengaruh dari rayuan dan propaganda yang ada di luar, sekarang siapakah yang sebenarnya menjadi perlindungan itu.
B. Mengapa Mencari Perlindungan ?
Hal ini dapat kita contohkan, seorang anak kecil yang berlari-lari mencari ibunya sambil berteriak, “Bu…..kakak jahat, Bu !” Dibelakangnya tampak sang kakak mengejarnya sambil, mengacungkan kepalan tangannya. Sementara Si adik kecil meminta suatu perlindungan kepada ibunya. Orang kekar dan jago bertinju pun juga ingin mencari suatu perlindungan dengan mencari tukang pukul dan sejenisnya, sebab merasa takut dan merasa cemas akan keselamatannya.
Bukan hanya kepada mahluk-mahluk yang dapat dilihat saja kita mencari suatu perlindungan. Tetatpi juga kepada mahluk yang tidak terlihat, bahkan yang tidak diketahui secara keberadaanya. Kita mencari perlindunga, yakni dengan anggapan bahwa mahluk tersebut mampu untuk menyelesaikan dan mengatasi segala masalah kita serta memberikan kebahagia. Berbagai fakta menunjukan bahwa banyak sekali orang yang takut pada masa depannya. Berbagai upaya ia lakukan untuk menangkal hal-hal yang buruk (sial), mulai dari mendatangi tukang ramal, dukun, dengan mengantongi berpuluh-puluh jimat, bersembahyang meminta-minta keselamatan di vihara, klenteng, ataupun ditempat-tempat yang dianggap keramat, serta berbagai upaya yang lainnya ia lakukan.
Ini semua dilakukan untuk lebih menenangkan perasaan yang merasa takut atau was-was, jika memang demikian adanya, alangkah sia-sianya bagi mereka yang mengantungkan atau memasrahkan ketenangan dirinya hanya pada beberapa kalimat doa atau pada beberapa kantong jimat yang Cuma berisikan kembang maupun bentuk tulisan-tulisan. Tetapi pada saat dimana yang mereka harapkan melalui doa-doanya itu tidak tercapai, timbullah penderitaan, penyesalan, putus asa, kekecewaan dan sebagainya. Memang sungguh sulit menghilangkan pandangan seperti itu. Bukan hanya dalam kehidupan sekarang ini kita terikat dengan bentuk ritual dan upacara- upacara seperti itu, tetapi juga dengan bentuk ketahayulan yang sudah berjuta-juta sampai tak terhitung berapa kali kita mengalami bentuk kelahiran, kemelekatan yang masih ada didalam kehidupan kita. Dengan demikian, kita sekarang inilah saat yang paling tepat, selagi kita terlahir sebagai manusia dan mengenal dhamma untuk menghapus setahap demi setahap pandangan salah itu. Sungguh sulit untuk dapat terlahir sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk mendengarkan ajaran kebenaran, begitu pula sungguh sulit munculnya seorang Buddha (Dhammapada, XIV : 182).
Secara umum bahwa manusia mencari perlindungan karena adanya rasa takut, dan keinginan untuk mendapatkan kebahagiaan. Apa yang mendasari timbulnya ras takut dan keinginan untuk mencapai suatu kebahagiaan itu? Pada dasarnya manusia cenderung untuk memberontak dan tidak merasa puas pada satu kondisi yang dianggapnya tidak menyenangkan seperti; dicela, tidak disenangi di masyarakat (nama buruk), dirugikan, berpisah dengan orang yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, dan sebagainya. Kondisi batin diatas bisa muncul karena adanya keserakahan (loba) dan keinginan untuk selalu dalam kondisi yang menyenangkan. Maka melalui keinginan yang kuat terhadap suatu obyek, akan menimbulkan penderitaan dan ketakutan. Takut kalau keinginanya tidak tercapai dan takut untuk mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan
Jelaslah bahwa yang mendasari timbulnya ketakutan adalah lobha, dosa, dan moha dalam batin. Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbulah ketakutan, dari nafsu timbullah kesedihan, dari nafsu timbulahketakutan, dari keinginan timbulah kesedihan, dari keinginan timbul ketakutan bagi orang yang terbebas dari kemelekatan dan keinginan tiada lagi kesedihan dan ketakutan.
C. Perlindungan Dalam Hal Umum
Perlindungan dalam pandangan umum dapat dikatakan adalah sesuatu yang dituju dan dapat memberikan suatu ketenangan serta rasa aman, apabila seseorang merasa susah dan sedih akan hal-hal yang dialaminya maka akan berusaha untuk mencari suatu ketenangan dan ketentraman. Ketika pendudukMalasiya negara tetangga kita yang semakin padat, karena semakin banyak tenaga kerja dari Indonesia secara tidak resmi maka melakukan deportasi dan ahkirnya banyak para tenaga kerja Indonesia yang terlantar maka dengan penuh kebijaksanaan pemerintah Indonesia berusaha untuk melindunginya, menanggung biaya penggembalian penduduknya ke asalnya dan memberikan pengarahan, ketika nilai rupiah anjlok, maka para ibu-ibu rumah tangga berusaha untuk melindungi hartanya dengan membeli dolar, ketika seseorang mengalami frustasi dan cemas ia mungkin mencari perlindungan kepada sahabatnya dan ketika ajalnya datang mendekat, mungkin pula mencari suatu perlindungan tentang kepercayan adanya surga yang kekal abadi. Tetapi itu semua bukanlah bentuk perlindungan yang aman atau utama. Karena tidak didasarkan atas kenyataan dan tidak akan membebaskan kita dari penderitaan.
D. Perlindungan Yang Aman
Orang mencari perlindungan karena adanya rasa takut dan berkeinginan untuk tenang, tentram dan bahagia, maka sesuatu dapat dikatakan sebagai perlindungan yang aman jika mampu menghilangkan rasa takut dan memberikan kebahagiaan seseorang. Untuk mencari perlindungan seperti itu orang dapat melakukannya dalam dua level, yaitu :
1.Kebanyakan dilakukan oleh orang-orang yaitu mencari perlindungan kepada mahluk lain atau yang berada di luar diri sendiri. Mereka selalu mengharapkan kesejahteraan, keselamatan, usia panjang, dengan memohon mahluk yang lain, tetapi masih menyakiti dan menyiksa mahluk lain yang lebih lemah. Memohon untuk terlahir dialam yang berbahagia setelah kematiannya, namun masih tetap melakukan perbuatan yang tercela dalam hidupnya.
2.Ia menyadari suatu perlindungan yang aman dapat ia cari dari perbuatannya sendiri. Tak ada sesuatu pun yang timbul tanpa adanya suatu sebab yang mendahuluinya. Keselamatan, kesehatan, penyakit, penderitaan maupun nama baik timbul karena suatu perbuatanya sendiri. Mendapatkan kekayaan karena giat bekerjadan berusaha (faktor masa sekarang), sering berdana (faktor masa lalu) serta tidak suka mencuri barang orang lain semua ini tersirat dalam kutipan parita Brhamaviharaparanam, yaitu:
……………Aku adalah pemilik karmaku sendiri, pewaris karmaku sendiri, terlahir dari karmaku sendiri, behubungan dari karmaku sendiri, terlindungi oleh karmaku sendiri, apapun karma yang kuperbuat, baik atau buruk itulah yang akan ku warisi.
Dengan demikian setiap saat penuh dengan pengendalian diri, menyadari akan hal ini dan menyelidiki kedalam batin sendiri, maka kebahagiaan (Nibbana) adalah buahnya, yaitu lenyapnya semua kekotoran batin (loba, dosa, moha) yang berarti pula lenyapnya rasa takut dan tercapainya kebahagian yang sejati, berada diluar baik dan buruk tak ada rasa pamprih lagi, inilah perlindungan yang aman.
E. Perlindungan Utama Dalam Ajaran Sang Buddha
Apa yang dimaksud perlindungan yang utama? Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini, Sang Buddha bersabda; “Ia yang berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha dengan penuh kebijaksanaan dapat melihat empat kesunyataan mulia, yaitu: Dukkha, sebab dari dukkha, akhir dari dukkha serta jalan mulia berfaktor delapan yang menuju akhir dukkha. Sesungguhnya itulah perlindungan yang utama, dengan pergi mencari perlindungan seperti itu, orang akan bebas dari penderitaan (Dhammapada XIV ; 190-192).
Sekarang apa yang dimaksud perlindungan terhadap Buddha? Jika seseorang pergi berlindungBuddha, maka ia harus menyadari dan menerima kenyataan bahwa ia pun dapat mencapai apa yang telah dicapai oleh Sang Buddha. Apa yang telah dicapai oleh Sang Buddha? Sang Buddha telah mencapai suatu ketenangan, kebahagiaan, kesempurnaan tertinggi dan Nibbana. Kita pun bisa mencapai ketenangan, kebahagiaan, kesempurnaan tertiggi dan Nibbana. Yang menjadi suatu pernyataan adalah saat ini bagaimana caranya? Apakah hanya cukup menyatakan aku berlindung pada Buddha? Tentu tidak! Jawaban atas pertanyaan ini dapat kita temui dalam perlindungan yang ke dua yaitu perlindungan terhadap Dhamma.
Suatu ketika Sang Buddha berada dipinggiran sebuah hutan, beliau lalu mengambil segenggam daun yang berserakan di tanah dan berkata;” Wahai para Bhikkhu….. yang mana lebih banyak daun yang ada di hutan atau yang ada pada genggaman saya?”. Bhikkhu pun menjawab daun dihutanlah jauh lebih banyak Bhante. Sang Buddha melanjutkan “Begitu pula Dhamma yang telah diketahui adalah sebanyak daun yang ada di hutan tetapi Dhamma yang kuajarkan kepada-Mu hanyalah bagaikan segenggam daun ini, tetapi ini adalah cukup untuk membebaskan dari penderitaan”.
Atas dasar pernyataan tersebut jelaslah bahwa Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha adalah Dhamma yang merupakan pelindung kita yang ke dua dapat membebaskan diri kitadari penderitaan dan mencapai kebahagiaan. Perlindungan terhadap Dhamma berarti berusaha memahami empat kesunyataan mulia dan melandasi hidup kita dengan jalan mulia beruas delapan.
Perlindungan kita yang ketiga adalah perlindungan tehadap Sangha. Yang dimaksudkan perlindungan terhadap sangha adalah menerima dukungan inspirasi serta bimbingan dari mereka yang melaksanakan jalan mulia beruas delapan, siapakah mereka? Mereka adalah para Bhikku Sangha baik yang telah mencapai tingkat kesucian maupun yang belum. Itulah tiga perlindungan yang utama dan yang aman, perlindungan yang nyata dan dapat diandalkan bagi siapapun mahkluk di dunia, maka dari itu temukanlah tiga perlindungan ini dan manfaatkan sehingga penderitaan dapat di ahkirinya dan kebahagiaan tercapai.
Ada sebuah syair yang memperkokoh perlindungan ini dan meningkatkan rasa keyakinan kita kepada Sang Tri Ratna yaitu :
*Tiada perlindungan lain bagiku Sang Buddha – lah sesungguhnya perlindunganku
* Tiada perlindungan lain bagiku Sang Dhamma – lah sesungguhnya perlindunganku*Tiada perlindungan lain bagiku Sang Sangha – lah sesungguhnya perlindunganku
Berkat kesungguhan peryataan ini semoga aku/ Anda selamat dan sejahtera.
(Paritta Saccakriya Gatha).
Ketiga syair inilah yang memiliki esensi yang sama, karena ketiganya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainya. Sang Buddha mewujudkan Dhamma, Dhamma dilestarikan oleh Sangha. Sedangkan Sangha adalah siswa Sang Buddha. Ibaratnya tigatiang kayu yang saling menopang dan menyangga dengan baik.Jika kita berlindung salah satu maka secara otomatis berlindung kepada ketiganya. Sang Buddha adalah perlindungan yang tertinggi demikian pula Dhamma dan Sangha dalam sifatnya yang khusus secara masing-masing.
Didalam kesempatan yang lain Sang Buddha menyatakan bahwa diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri, mendengar peryataan tersebut mungkin diantara kita, bertanya-tanya. Apakah pertanyaan tersebut saling berlawanan? Jika dilihat sepintas tampaklah memang berlawanan tetapi sesungguhnya adalah tidak. Marilah kita lebih jauh melihat kedepan, jika kita ibaratkan, hidup kita ini seperti sebuah perjalanan yang melintas hutan samsara, kita mengambil Sang Buddha sebagai orang-orang yang terus berjalan pada jalan Dhamma sambil membimbing dan memberikan petunjuk kepada diri kita yang berjalan dibelakang Sangha.
Diri kita yang dimaksudkan disini adalah diri kita sendiri yang semenjak lahir hingga dewasa sampai sekarang ini tidak bisa kita tinggalkan dan telah tergantung pada kita sendiri. Marilah kita simak contoh yang lain, balita tidaklah mungkin memenuhi kebutuhan hidupnya, orang tuanya haruslah selalu membantu dan menopang hidupnya, tetapi dalam hal yang penting justru ia harus tergantung pada diri sendiri, orang tuanya dapat menyediakan makanan dan usaha yang paling mungkin dilakukan adalah meletakan makanan tersebut dimulut si bayi tetapi untuk dapat mencerna makanan tersebut si bayi harus berusaha dan tergantung pada dirinya sendiri. Ketika bayi tersebut berangsur-angsur tumbuh sehat dan menjadi anak-anak maka tiba waktunya untuk sekolah. Disini kembali orang tua hanyalah dapat membantu mencarikan uang sekolah, membayar SPP, member uang jajan, dan keperluan sekolah yang lain. Tetapi dalam hal belajar ia harus tergantung pada dirinya sendiri, ia harus tergantung pada kemampuan mencerap kemampuan pelajaran yang diberikan oleh gurunya, orang tua hanyalah dapat membantunya dalam materi maupun untuk belajar, sejauh mana anak tersebut dapat mencerap pelajaran itu tergantung pada usaha dan kemampuannya.
Dari contoh-contoh diatas jelaslah sudah bahwa Sang Buddha telah memberikan suatu petunjuk, Dhamma yang telah diputar, Sangha telah memberikan contoh dan diri kita sendirilah yang berlatih dalam mengikuti ajaran dan petunjuk Sang guru. Buddha, Dhamma dan Sangha telah menjadikan pelindung bagi kita, diri sendiri yang harus menentukan pada kemampuan dan tekat itu untuk menuju kebahagiaan.
Setelah kita mengetahui bahwa Tisarana telah menjadi perlindungan bagi kita yang dapat diandalkan, mungkin diantara mereka ada yang berpikir dimanakah Sang Buddha bersemayam? Kita yang mempelajari sejarah akan mengatakan bahwa sekarang yang tinggal hanyalah Dhamma dan vinaya. Dhamma dan vinaya yang menjadi wakil Sang Buddha. Hal ini dinyatakan oleh sendiri Sang Buddha menjelang Beliau parinibbana. Tetapi diantara kita ada yang berpikir dengan mengatakan bahwa Sang Buddha telah mencapai kebenaran Dhamma yang kekal. Beliau ada dan tetap ada selamanya, dimana beliau sekarang? Beliau ada didalam kebenaran Dhamma yang kekal. Ungkapan tersebut bukanlah tanpa dasar, jika kita inginkan melihat Sang Buddha kita harus mempraktekan Dhamma, kita harus melestarikan Dhamma dengan melatih konsentrasi dan membangun suatu kebijaksanaan. Hingga suatu saat nanti melihat indahnya dhamma (sang jalan) dengan pandangan yang benar. Sang Buddha telah menyatakan bahwa siapapun yang dapat melihat kebenaran Dhamma berarti dapat melihat Sang Buddha. Kesaksian tersebut menegaskan bahwa SangBuddah ada dan benar-benar dapat dilihat. Jadi memutuskan untuk berlindungan kepada Sang Tri Ratna adalah merupakan satu bentuk perlindungan yang bukan berlindung kepada kekosongan, tetapi Sang Tri Ratna adalah merupakan satu bentuk perlindungan yang sejati.
Salah satu metode latihan yang dapat kita gunakan untuk berlindung kepada Sang Buddha adalah dengan merenungakan sifat-sifat luhur yang dimiliki oleh Sang Buddha yang terungkap dalam syair Paritta Buddhanussati;
“Demikianlah Sang Baghava, Yang Maha Suci yang telah mencapai peneranganan sempurna, sempurna pengetahuan serta tidak-tanduk-Nya, sempurna menempuh Sang Jalan (Nibbana), pengenal segenap alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia yang sadar (bangun, yang patut dimuliakan)……..”
Kita harus brlatih dengan baik dalam perenungan ini, sampai dapat berkonsentrasi maka kegelisahan, kekawatiran, ketakutan dan kekecewaan serta frustasi akan lenyap adanya sehingga akan tampak jelas cara yang baik untuk memecahkan masalah yang ada.
Yang terpenting adalah; mempraktekan pikiran da mempertahankan pikiran juga berada dalam perlindungan Sang Buddha. Pikiran yang berada didalam perlindungan tersebut akan bersifat hangat dan tidak kesepaian, berani tidak takut, kuat tidak lemah dan murni tidak keruh. Pikiran tersebut cenderung memunculkan pandangan benar yan merupakan suatu alat seseorang untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
F. Kesimpulan
Marilah kita berlindung kepada Sang Buddha Guru pembimbing kita dengan cara berkonsentrasi dan membangun suatu kebijaksanaan sehingga kita dapat memiliki keyakinan yang kuat, melihat Sang Dhamma yang berarti melihat Sang Buddha. Ingatlah bahwa Sang Buddha dan ajaranya adalah benar-benar perlindungan kita yang nyata dan dapat diandalkan serta dibuktikan kebenarannya oleh siapapun mahluk didunia ini serta para siswanya, yaitu Sang Sangha yang telah melaksanakan Dhamma dan berupaya teguh pada sila dan vinaya secara sempurna, bertindak jujur, berjalan dijalan yang benar, penuh tanggung jawab dalam tindakan serta patut menerima persembahan, ladang yang subur untuk menanan kebijaksanaan, patut dicontoh. Landasan dari bentuk perlindungan ini adalah kemampuan yang ada pada setiap orang untuk mencapai tingkat-tingkat kesucian.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa Buddah, Dhamma dan Sangha dalam bentuk aspeknya sebagai perlindungan yang mempunyai sifat mengatasi keduniawian, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Buddha, Dhamma dan Sangha merupakan menifestasi dari pada yang Mutlak, Yang Esa, Yang menjadi tujuan terahkir bagi semua mahluk. Buddha, Dhamma dan Sangha sebagai Tiratana adalah bentuk kesucian yang tertinggi yang dapat ditangkap oleh manusia biasa, oleh karena itu diajarka sebagai perlindungan yang tertinggi oleh Sang Buddha. Jadi Buddha, Dhamma dan Sangha adalah merupaka bentuk menifestasi perwujudan, pengejawantahan dari Tuhan Yang Maha Esa dari alam semesta ini, yang di puja dan dianut oleh umat Buddha di dunia sehingga tercapainya Nibbana. Hal ini hanyalah dapat dicapai dan dirasakan dengan suatu usaha dan merealisasinya dari kebenaran Dhamma.
Semoga semua mahluk hidup berbahagia.
Sadhu……Sadhu……Sadhu……….
Sumber Pustaka :
Alm. Ven. Narada Mahathera, 1998, Sang Buddha dan Ajaran-Ajaranya, Yayasan Dhammadipa Arama, Jakarta.
…………,1980, Kebahagiaan Dalam Dhamma, Majelis Buddhayana Indonesia, Jakarta
Dr. R. Surya Widya, pandita Sasanadhaja, 2001, Dhammapada, Yayasan Abdi Dhamma Indonesia, Jakarta
Pandita S. Widyadharma, 1979, Riwayat Hidup Buddha Gotama, Yayasan Pendidikan Buddhis Nalanda, Jakarta.
MELEPASKAN DAN BERPISAH
Oleh Sujayanto
Apabilaseseorang membawa beban yang berat dan tidak kuat lagi membawanya, maka jalan satu-satunya agar ia tidak menderita ialah melepaskan beban itu. Tetapi melepas beban itu berarti kita harus berpisah, dan dalam kehidupan ini tidaklah mudah, karena umumnya manusia sangat terikat sekali dengan miliknya. Namun dengan sedikit pengertian dalam pemahaman dhamma dalam kehidupan sehari-hari hal itu akan sedikit mudah kita lakukan.
Setiap manusia akan berusaha mati-matian untuk mempertahankan milik (hartanya) tersebut. Padahal semua orang mengetahui bahwa miliknya (hartanya) di dunia ini tidaklah kekal. Terikat atau melekat kepada sesuatu yang tidak kekal pastilah akan menimbulkan penderitaan.
Sang Buddha telah menemukan cara yang bijaksana untuk meringankan beban hidup “jangan memegang erat-erat sesuatu apapun yang ada di dunia ini”. Kalau sudah waktunya untuk dilepaskan, ya…….lepaskan dengan iklas. Semua berproses sesuai dengan keadaan dan perubahan di dunia ini tidak ada yang menyimpang dari Niyama-dhamma (Hukum Karma).
Seekor burung yang walaupun dipelihara di dalam sangkar emas, dia tetap akan merasa lebih bahagia bila dilepas dan hidup di alam yang bebas. Begitu pula ketika kita sakit. Salah satu pertanyaan yang dianjurkan oleh dokter adalah apa yang mudah untuk melepaskan? Hal yang sangat sulit tentunya. Jadi mudah melepas merupakan pertanda jasmani yang sehat.
Orang yang makan terus bisa melepas “buang hajat” tidak akan menderita, namun apabila pikiran selalu ingin memiliki terus tanpa ada keinginan untuk melepas “berdana”, batin akan menjadi kikir dan kekikiran tidak akan menimbulkan kebahagiaan. Sebaliknya Dhamma menyatakan bahwa kikir adalah merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Sang Buddha menyatakan “kekikiran seperti karat pada sebuah besi yang sedikit demi sedikit akan merusak besi tersebut”. Jadi sifat kikir yang tidak segera dikikis akan merusak moral seseorang dan akan menyeret ke alam penderitaan. “seseorang yang berkeyakinan dan melaksanakan aturan moralnya dengan sempurna yang memiliki kemasyuran dan kekayaan, dimana saja dia bertempat tinggal disitulah dia akan selalu dihormatinya” (DhammapadaXXII ; 303).
Kathina-kala atau masa kathina yang berlangsung selama sebulan penuh merupakan saat yang sangat tepat bagi umat Buddha untuk melepaskannya, dan melaksanakan kebajikan melalui berdana. Berdana merupakan cara yang mudah untuk dilakukan oleh siapa saja yang ingin mengembangkan kebajikan dan untuk mengikis kekotoran batin yang disebut kemelekatan terhadap milik-lobha (kikir). Dimana berdana adalah pemberian, baik materi, uang, tenaga, perlindungan, rasa aman, atau nasehat kepada orang atau organesasi yang membutuhkan secara suka rela tanpa ada paksaan dan tidak mengharapkan balasan atau imbalan. Berdana adalah berkorban. Dalam agama Buddha berdana yang baik tentunya berdasarkan pada kesadaran dan pengertian yang benar dari si pemberi dana itu sendiri.
Karena kurang mengerti tentang makna yang terkandung dalam ajaran Sang Budhha, maka manusia pada umumnya akan berbuat yang salah. Bahwa dengan memberikan dana yang mereka milikinya akan berkurang. Sebaliknya mereka yang berpikiran benar, mengerti bahwa dengan berdana berarti menanam bibit kebajikan yang akan menjadi “sebab” untuk melahirkan kebahagian atau “nilai tambah” bagi dirinya sendiri.
Sesungguhnya, dalam pengertian yang benar dana mempunyai fungsi ganda, yaitu pertama mengikis kekikiran dan keserakahan, kedua melahirkan nilai tambah atau rejeki di kemudian hari atau di kehidupan yang akan datang, bahkan juga dalam kelahiran yang akan datang. Sudah menjadi sifat yang alami dalam kehidupan kita ini untuk selalu melepaskan dan berpisah. Melawan berarti menyiksa diri sendiri. Kitalah yang mestinya menyesuaikan diri dengan sifat alam. Kita menarik nafas untuk dilepas lagi. Kalau kita hanya ingin menarik nafas saja, tidak mau melepaskan udara yang dihirupnya maka kita akan tersiksa sendiri.
Kita pasti pernah merasakn kehilangan, berpisah dengan apa yang sangat kita sukai, cintai baik itu harta, kedudukan, ataupun orang yang kita sayangi dan cintai. Bahkan kalau kita mati semuanya kita lepaskan. Kalau tidak rela melepaskan, akibatnya sudah pasti, penderitaan dan kesedihan, serta stress bahkan bisa menjadi gila. Atau lebih jauh kalau kita terlalu terikat dan tolol karena ditinggal orang yang sangat kita cintai, kita mencoba menyusul keliang kubur alias bunuh diri.
Untuk menyelaraskan dengan sifat yang alami, melepas, berpisah, kita perlu melatih diri melepas dengan cara berdana. Melepas adalah sebagian kecil milik kita. Sehingga kita tidak perlu shock bila mengalami kehilangan milik kita. Kalau kita tidak suka melepas, hanyalah mengumpulkan dan mengumpulkan terus, maka kita juga bakal mengumpulkan problem (timbulah keserakahan), dan kesedihan….semua itu sulit untuk dilepaskan. Akibatnya hidup kita dibebani barang-barang busuk itu terus menerus. “walaupun memiliki harta, aset, kekayaan yang berlimpah, namun dia menikmatinya sendiri, inilah sebab daripada keruntuhan seseorang” (Sutta-Nipata I ; 6 : 102).
Kalau kita suka berdana, melepas, maka kalau prblem, masalah, kebencian, kesedihan, juga bakal mudah kita lepas. Hidup menjadi enteng, tentram dan melegakan serta damai. Harapan semua orang itulah sebagian manfaat dari berdana yang diperolehnya.
Dalam ajaran Sang Buddha, berdana merupakan keharusan yang dilaksanakan bila kita menginginkan kemajuan lahir dan batin. Berdana bukanlah monopoli bagi orang yang kaya. Dana juga bukanlah merupakan hadiah dari si kaya dan si miskin, dana merupakan bentuk paramita yang paling awal dan yang paling mudah untuk di lakukannya oleh semua orang. Sebelum melaksanakan bentuk paramita-paramita yang lain. Seperti sebuah tangga, dana merupakan step (anak tangga) pertama yang harus di injak dalam menaiki tangga berikutnya.
Oleh karena itu, Sang Buddha setiap membabarkan dhamma kepada umatnya selalu membuka pembicaraan dengan apa manfaat berdana dan apa tujuan dari berdana. Setelah hati para umat mulai tenang, terbuka dan siap untuk menerima Dhamma, barulah Beliau memulai untuk membabarkan Dhamma yang lebih tinggi.
Pada umumnya, batin manusia sangatlah terikat dengan harta atau miliknya tanpa menyadari bahwa tidak ada harta duniawi yang kekal. Dimana saja ia menyimpannya suatu saat akan mengalami suatu perubahan, lenyap dengan berbagai cara. Sang Buddha memberikan satu cara agar harta yang kita miliki ini menjadi “harta yang sejati” yaitu dengan mengubahnya menjadi kebaikan atau paramita. Kemana saja kita mengalami kelahiran “harta sejati” tersebut pastilah akan menyertainya.
Terdapat suatu cerita, demikian kisahnya : ada dua orang yang bersahabat baik dan bertemu di vihara. Pada waktu itu sedang mengikuti upacara Kathina. Seorang dari mereka turut memberikan dan mempersembahkan dana kepada Sangha. Sedangkan yang lain lagi orang itu tidah melakukan dana atau persembahan kepada sangha. Bahkan ia hanyalah sebagai penonton saja. Dalam perjalanan pulang yang tadi berdana bertanya kepada temannya, “mengapa anda tidak berdana hanyalah sebagai penonton saja?”
Kawan yang ditanya menjawab, ”buat apa saya berdana, karena dengan berdana uang yang saya miliki ini akan berkurang. Bahkan sekarang uangmu tinggal separuh”. Orang yang berdana memberikan penjelasan, “benar teman, uangku sekarang berkurang bahkan tinggal separuh akan tetapi uang ini bukanlah milikku, karena uang atau harta yang aku miliki ini yang belum di pergunakan itu bukanlah milikku yang sebenarnya. Hanyalah uang atau harta yang kita gunakan ini (kita sumbangkan) untuk kepentingan umum, menolong orang lain yang sedang membutuhkan bantuan kita, atau untuk kepentingan vihara dan kelestarian sangha, itulah yang baru sesungghunya menjadi “milik yang sejati”. Mengapa demikian, karena tidak ada orang lain yang bisa mencurinya lagi.
Dengan manggut-manggut tanda mengerti dan malu, kawanya berkata, “jadi sesungguhnya sekarang anda telah mempunyai milik yang sejati separuh itu tadi, sedangkan saya belum memiliki apa-apa. Kalau begitu lain waktu dan kesempatan yang akan datang saya akan berdana sebanyak-banyaknya, supaya “harta yang sejati” yang kumiliki makin banyak.
Begitulah perbedaan pandangan yang sering timbul dalam diri manusia masing-masing yang terlihat melalui “kacamata” Dhamma. Dhamma menuntun kita melihat jauh ke depan sampai ke alam kelahiran yang selanjutnya. Sedangkan manusia hanya bisa melihat dalam beberapa pereode kehidupan sekarang ini saja atau secara sekilas saja.“Demikian besarnya hasil yang diperoleh dari buah kebaikan (paramita). Oleh karena itu orang bijaksana akan selalu bertekad untuk menimbun harta yang sejati, buah dari kebajikan adalah kebahagiaan, tak seorangpun dapat mengambilnya, perampok-perampok tak dapat merampasnya maka lakukanlah perbuatan baik, inilah harta yang akan selalu mengikutinya” (Khuddakapatha 8).
Dilihat dari begitu banyaknya manfaat yang bisa didapat dari berdana dan berbuat baik maka tidaklah mengherankan bila kita baca cerita tentang Visakha, murid langsung Sang Buddha, bukannya memohon atau meminta berkah materi, rejeki, tetapi justru memohon agar diberikan hak atau kesempatan yang lebih untuk berdana kepada para bhikkhu. Bukan umatnya yang dibatasi dalam berdana, tetapi Vinaya (peraturan tata tertib kebhikkhuan) yang dimiliki para bhikkhu-lah yang secara tidak langsung membatasi kesempatan pada umat.
Bahkan dikisahkan, ada dewa yang sampai memakai taktik agar bisa selalu berdana kepada seorang bhikkhu yang telah meraih kesucian. Syarat untuk menjadi sukses, murah rejeki, keberuntungan atau hokkie tidak lain dari banyaknya perbuatan baik (menabur benih), kerja keras, rajin, dan ulet, tekun, hemat, tidak boros dan jujur. Begitu pula didasari dengan pengertian yang benar serta niat (kehendah atau cetana), barang yang kita berikan (Vathu) serta penerimanya yang baik (Punggala). Setiap kejayaan manusia dan kebahagiaan surga, bahkan kesempurnaan Nibbana, semua itu diperoleh karena perbuatan perbuatan jasa. Inilah hukumnya.
Apa yang disebut rejeki keberuntungan dan hokkie tidak lain dari pada masaknya perbuatan/karma baik yang dilakukan/yang ditaburkan pada waktu yang lampau. Rejeki, bukan berkah yang jatuh dari langit untuk orang-orang tertentu (pilih kasih) dan tanpa sebab. Segala sesuatu ada sebab adanya penyebabnya. Dan hukum karma menjelaskan bahwa kita sendirilah yang membuat dan mengembangkan sebab itu; bukanorang lain atau mahluk lain.
Marilah kita gunakan kesempatan dalam hidup ini selalu mengumpulkan paramita sebanyak mungkin yang kita mampu, agar “harta sejati” kita makin bertambah banyak dan kualitas hidup kita ini akan semakin baik.
Semoga semua mahluk hidup bahagia.
Sadhu……..Sadhu………Sadhu……..
KEMULIAAN DI BULAN MAGHA
Oleh Bhikkhu Vajhiradhammo
Namo Sanghyang Adhi Buddhaya
Namo Buddhaya
A. Pendahuluan
Saudara sedhamma, kehidupan ini terus berlangsung dari waktu ke waktu, hari berganti hari, bulan pun berganti bulan dan tahun terus bertambah. Di tengah putaran sang waktu, kita sering tenggelam dalam berbagai kesibukan dan kegiatan sehari-hari, bahkan masing-masing individu atau sekelompok orang selalu berlomba-lomba untuk mengejar apa yang selalu di inginkan, sehingga terkadang lupa apa yang semestinya sebagai tujuan dalam kehidupan ini. Dimana terhanyut oleh segala keindahan dan harapan yang belum pasti membawa kebahagiaan dalam kehidupan ini. Pada hari ini seolah-olah ditemukan kembali sebuah waktu yang menurut perhitungan tahunnya hadir lagi, dan mengulangi perjalanan panjang yang telah kita lalui bersama.
Setiap insan manusia dalam hidupnya pasti menghendaki adanya suatu kebahagiaan dan kesejahteraan. Terkadang manusia hanyalah terlena dan lelap oleh segala impian dan ilusi indahnya masa depan yang tak pasti di warnai dengan penuh kebahagiaan dan kesejahteraan. Jalan emas yang harus dilaksanakan untuk membangun sebuah pondasi rumah yang megah itu tidak datang secara tiba-tiba. Namun perlu suatu usaha bekerja yang didasari dengan kemampuan dan semangat serta persiapan yang matang, sehingga dapat membangun rumah dengan indah sebagai tempat peristirahatannya yang nyaman. Usaha-usaha itu diperlukan tidak seperti seseorang dengan menggunakan sebuah komputer, setelah kita panggil melalui keybord atau papan pengetikan akan mucul yang kita kehendaki pada tampilan layar sebuah monitor. Begitu pula untuk mendapatkan kebahagiaan tidaklah cukup dengan sebuah rengekan-rengekan seperti anak kecil, dan tetesan air mata disaat penderitaan itu datang. Kemudian memohon mahluk adikodrati, namun selangkah uantuk maju dalam mengembangkan kebajikan atau berbuat baik sebagai modal untuk menambah kebahagiaan dan kesejahteraan di hari esok yang cerah.
Tak terasa bulan Magha puja telah kembali hadir dan saat ini kita tentunya melaksanakan puja bakti bersama secara khusus untuk memyambut hari tersebut dengan perasaan bahagia. Disinilah ada kebahagiaan tersendiri bagi umat Buddha untuk berbakti kepada Sang Tri Ratna. Namun sudah sesuaikah yang kita lakukan selama ini dengan apa yang diteladankan oleh sikap luhur Sang Guru junjungan kita yaitu Sang Buddha….? Kalau sudah, mari kita tingkatkan terus sikap luhur dalam kehidupan ini. Kemudian bila belum marilah pada saat ini kita di ingatkan kembali bersama untuk memulai dan berusaha berlatih agar sedikit demi sedikit dapat menyesuaikan diri kita dengan sikap luhur Sang Buddha dalam khidupan sehari-hari, sehingga ada satu perubahan yang lebih baik kehidupan yang dilaluinya.
B. Peristiwa Penting Bulan Magha
Pada saat bulan purnama di bulan Magha, mengingatkan kembali seluruh umat Buddha kepada peristiwa yang bersejarah, yang terjadi dalam kehidupan Sang Buddha. Suatu peristiwa yang tidak pernah terjadi pada saat kehidupan sekarang ini dengan perubahan pola kehidupan yang serba moderen serta tantangan kehidupan manusia yang banyak.Peringatan Hari Suci Magha Puja kesempatan ini adalah merupakan bentuk upacara keagamaan khususnya bagi umat Buddha, yakni dengan memperingati dengan mengadakan kebaktian bersama di vihara-vihara atau cetiya, hendaknya kita juga meluangkan waktu yang sejarah untuk merenungkan, menghayati serta menjalani apa sebenarnya hakekat dan makna Hari Suci Magha Puja.
Kurang lebih 30 abad yang lampau pada masa kehidupan Sang Buddha Gautama di dunia ini, terjadilah peristiwa yang sangat bersejarah di bulan purnamasidhi di bulan Magha di vihara Veluvanarama (Hutan Bambu)di kota Rajagaha.Peristiwa besar dan suci di bulan Magha yang sangat istimewa ini ditandai dengan empat ciri khusus atau tanda yang sangat istimewa yang dikenal dengan Caturrangga Sannipatta yaitu:
1.Para Bhikkhhu arahat berjumlah 1250 tersebut berkumpul serentak di vihara Veluvanarama tanpa ada kesepakatan dan perjanjian atau undangan terlebih dahulu. Mereka datang dari berbagai penjuru dalam waktu yang sama, tempat yang sama dan mempunyai tekad yang sama pula, yaitu untuk menghaturkan rasa hormat dan baktikepada Guru Agung Sang Buddha Gautama.
2.Kemudian 1250 Bhikkhu kesemuanya telah mencapai tingkat kekuatan batin dan telah mencapai tingkat kesucian tertinggi Arahat (memiliki 6 kekuatan batin).
3.Sejumlah 1250 Bhikkhu tersebut yang hadir pada pertemuan itu adalah ‘Ehi Bhikkhu Upasampada’ yaitu para Bhikkhu yang telah menerima pentahbisan langsung dari Sang Buddha Gautama sendiri.
4.Pada peristiwa yang yang istimewa dan bersejarah inilah Sang Guru dunia Buddha Gautama menguraikan Dharma ajaran-Nya yang merupakan intisari dari semua ajaran yang dikenal dengan Ovada Patimokkha.
C. Makna Di Bulan Magha
Satu hal yang terpenting pada peristiwa Magha Puja ini Sang Buddha membabarkan prinsip-prinsip ajara-Nya yang disebut Ovada Patimokha, adalah suatu khotbah yang sangat mulia yang dibabarkan oleh Sang Buddha kepada para siswanya dengan sangat ringkas, jelas, padat dan sederhana sekali Beliau dalam menguraikannya. Tetapi perlu kita ketahui bersama dan kita sadari bahwa didalam uraian yang ringkas dan sederhana inilah merupakan intisari atau jantung dari ajaran Agama Buddha (Buddha Dharma). Demikianlah Sang Buddha Gautama membabarkan Dharma-Nya kepada para siswanya di bulan Magha yakni:
Khanti paramam tapo titikha
Nibbanam paramam vadanti Buddha
Na hi pabbajito parupaghati
Samano hoti param vihethayanto
Artinya:
Kesabaran adalah cara pertapa yang tertinggi
Nibbana adalah kebahagiaan yang paling tertinggi
Bukan seorang pertapa dan bukan pula seorang
Yang telah meninggalkan kehidupan duniawi
Bila mereka masih
Menyakiti dan merugikan orang lain
Menumbuhkan dan mengembangkan kesabaran di dalam kehidupan sebagai umat Buddha adalah merupakan suatu hal yang sangat penting yang kita lakukan dan memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kemajuan batin. Seseorang tidak mungkin dapat melakukan kusala kamma ( perbutan baik), jika kondisi batinnya diliputi adanya suatu kemarahan, kebencian dan rasa dendam yang membara. Maka berusahalah untuk selalu mengembangkan suatu kesabaran yang merupakan basis dalam meningkatkan kualitas batin. Sifat cinta kasih, kasih sayang serta toleransi dan ketekunan berlatih meditasi, perbuatan baik tidak bisa dilakukan, sehingga timbul kekerasan, kekejaman dan pemerasan yang mewarnai dalam sikap dan tingkah laku. Pengembangan kesabaran dalam diri kita akan memudahkan dalam penggendalian kehidupan kita sesuai dengan sila dan vinaya. Sehinga dalam diri manusia tidak ada kesempatan lagi untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. Peningkatan batin yang semakin maju, akan mengarahkan diri kita pada munculnya kebahagiaan. Nibbana adalah kebahagiaan yang tertinggi, yang merupakan akhir dari perjalanan panjang kehidupan kita ini.
Sang Buddha Guru junjungan kita telah menunjukkan dan mengajarkan pada kita bagaimana untuk mencapai kebahagiaan yang mulia itu, yaitu dengan mengembangkan dan melaksanakan delapan unsur jalan mulia (Arya Attangika Magga) di dalam kehidupan sehari-hari yang selalu tidak menyakiti atau merugikan orang lain inilah unsur-unsur jalan kebahagiaan yang mulia, yaitu :
Sabba passa akaranam
Kusalassa upasampada
Sacitta pariyodapanam
Etam Buddhana sasanam
Artinya :
Menghindari semua perbuatan jahat
Mengembangkanperbuatan baik
Membersihkan pikiran sendiri
Inilah ajaran para Buddha
Bila kita renungkan kembali syair dari sabda Sang Buddha ini, ibaratnya jantung kemanusiaan yang sangat berarti yang merupakan idaman dan impian bagi setiap manusia dimuka bumi ini, untuk selalu tidak melakukan perbuatan jahat. Semua ajaran pasti selalu memberikan tuntunan seperti ini sehingga merupakan suatu cetusan hati manusia yang paling dalam dan murni, karena kejahatan hanya akan mendatangkan penderitaan dan kesengsaraan baik bagi pelakunya sendiri maupun bagi mahkluk-mahkluk lain, akhirnya menjadi penyebab kehancuran atau rusaknya kehidupan dunia ini. Tetapi mengapa masih banyak orang selalu melakukan bentuk-bentuk kejahatan di dunia ini? Dan tidak mau menyadari akan akibatnya. Untuk itu, sudah saatnya kita mengerti semua ini dengan melakukan perbuatan yang baik serta menyadarkan diri kita yang akan membawa ketentraman dan kebahagiaan bagi diri kita. Akhirnya dapat pula menyelamatkan dunia dari kekejaman.
Mengembangkan perbuatan yang baik adalah tuntutan bagi setiap hati nurani manusia dan juga tuntunan bagi semua ajaran agama. Hal ini akan sulit sekali dilaksanakan apabila kita tidak berlatih dengan baik dalam sila dan dharma. Hanya kebaikan yang berdasarkan cinta kasih yang tulus dan murnilah yang akan mengatasi semua permasalahan kehidupan kita, yang dapat menyelamatkan dunia ini pula dari kekerasan, kekejaman, dan peperangan, serta peyimpangan-penyimpangan yang tidak benar. Di dalam kehidupan manusia tentunya tidak mudah untuk melepaskan kondisi duniawi yang banyak kekurangan dan kelemahan serta hinaan dan celaan. Tetapi haruslah kita waspada untuk selalu menyadarinya. menyadari pikiran kita sendiri merupakan ajaran Buddha Dharma yang sangat penting kita terapkan, karna tidak ada satu pun makhluk lain yang dapat menyadari dan membersihkan pikiran kita, kecuali diri kita sendiri. Pikiran adalah sumber, pikiran adalah pelopor dan memimpin, untuk ini sangat penting untuk kita renungkan bersama dari ketiga baris sair ini yang merupakan pondasi dan inti sari dari ajaran semua Buddha.
Anupavada, Anupaghato
Patimokkhe Cu sanvaro
Mattannuta Ca bhathasmim
Patanca sayanasanam
Adhicitte ca ayogo
Etam buddhana sasanam
Artinya :
Tidak menghina tidak menyakiti
Mengendalikan diri selaras dengan patimokha
Makan secukupnya, sesuai dengan kebutuhan
Bertempat tinggal/berdiam ditempat yang sesuai
Barsemangat mengembangkan keluhuran batin
Inilah ajaran para buddha
Di dalam sejarah kehidupan Sang Buddha dalam pembabaran Dharma-Nya, tak ada bentuk kekerasan sedikit pun dalam pengembangan Dharma hingga kini. Sebab Sang Buddha dan Dharma-Nya ( agama buddha ) adalah ajaran yang sangat agung yang berdasarkan cinta kasih, kasih sayang dan toleransi tanpa ada paksaan atau pun pertumpahan darah, bahkan senatiasa berkembang dengan penuh kedamaian dan cinta kasih kepada semua mahluk.
Tidak menghina merupakan perbuatan yang mulia bagi manusia dalam kehidupan ini. Ajaran untuk tidak menghina, mencaci atau pun melecehkan agama atau kepercayaan lain adalah ajaran langsung yang dapat dicontoh dalam kehidupan Sang Buddha sendiri dan para siswanya di jaman yang lampau (seperti Raja Asoka). Sang Buddha membabarkan Dharma-Nya mempunyai tujuan untuk selalu melenyapkan penderitaan dan mendatangkan ketentraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan bagi semua makhluk bukan untuk menimbulkan keresahan, ketakutan dan kesengsaraan bagi makhluk yang lain. Dan selalu ditekankan dalam pelaksanaan sila(moralitas) dalam kehidupan sehari-hari. Bagi umat buddha sila bukan merupakan suatu belenggu dalam kehidupan tetapi sila merupakan suatu benteng, pondasi, pelindung kita dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik (jahat).
Terkendali dengan aturan dalam kehidupan sehari- hari, melatih hidup sederhana, tempat tinggal yang sesuai serta memiliki semangat keluhuran batin merupakan bentuk kemajuan batin yang baik. Dalam Ovada Patimokha seorang bhikkhu diharapkan berlatih baik dan terkendali sesuai dengan sila (vinaya) mengingat sila (vinaya) merupakan suatu cara latihan kedisiplinan diri yang harus dilaksanakan agar dapat menigkatkan kualitas batin kita. Inilah tiga bait yang sangat sederhana, yang sangat istimewa dan merupakan suatu tuntunan yang suci dihati sanubari setiap umat manusia.
D. Kesimpulan
Dengan dilandasi kedisiplinan moral (sila) yang telah dikembangkan dengan baik akan memberikan pahala dan manfaat yang besar, dengan dilandasi samadhi (pengembangan pikira) yang telah dikembangkan akan membawa kebijaksanaan (panna) maka pikiran akan terbebas dari semua noda nafsu rendah indriawi.
Kepedulian terhadap peristiwa di bulan Magha bukan sekedar untuk di dengarkan atau didengung-dengungkan dalam kehidupan ini. Justru sekarang bagi kita semua adalah sejauh mana kita menerapkan dan melaksanakan serta merealisasikannya. Realisasi itu sendiri sebenarnya hasil praktek yang nyata. Tidaklah mungkin dengan tidak menguasai pengembangan batin untuk dapat mencapai kebijaksanaan.
Untuk mewujudkan bentuk bangunan yang bersetruktur tinggi tidak akan terbenruk bangunan yang megah dan kuat apabila pondasinya itu sendiri tidak kuat atau kokoh. Poondasi yang kuat dan kokoh merupakan bentuk dari dasar bangunan itu sendiri. Demikian pula seseorang yang berusaha untuk mengembangkan batin yang lebih maju, membutuhkan dasar dan landasan yang kuat dalam latihan atau praktek pengembangan batin yang baik. Praktek pengembangan batin yang baik untuk mengetahui semua kondisi. Bagaimana dapat melaksanakan konsentrasi tanpa dilandasai dengan disiplin moral yang baik. Seperti pohon yang besar tentu akarnya kuat. Kehidupan dalam melatih diri atau pengembangan batin yang baikperlu akar yang kuat. Akar kehidupan pengembangan batin (meditasi) adalah kesucian prilaku dan pikiran serta ucapan yang terkendali. Kalau kita tidak dapat memelihara hal ini tidak akan ada kemajuannya dalam usaha mengembangkan batinnya.
Semoga dengan sedikit ulasan Dharma dibulan Mgha ini akan memberikan kemuliaan hati kita dan memberikan sinar yang terang dalam membuka kaca mata kita yang telah terselumuti oleh debu. Membuka wawasan yang luas akan Dharma ajaran-ajaran Sang Buddha yang lebih tinggi berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran ajaran suci Sang Buddha (patimokha dan vinaya) dan menjauhkan pandangan manusia yang bersifat spekulatif semata (salah). Kita hadirkan kembali makna hari suci Magha Puja ini di dalam kehidupan kita sehari-hari dengan melatih kesabaran dan memegang teguh sila (vinaya) sebagai pengendalian diri kita yang lebih baik. Kita tingkatkan perbuatan-perbuatan yang baik dengan menghancurkan segala bentuk kejahatan sehingga dunia yang kita tempati ini akan menjadi dunia yang sejuk dan tersenyum memancarkan cinta kasih dan kasih sayang-Nya. Sehingga Buddha Dharma akan lestari dan begitu juga para mereka yang memakai jubah Dharma akan tetap jaya sepanjang masa.
Akhirnya pada kesempatan yang berbahagia ini kami ucapkan “Selamat Hari Suci Magha Puja” di tahun 2003. semoga kita semua semakin teguh dan mantap maju dalam Dharma. Barang siapa yang memiliki kebijaksanaan sempurna, para cendikiawan akan diberkahi budi pekerti, terkendali serta ulet dalam kebaikan, dengan demikian kebijaksanaan mereka pasti dapat menembus kebenaran ini.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia
Sadhu… sadhu…sadhu…
PENGEMBANGAN BATIN MELALUI
http://shopaka.blogspot.com/2010/04/perlindungan-menurut-pandangan-agama.html
No comments:
Post a Comment