Ilusionis Paling Hebat
Pamadamanuyunjati, bala dummedhino jana
Appamadanca medhavi, dhanam settham ‘varakkhati
”Orang dungu yang berpengertian dangkal terlena dalam kelengahan;
sebaliknya orang bijaksana senantiasa menjaga kewaspadaan, seperti menjaga
harta yang paling berharga”
Pendahuluan
Dalam dunia
hiburan, sebagian dari kita tentu pernah menyaksikan pertunjukan ilusi atau
sulap, baik secara langsung maupun melalui media. Tidak hanya kita, pertunjukan
sulap atau permainan ilusi ini sangat diminati dan dikagumi oleh sebagian besarmasyarakat
di dunia, karena dalam penyajiannya dapa membuat penontonnya menjadi heran dan
terpukau akan rahasia di baliknya. Dari pertunjukan ini, seringkali kita tidak
sadar bahwa kita telah terjebak di dalam permainan ilusi yang pada dasarnya
hanya sebuah permainan indera kita, sehingga kita menangkap fenomena yang tidak
sesuai dengan realitasnya.. Dari sekian banyak permainan ilusi dan berikut sang
ilusionisnya, kita mengenal sebagian dari mereka, meskipun sama sekali kita
belum pernah bertemu secara langsung. Namun di dalam Dhamma, ada ilusionis yang
lebih hebta, bahkan paling hebat yang justru sering ditemui dalam kehidupan
sehari hari yang seakan kita tidak mengenalinya.
Padahal tidak
sedikit dari kita yang setiap saat bertemu dan berhadapan dengannya, bahkan
kita sendiri tidak menyadarinya. Lalu siapakah ilusionis yang paling hebat
tersebut? Ilusi apa yang ditunjukkan oleh ilusionis tersebut?
Pembahasan
Permainan ilusi yang ditunjukkan oleh para ilusionis mampu
membuat daya tangkap indera kita menjadi kabur, sehingga tidak dapat menangkap
fenomena yang terjadi sebagaimana aslinya. Dengan demikian, kejadian yang kita
saksikan pada saat itu seolah olah memberikan kesan aneh tapi nyata dan benar
terjadi. Pada saat tu kita sebenernya tertipu oleh ilusi yang membelokkan,
menyesatkan alat indera kita dalam mencerna kejadian yang sebenernya. Sang
Ilusionis melalui trik tertentu memang berusaha untuk menutup atau mengelabuhi
pandangan kita terhadap suatu realitas, sehingga kita tidak dapat memahami
kebenaran aslinya dan tentu saja hal ini akan menjadikan pandangan kita
menyimpang.
Terlepas dari itu, dalam kehidupan nyata, di dalam Dhamma
sesungguhnya terdapat ilusionis yang hebat yang mampu memperdaya dan
menyesatkan kita ke dalam suatu penyimpangan terhadap karakteristik kehidupan,
yaitu ilusi kekotoran batin (kilesa).
Inilah sesungguhnya yang merupakan ilusionis paling hebat di dalam kehidupan.
Ilusi kekotoran batin ini pula yang sesungguhnya sering kita temui di dalam
keseharian kita. Dengan adanya ilusi kekotoran batin inilah, kita sebagai
manusia seringkali gagal melihat dan memahami sifat objektif kehidupan. Oleh
karena itu, ketika kita dihadapkan pada
suatu fenomena tertentu, kita menjadi kecewa dan menderita. Hal ini karena
interpretasi kita terhadap realitas tertutup dan terhalang oleh kekotoran batin
(kilesa), sehingga kita tidak bisa
memahami dan menerima apa yang terjadi sebagaimana harusnya.
Kekotoran batin yang berupa lobha, dosa, moha, mana, ditthi, vicikiccha, thina, middha, ahirika,
anottappa dan lain sebagainya ini sesungguhnya kita semua memilikinya di
dalam diri kita. Masing-masing kekotoran batin menjalankan tugas, fungsi, dan
perannya dengan lihai dengan moha adalah
pemimpin dan yang mendasari setiap perbuatan buruk. Moha akan menutupi kebenaran atau realitas kehidupan dengan mengendalikan
kekotoran-kekotoran batin yang lain, sehingga ia menarik kita ke dalam hal-hal
yang buruk.
Kita terlahir dengan kekotoran batin yang mengakar dan
berpotensi muncul kapanpun dan dimanapun. Oleh karenanya, hendaknya kita tidak
meremehkan kejahatan yang ringan sekalipun, karena hal ini akan meninggalkan
benih penderitaan dan berpotensi untuk terulang kembali.
Jika kita memperhatikan, adanya kemalasan, kemarahan,
kebencian, keserakahan, kekecewaan, dan sebagainya yang sering kita temukan
dalam kehidupan kita sehari-hari, semuanya adalah hasil dari bekerjanya ilusi
kekotoran batin yang berdasar atau dipimpin oleh kebodohan batin (moha) yang
ada dalam diri kita. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari perenungan kita
yang tidak bijaksana (ayoniso manasikara),
akibat dari kelengahan kita. Demikianlah ilusi kekotoran batin menyesatkan
manusia.
Dengan adanya ilusi kekotoran batin, ketika seseorang sudah
terjebak di dalamnya, maka menjadi syarat untuk timbulnya pandangan salah (mica
ditthi), kehausan (tanha) dan kemelekatan (upadana). Pada banyak kasus, ketika
seseorang telah tertipu oleh kekotoran batin, pandangannya menjadi meleset,
tiidak sesuai dengan kebenaran sejatinya, sehingga memandang yang salah sebagai
yang benar, yang menjijikan sebagai yang indah, penderitaan dianggap sebagai
kebahagiaan, yang berubah sebagai yang kekal, dan tanpa inti dianggap sebagai
tanpa inti. Demikian juga sebaliknya. Begitu juga dengan kehausan (tanha). Oleh
karena terkelabuhi oleh bekerjanya kekotoran batin yang dipimpin oleh moha,
seringkali seseorang menjadi semakin haus terhadap suatu hal yang pada dasarnya
akan membawa pada penderitaan. Akibat lain yang dapat muncul, yaitu timbulnya
kemelekatan (upadana). Tidak jarang karena gagasan yang telah diterima dan
terbentuk sebelumnya, seseorang menjadi melekat dan senantiasa dengan kuat
memegang gagasan tersebut, sehingga menolak gagasan lain yang lebih baik
ataupun yang paling baik.
MEMBENTENGI DIRI DARI ILUSI KEKOTORAN BATIN
Menyadari bahwa setiap kejahatan dan kebaikan yang dilakukan
akan meninggalkan benih yang akan menjadi pohon dan buah yang baru, sangat
penting untuk terus mengumpulkan kebaikan. Banyak cara atau jalan untuk
dijadikan sarana berbuat baik, seperti berdana, menjalankan sila, menghormat
Tiratana, ataupun membantu kegiatan di vihara. Dengan membiasakan diri untuk
selalu berbuat baik, maka hal ini dapat melunakkan batin kita. Oleh karena itu
ketika sudah menjadi kebiasaan, akan sangat berguna untuk kehidupan ini dan
yang akan datang.
Salah satu cara untuk membentengi diri dari ilusi kekotoran
batin yang menghalangi pikiran kita untuk dapat melihat kenyataan hidup dan
senantiasa menjerumuskan kita kepada hal-hal yang buruk yaitu kewaspadaan
(sati/appamada). Dengan memiliki atau mengembangkan kewaspadaan, maka kita
tidak akan lengah, tidak terjebak, tidak terlena, tidak diperbudak lagi oleh
ilusi kekotoran batin. Kita akan smeakin berpengendalian , dapat menjadi tuan
bagi diri sendiri sehingga mampu
mengendalikan kekotoran batin yang ada di dalam diri kita. Sebagaimana
dijelaskan di dalam Dhammapada 21, kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan,
kelengahan adalah jalan menuju kematian. Mereka yang sadar tidak akan mati,
mereka yang tidak sadar seperti orang mati. Bahkan sebagai Guru Agung Buddha
juga memberikan pesan terakhir kepada para siswanya sebelum parinibbana yang
berbunyi “vayadhamma sankhara appamadena sampadetha”. Segala sesuatu yang
terkondisi adalah tidak kekal, berjuang dengan sungguh sungguh dengan penuh
kewaspadaan.
KESIMPULAN
Permainan ilusi yang sering disaksikan di media hanyalah
mampu mengelabuhi indera kita. Namun ilusi kekotoran batin mampu membutakan
pandangan kita terhadap sifat asli kehidupan dan menyesatkan kita, sehingga
pandangan kita menjadi menyimpang. Ilusionis paling hebat ini juga, yaitu ilusi
kekotoran batin pun mampu menjerumuskan dan menyeret kita kepada hal hal yang
buruk. Inilah sebabnya ilusi kekotoran batin dikatakan sebagai ilusionis paling
hebat. Oleh karena itu, sebagai umat Buddha hendaknya kita selalu mengembangkan
kewaspadaan (sati/appamada), sehingga kita tidak terkecoh oleh ilusi kekotoran
batin dan pada akhirnya kita dapat melihat, memahami dan memandang kehidupan
ini sebagaimana karakteristiknya, sifat aslinya. Sebagaimana syair Dhammapada
26 ”Orang dungu yang berpengertian dangkal terlena dalam kelengahan; sebaliknya
orang bijaksana senantiasa menjaga kewaspadaan, seperti menjaga harta yang
paling berharga”, demikian pula dengan melatih dan mengembangkan kewaspadaan
(sati), maka kita tidak akan lengah dan terlena, namun akan menjadi lebih bijak
dalam menyikapi fenomena kehidupan ini